16 - Masih Misterius

3.6K 619 69
                                    

Dengan langkah gontai, kau keluar dari kamarmu dan berjalan menuju dapur. Kau duduk dimeja makan, hari ini lagi-lagi Gempa yang memasak sarapan. Kau merasa tidak enak padanya tapi tidak mungkin kau membicarakannya pada Gempa.

Kau merasa mengantuk karena kejadian tadi malam. Kau sama sekali tidak bisa mengintip siapa yang melakukannya malam tadi. Ia terus-terusan menatap, sesekali memainkan rambutmu dan menyentuh jari tanganmu. Entah siapa yang melakukannya tapi ia terasa gabut sekali sepertinya. Dan lucunya lagi, ia melakukan itu sampai sekitar 1 jam kemudian. Setelah itu baru ia keluar dari kamar dan menutup pintu.

Kau menunggu beberapa menit dulu agar situasinya aman dan segera meloncat dari kasur untuk mengunci pintu kamar. Dan sejak itu, kau makin tidak bisa tidur karena merasa aneh hingga pagi.

Kantung matamu terlihat mengerikan untuk dilihat.

Blaze melihatmu dari samping, "Loh, kakak gapapa?" Kau hanya berdehem kecil untuk membalasnya.

Tidak mungkin jika Blaze malam tadi yang melakukannya. Ikatan perbannya terlalu rapi, sedangkan Blaze sendiri tidak bisa memerban. Terbukti saat dia memaksamu memakai perban di toko. Dan juga tidak mungkin itu dia karena Blaze biasanya ribut, kalau Blaze yang melakukannya pasti dia bosan. Belum lagi dari awal saat didepan pintu dia selalu memanggilmu dulu baru membuka pintunya.

Tapi tetap saja, membuka pintu sebelum kau menjawab itu sangat tidak sopan.

"Wahaha! Lihat kantung matamu, mengerikan sekali." Taufan tertawa mengejek saat menyadari matamu seperti itu. Kau menatapnya tidak suka, Taufan benar-benar penganggu seperti paman Amato.

Kalau dipikir-pikir, Taufan mungkin bukanlah orang tadi malam juga. Kalau itu dia, seharusnya dia menjahilimu seperti mencoret wajahmu dengan spidol bukan memainkan rambutmu dan menatapmu satu jam. Belum lagi, Taufan itu juga tidak bisa memerban.

"Kakak kenapa bisa gitu? Kakak nggak tidur tadi malam?" Duri terlihat khawatir padamu. Kau menggeleng kecil, "aku hanya sedikit mimpi buruk."

Duri mungkin juga bukanlah orangnya. Meskipun caranya memakai perban cukup rapi, tidak mungkin dia sanggup menatapmu 1 jam dan memainkan rambutmu tanpa bersuara sedikitpun. Setidaknya Duri akan bersenandung kecil, memang dia benar-benar seperti anak kecil.

Belum lagi malam itu, kau hanya mendengar suara deru nafasnya saja.

Sisanya ada Ais, Solar, Gempa dan Halilintar. Mereka berempat cukup mungkin untuk melakukan itu tapi kau tetap tidak bisa menebak siapa.

Kau tidak tau Ais bisa memerban atau tidak, tapi Ais cukup pendiam. Solar mungkin pandai memerban karena dia pintar dan juga ia cukup pendiam. Gempa pun sudah pasti pandai memerban karena dia yang mengurus saudaranya yang lain, bisa dibilang ia pendiam. Dan Halilintar, kau tidak yakin dia bisa memerban atau tidak, tapi ia juga pendiam.

Yang pasti, orang tadi malam adalah orang yang cukup pendiam sehingga mampu menatapmu 1 jam tanpa bersuara. Tapi tersangkanya terlalu banyak untuk kau tebak.

Gempa menyiapkan makanan diatas meja, dibantu oleh Halilintar. Kalian mulai makan bersama dengan dirimu yang masih menahan kantuk.

Kau menyuap nasi sendok demi sendok kedalam mulutmu dan mengunyahnya pelan. Makanan Gempa makin lama makin enak, sepertinya Gempa memang sangat mahir dalam menjadi bapak rumah tangga.

Yah setidaknya dia tidak boleh menjadi bapak rumah tangga beneran.

Keberadaan mereka semua saat ini terasa hangat bagimu. Kau merasa ingin secepatnya tidur lagi karena matamu sudah tidak tahan.

"Kalau kakak mengantuk, tidur saja lagi, tidak usah dipaksa seperti itu." Duri khawatir melihatmu makan dengan mata tertutup. Kau menggeleng enggan tapi kemudian muncul Taufan dibelakangmu yang entah sejak kapan berdiri disana.

"Hei, ayo tidur saja lagi sana. Mengerikan melihatmu begini." Taufan menarik tangan kananmu yang memegang sendok. Kau sama sekali tidak melawan karena kau sendiri tidak tau masih sadar atau tidak.

Dan kemudian kau benar-benar tertidur dimeja makan.

***

Kau mengerjapkan matamu berkali-kali saat cahaya matahari menyilaukan matamu dibalik jendela. Tapi sepertinya, matahari sudah tidak terlalu terang untuk bersinar hari ini.

Kau melihat jam didinding kamarmu dan mendapati jarum pendek berada di angka 4. Itu berarti sekarang sudah jam 4 sore dan dari sejak pagi tadi, kau tertidur sampai sekarang tanpa sadar sekalipun.

Kau berlari keluar kamar dan mendapati semua bocah kembar berada di depan televisi, mereka sepertinya sudah pulang dari sekolah dari tadi.

"Hei putri tidur, lama sekali tidurmu." Taufan terkekeh saat melihatmu keluar dari kamar dan berjalan menuju mereka. "Kenapa tidak ada yang membangunkanku?" Kau bertanya dengan heran, kenapa mereka sepertinya biasa saja melihatmu tidur dari pagi sampai sore seperti ini.

"Kakak terlalu nyenyak, tidak ada yang tega membangunkan." Blaze angkat suara. Tapi kau kemudian memukul jidatmu, "Kalau begini, nanti malam aku tak akan bisa tidur jadinya."

"Tidak apa kak, kita begadang main game." Blaze memberi saran yang membuat Gempa memelotinya, yang dipelototi hanya cengengesan saja.

"Sudahlah tak apa, aku punya obat tidur." Akhirnya kau menyelesaikan masalahmu begitu saja. Duri memelototimu, "obat tidur? Kenapa kakak punya obat seperti itu?"

"Karena dulu aku tinggal sendirian, jadi bagaimanapun caranya, aku harus tidur cepat dan bangun dipagi hari." Kau menjawab rasa penasaran Duri dengan tepat. Ia tidak perlu tau alasan kau memakai obat tidur.

Kau ikut duduk disamping Ais yang duduk dibawah. "Bagaimana?" Tanyamu padanya. Ia menoleh sedikit kearahmu, "Mereka diskors seminggu dan diberi hukuman membersihkan sekolah."

Kau mengangguk-angguk mengerti. "Cepat juga ya prosesnya. Sudahlah, yang penting sekarang kau sudah aman."

"Tapi." Suara Ais tampak tercekat. "Kakak dengar sendiri kan apa yang dikatakan mereka saat itu? Satu-persatu dari kami akan dihancurkan."

Kau paham apa yang dikatakan Ais. Tapi kemudian kau memegangi tangan kanannya yang masih diperban. "Tenang saja, kalian akan kulindungi."

Ais tampak terpana melihatmu. Ia kemudian menunduk, "Terima kasih," lirihnya kecil. Kau mengangguk, "tentu.

"Oh iya, minggu nanti kau luang kan Ais?"

Ais mengangguk, "Tentu, kenapa?"

"Aku ingin pergi kesuatu tempat, bisakah kau menemaniku?" Kau tampak memohon padanya. Ia berpikir sebentar dan kemudian mengangguk. "Baiklah, hanya menemani tidak jadi masalah."

Kau mengangguk senang. "Kalau begitu hari minggu ingat ya, jangan malah tidur." Ais menghela nafas, "Aku tau kok."

Kau beralih melihat handphonemu. Kau memiliki sesuatu untuk Ais dan Duri sebagai hadiah karena bertahan dengan masalah mereka.

Selesai dengan Blaze dan gamenya, kini saatnya giliran Ais dan Duri. Kau berharap mereka senang nantinya saat mendapatkan hadiah itu darimu.

Kau memasukkan kembali handphonemu kedalam saku dan ikut menonton televisi. Kemudian kau teringat dengan anak yang menganggu Blaze, dia menyuruh Blaze untuk berhati-hati denganmu. Tapi sepertinya sampai sekarang, Blaze tidak pernah memata-mataimu.

Tunggu dulu.

To be continued...

A/n:

Masalah Ais terlalu cepat kelar ya? Habisnya saya nggak punya banyak ide.

Kau sadar sesuatu?

Salam,
Ruru

『 Save Them 』 BoBoiBoy ✔Where stories live. Discover now