𝐢. 𝐞𝐲𝐞𝐬

589 73 4
                                    

"[Name]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"[Name]."

Sebuah suara memanggil lembut. Akan tetapi, yang dipanggil bergeming. Membuat si empunya suara merasa bingung akan tingkah laku itu. Tak biasanya ia mendapatkan keheningan seperti ini disaat ia menyuarakan nama gadisnya─biasanya, pujaan hatinya itu akan menjawab dengan nada ceria serta senyum manis yang selalu membuat jantung lelaki tersebut seakan berdetak dua kali lebih cepat.

"[Name]." Kali ini, suara bariton itu kembali memanggil namanya sedikit lebih keras dari yang sebelumnya, membuat sang gadis tersadar dari lamunan. "Eh?" akhirnya ia bersuara. Akaashi menghela napasnya, lalu kembali menatap gadis di hadapannya. "Kenapa kau diam saja dari tadi? Apa ada sesuatu?" tanyanya. [Name] tertawa canggung seraya menggaruk pipinya pelan.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya sedikit melamun," jawab gadis itu sebelum akhirnya menyunggingkan senyum termanisnya─senyuman yang selalu membuat Akaashi Keiji harus bersusah payah menahan semburat merah di pipinya. Akaashi berdehem, ingin terlihat cool, ia melirik ke arah lain. [Name] terkikik melihat tingkah kekasihnya.

"Keiji," panggilnya─masih dengan senyuman. Akaashi hanya menggumam, tak ingin bersuara lebih banyak karena masih terkesima dengan senyuman [Name]. Ia tak akan pernah terbiasa dengan hal itu. "Aku baru sadar... matamu sangat indah," Akaashi tak pandai mengekspresikan perasaannya, tapi ia bersumpah kekasihnya adalah orang yang paling luar biasa dalam memaksa setiap perasaannya untuk menampakkan eksistensinya dengan jelas.

[Name] tak tinggal diam, ia menangkup wajah Akaashi dengan kedua telapak tangan mungilnya. Mau tak mau pandangan Akaashi langsung terkunci dengan manik coklat tua yang berkilau itu. "[Name], apa yang kau─" belum sempat Akaashi menyelesaikan kalimatnya, gadis bersurai hitam pekat itu memotongnya. "Aku tidak bisa berhenti menatapnya,"

Gadis tersebut menatap lekat iris biru metalnya. Membiarkan diri larut dalam pandangan sang kekasih. Sedangkan Akaashi? ia terdiam lagi untuk kesekian kalinya. Ikut larut dalam tautan mata yang diciptakan oleh [Name], seakan-akan tubuhnya juga membeku oleh gemerlap netra sang pujaan. Sepersekian detik kemudian, [Name] tersadar dengan apa yang dilakukannya. Lalu segera melepaskan tangkupan pada wajah Akaashi.

"M-Maaf, Keiji!" kali ini sang gadis yang berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya. Ia tak berani menatap Akaashi, merasa sudah terlalu jauh bertindak. Akaashi tersenyum simpul, menarik salah satu tangan gadisnya kembali ke pipinya sendiri. "Kau boleh menatap mataku sebanyak yang kau mau, aku tak akan pernah melarang."

Ucapan Akaashi sukses membuat [Name] ingin meledak─sungguh jantungnya tak cukup kuat dengan damage yang diberikan. Akaashi menghentikan tindakannya, lalu berdiri dan mengulurkan tangannya pada wanitanya. "Jadi, bisakah kita pulang sekarang?" [Name] mengangguk lalu mengenggam tangan Akaashi─tak peduli dengan rona merah yang masih setia menghiasi pipinya.

"Keiji,"

"Ya?"

"Aku mencintaimu, setiap inchi darimu."

Surai raven itu tersenyum lagi─tentu ia tak akan pernah bisa menahan senyumnya saat sedang bersama gadisnya. "Aku juga mencintaimu, [Name]."

to be continued

every inch / akaashi keijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang