bagian tiga : halaman empat

2.2K 216 3
                                    

||𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚓𝚊𝚠𝚊𝚋𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚙𝚎𝚛𝚝𝚊𝚗𝚢𝚊𝚊𝚗 '𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊' 𝚍𝚊𝚗 '𝚊𝚍𝚊 𝚊𝚙𝚊' 𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚊𝚗𝚢𝚊𝚔𝚊𝚗, 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚍𝚊𝚜𝚊𝚛𝚗𝚢𝚊 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊 𝚑𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚝𝚊𝚑𝚞 𝚕𝚊𝚕𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚒𝚔𝚊𝚙 𝚋𝚘𝚍𝚘 𝚊𝚖𝚊𝚝 𝚍𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚜𝚘𝚖𝚋𝚘𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚒𝚕𝚒𝚔𝚗𝚢𝚊||



kini jaemin dengan para sahabat sahabatnya sedang duduk duduk di ruang tamu jaemin bermain game online kesukaan para remaja dan pemuda zaman sekarang, PUBG Mobile, ah... kecuali mark dan haechan yang kini sibuk dengan tugasnya. tumben...

jaemin sudah mati terlebih dahulu, bahkan belum sampai 10 menit di mulai, mereka semua menertawakan jaemin karena kebodohannya. "Bodoh banget sih! tolong astaga... ahahaha!! gak di lihat dulu lho langsung loncat!" ujar Renjun.

"Gue di belakangnya anjir! langsung loncat gitu gue aja ngerem dulu! ahahaha!" ujar Jeno menambahi.

"Gue renang mau ke tepian tiba tiba ada yag mati, gak elite banget matinya gegara nyemplung lho, ahahahahaha!!" tambah Jisung. Chenle tak ikut ikut ia masih fokus dengan permainannya agar ia bisa menang dan di traktir oleh sang kakak, siapa lagi kalau bukan Lee Haechan.

Jaemin memutar matanya malas, ia beranjak dari sana menuju dapur. "Dapur?" tanya Haechan. "Ngikut hoi, tunggu!" pekik Haechan lalu lari mengikuti Jaemin.

"ABANG ES TEH!!" teriak Chenle dari ruang tamu saat merasakan sang kakak tak ada di tempatnya tadi. Haechan mendengus lalu membuatkan es teh untuk adik semata wayangnya itu.

"chan." panggil jaemin. haechan berdehem sebagai jawaban. "ntar kalo gue meninggal, rumah ini jangan pernah di jual, di gunakan orang lain, atau pun jatuh ke tangan ayah..."

"gak akan ada yang meninggal, jaem... sampai nanti, sampai kita tua, gue yakin. kita bisa sampai di sana!" ujar haechan lalu meletakkan kembali sendok kayu yang akan ia buat mengaduk dengan keras. Jaemin tersenyum kecil.

"janji dulu sama gue kalau akta dan segala macamnya gak akan pernah di pegang sama orang lain selain gue, abang, elo, kita, dan keluarga lo, chan..."

haechan menundukkan kepalanya semakin dalam. "hm... gue... gue janji..." lirih haechan.

Jaemin melebarkan senyumannya. "tau kan, gue itu udah kangen banget sama abang, pengen ketemu mama... jadi tolong ya--"

"--gak akan ada yang saling meninggalkan, jaem! gak ada! kita bakal terus bareng bareng sampai tua sampai nanti tuhan manggil kita satu persatu--"

"--semua ada waktunya, chan... semuanya, gak ada yang abadi. waktu gak bisa dipercepat ataupun diperlambat, layaknya sendok kayu ini..." jaemin menjeda perkataannya lalu menunjuk ke sendok kayu yang akan digunakan haechan tadi. Haechan mendongakkan kepalanya menatap sendok itu.

"...mereka gak abadi dan akan rusak termakan waktu atau rusak karena ulah makhluk hidup." ujar Jaemin menatap dalam ke mata coklat Haechan.

Haechan terdiam cukup lama, matanya meredup, bagai tersirat akan ketakutan yang cukup dalam. "Jaemin, lo bener bener pengen banget ketemu mereka?" tanya Haechan lirih.

Jaemin menganggukkan kepalanya. Haechan menundukkan kepalanya kembali, air mata turun begitu saja dari mata bulat itu. 

"kalau lo kangen gue nantinya, lihat ke matahari senja. bayangin itu gue... jadi jangan pernah berfikir gue bakal ninggalin elo, chan... gue gak akan pernah sekalipun ninggalin elo! Gue disini bareng sama Bang Hendery, Bang Jaehyun, dan Bang Jungwoo." ujar jaemin menunjuk hati Haechan.

pemuda itu menarik sahabatnya kedalam dekapannya. "Gak apa, Chan... keluarin aja... lo bukan robot yang gak diberi perasaan, lo manusia biasa... laki laki juga boleh nangis, Chan... Jangan pendam sendiri..." ucap lirih jaemin tepat di telinga haechan.

"kau temanku, kau doakan aku punya otak cerdas, aku harus tangguh..." ujar Haechan menggantung.

"bila jatuh gajah lain membantu..." lanjut Jaemin menunjuk Jeno, Jisung, dan Mark.

"udah mellow nya, kasihan itu pada haus, dah megep megep, kasian gue." ujar jaemin di anggukan oleh Haechan.

to be contimued

rendirse ✓Where stories live. Discover now