3. 🍂 KEPO

44.1K 5.6K 252
                                    

Aku keluar dari lift dan mendapati Ji Chang Wook KW super itu sedang duduk di sofa depan meja resepsionis dengan tangan yang sibuk bermain ponsel. Penampilannya sedikit mengejutkanku, dia memakai kacamata yang menambah kesan wibawanya, aku tidak tahu itu kacamata asli untuk mata minus atau hanya sekedar buat bergaya karena setahuku dia tidak pernah menggunakannya.

"Ayo, Bu Titi menunggu kita." Dia berdiri begitu melihatku mendekat. Alisku bertaut, tapi kakiku tetap mengekor langkahnya yang berjalan cepat menuju halaman parkir perusahaan.

"Kemana Pak?" tanyaku sembari menjajari langkahnya.

"Banjarmasin."

"Haaa??" langkahku berhenti tepat di samping Pajero sport hitam miliknya. Dia membuka pintu mobil dan memberi kode supaya aku segera masuk.

"Yang benar Pak? Banjarmasin itu Kalimantan lho," tanyaku tak percaya. Ini mau ke seberang pulau kok kayak mau ke warung sebelah. Ndadak banget. Meskipun tak percaya, tapi kakiku seperti kena sihir, mengikuti perintahnya untuk masuk ke dalam mobil dan duduk manis di sebelah kemudi.

"Ohw sudah pindah to? Kirain masih di dekat DTC?" yaelah orang ini, sempat-sempatnya berkelakar. DTC adalah singkatan dari Darmo Trade Center, salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya dengan penggabungan konsep pasar tradisional dan modern. Lokasinya tidak jauh dari kantor dan terkenal sebagai pusat penjualan baju distro dengan harga miring dan kualitas baik.

Aku menghela napas, meskipun beberapa kali keluar kota dan keluar pulau untuk ketemu klien, tapi tidak pernah se-mendadak ini. Aku kan juga butuh persiapan, mana gak bawa baju ganti pula, mayan kan kerja sekalian piknik, bisa foto-foto, buat ajang pamer di story media sosial.

"Bu Titi sudah di sana, kita nyusul hari ini, tiketnya sudah di belikan beliau, kita take off jam sembilan pagi."

Aku diam, tak menggubris perkataannya. Mengecek peralatan lenongku di dalam tas, bisa ambyar kalau ketinggalan di kantor. Ada dua hal yang bisa bikin perempuan kalang kabut ketika bepergian. Ketinggalan ponsel beserta chargernya dan peralatan lenong alias make up.

"Nginap?" tanyaku kemudian. Pak Bram terkejut, tiba-tiba senyumnya terlihat aneh.

"Kamu maunya nginap?"tanyanya balik.

Dahiku mengernyit, kenapa konotasinya jadi lain ya? Aku masih loadingketika tiba-tiba wajahku terasa panas, padahal AC di dalam mobil terasa dingin.Sedetik kemudian dia tertawa. Asyem. Aku lupa, lelaki di sebelahku adalahlelaki dewasa, salah satu pimpinan perusahaan, yang ngomong dengannya harusdetil.

"Saya tanya kan karena nggak bawa baju ganti pak," terangku sedikit kesal, Pak Bram masih tertawa, padahal bagiku tidak lucu.

"Nggak, kita balik nanti pesawat jam 5." Dia tampak tenang membawa mobilnya keluar area gedung Actamedia yang ada di jalan Raya Darmo menuju Juanda. Jarak kantor dengan bandara memang tidak terlalu jauh, jadi bisa mengejar waktu.

"Aku juga baru tahu kalau kita diminta menyusul beliau," jelasnya kemudian.

"Apa ada masalah dengan klien?" tanyaku khawatir.

Pak Bram mengedikkan bahu, "Sepertinya beliau ingin menjodohkan kita terang-terangan ya?" Senyumnya yang manis macam gulali itu mengembang lagi, ada lesung pipi yang menambah sedap wajahnya.

"Sepertinya begitu, sudah mirip emak-emak yang takut anaknya jomblo akut." Aku mencoba rileks, teringat terakhir kali kami makan siang bersama gara-gara Bu Titi. Siapapun pasti akan canggung ketika berdua saja dengan lelaki ini, kulihat Pak Bram mengangguk dan membuatku teringat percakapan dengan Johan dan Sandra tadi di kantor.

"Pak Bram memangnya jomblo?" Entah kenapa pertanyaan ini meluncur begitu saja, begitu sadar aku menutup mulutku sendiri. Sungguh aku penasaran kenapa dia terlihat tenang ketika batal menikah, apakah karena perjodohan yang tak diinginkan? Atau dia yang memutuskan sehingga terlihat biasa-biasa saja? Lalu gadis kecil bernama Rara itu siapa? Apakah dia duda lalu calonnya tidak bisa menerima?

Jodoh Pasti Bertamu [TERBIT]Where stories live. Discover now