[37] Rasa Khawatir

4.5K 1K 394
                                    

Di saat-saat seperti ini, Lucky selalu butuh pelukan maminya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di saat-saat seperti ini, Lucky selalu butuh pelukan maminya. Tidak ada hal yang paling menenangkan untuknya selain maminya. Maka satu jam setelah Lucky mengantar Zuhry, jeep­-nya langsung putar arah menyusul Mira pulang. Ketika akhirnya pintu dibuka, Lucky berlarian setengah menangis.

"Mamiii..." Lucky mengabaikan muka Johan yang terbengong kaget di hadapannya, tengah menerka-nerka pada apa yang terjadi dengan putra satu-satunya itu. "Pi, Mami mana?! Udah nyampe rumah?"

"Iya, barusan aja Mami nyampe dari rumah Ana! Terus ngapain kamu nyusul?" Johan berdecak gemas. "Kata Mami, kamu lagi anter Bu Zizy pulang? Terus Bu Zizy-nya udah selamet sampe rumah, kan?!"

Lucky tidak menjawab dan tetap melenggang masuk.

"Heh, Papi lagi ngomong sama kamu, Ky! Budek, ya, kamu sekarang?!"

Lucky menatap Johan setengah mewek. Kemudian menghampirinya lemas. "Huhuu... Uky malu, Pi! Uky nggak bisa cerita!"

"Apaan, sih?!" Johan melirik anak laki-lakinya malas. Selalu penuh drama. Kadang dia kesal dan ingin merubah wataknya. Apalagi Lucky sudah hampir berusia seperempat abad. Tapi sepertinya tidak bisa karena itu sudah melekat erat dalam diri Lucky. "Jangan bilang kamu ngompol di depan Bu Zizy?" tebaknya.

Lucky tahu detik berikutnya dia sudah menangis meraung-raung memeluk kaki Johan. "Huhu... Papiii!"

Johan menghela napas panjang. "Nangis, kok, tanpa alesan yang jelas!"

Jeritan Mira terdengar tak lama kemudian. "Loh, Uky?! Kamu, kok, di sini? Bukannya tadi kamu nganterin Bu Zizy pulang?" suaranya terganti kecemasan. "Wait... itu muka kamu kenapa, sayang? Kok basah? Bu Zizy udah kamu anter sampe rumah, kan?"

Lucky meraba rambutnya yang basah karena gerimis. Kembali menangis. "Tadi jeep-nya mogok kena banjir! Uky malu!"

"Ya ampun, kok bisa?" Mira berlarian panik membersihkan rambut anaknya. "Tapi Bu Zizy baik-baik aja, kan?" sesekali menyugar rambut Lucky.

Lucky malah menenggelamkan mukanya pada perut Mira. Perlahan menyentuh bibirnya. Mengapa dia jadi malu? Tadi dia hampir kelepasan mencium Zuhry.

Johan hanya melirik kelakuan anaknya dari jauh. Malas. Terlalu banyak drama yang dibuatnya. Akhirnya memilih menyingkir dari sana. "Urusin anakmu, Mi."

Mira tidak terima. "Anakmu juga!"

Johan melenggang malas. Ah, lebih baik Lucky tinggal saja di rumah Yoana terus. Kalau di sini lama-lama telinganya sakit. Tapi, ya, namanya Lucky. Kalau pulang pas meweknya saja. Giliran senang-senang, pasti minggat jauh dari rumah, ck. Kapan coba anaknya itu bisa lebih dewasa?

***

Semalam setelah Ali marah-marah, Zuhry memilih untuk bungkam dan mengurung diri di kamar. Tidak banyak bicara dengan seisi rumah. Dia hanya keluar sebentar untuk ke kamar mandi. Hingga tak terasa hari sudah menjelang pagi lagi. Saatnya kembali bekerja.

Lucky to Have ZuhryWhere stories live. Discover now