31. Kangen

2.8K 282 25
                                    

H A P P Y R E A D I N G

🤸

Bel tanda istirahat sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Salma sangat sibuk hari ini, tadi ia harus cepat mengurus beberapa berkas dispensasi untuk kejuaraan juga ujian kenaikan tingkatnya di Taekwondo. Setelah selesai berbicara dengan Davin seputar jadwal kegiatannya yang akan datang beberapa hari lagi, Salma memutuskan untuk kembali ke kelas.

Tidak banyak murid yang tinggal di dalam kelas jika sedang istirahat, semuanya pergi menghabiskan waktu makan siang mereka. Alya dan Dinda pun sudah berpencar dengan kekasih mereka masing-masing.

Salma berjalan santai menuju kursinya bersama Alya, gadis itu menaruh tumpukan kertas dispensasi untuk diantar ke ruang guru. Salma mengibas pelan lengannya sambil melirik jendela di sisi kirinya, cuaca hari ini sangat panas. Tangan gadis itu meraih ikat rambut hitam yang ia jadikan sebagai gelang, mengangkat rambutnya tinggi-tinggi lalu mencepol asal surai hitamnya.

"Sal, ada yang nyari tuh di depan," kata Rizal baru saja masuk ke dalam kelas sambil membawa semangkuk bakso.

Salma mengerutkan kening. "Siapa?"

"Pangeran katanya,"

Tidak mau ambil pusing, Salma segera berdiri dan menutup resleting tas hitam miliknya. Tak lupa gadis itu meraih kertas dispensasinya untuk diberikan pada Bu Asni, wali kelas XI IPA 1. Salma semakin dibuat bingung ketika tidak ada orang yang Rizal maksud. Keadaan depan kelasnya hanya ramai oleh beberapa murid yang melintas menuju kantin ataupun ruangan kelas mereka. Salma berdecak kecil, kenapa juga ia mempercayai omongan Rizal.

"Kamu, Salma Aurelya ya?"

Salma terlonjak kaget ketika pundaknya dirangkul oleh sebuah lengan kokoh, bahkan gadis itu sampai melompat saking terkejutnya. Salma menatap Arkan dengan pandangan merenggutnya, menepis pelan lengan pemuda Reynand itu lalu memberi jarak antar keduanya.

"Apaan sih lo,"

Arkan malah tersenyum menggoda, cowok itu meletakkan kedua tangannya di bawah dagu Salma seolah sedang bermain bersama anak kecil. "Uuu sayangnya gue masih galak aja,"

"Ck, diem nggak??"

"Gak mau." Arkan kembali merangkul Salma, mengajak gadis itu berjalan bersama tanpa melepaskan lengan kekarnya dari pundak Salma.

"Arkan, ini di sekolah!"

"Terus kalau di luar boleh nih rangkulan bebas kaya gini?" tanya Arkan sedikit menunduk untuk menatap Salma yang lebih pendek darinya, dan tersenyum manis.

Salma melotot penuh ancaman, melepas rangkulan sepihak tersebut dengan kasar lalu kembali melanjutkan jalannya tanpa menghiraukan Arkan.

"Kamu Milea, ya?" Salma mendengus mendengar kalimat yang sudah sangat familiar di telinganya.

"Gak kreatif,"

Arkan memajukan bibir bawahnya, sedikit merenggut karena Salma tidak bisa diajak bercanda sama sekali. "Dengerin dulu!"

"Hmm, apa?"

"Aku ramal kita akan jadian sebentar lagi."

Salma memutar kedua bola matanya malas, menghentikan langkahnya lalu menatap Arkan lurus dan datar. "Mimpi,"

"Idihhhh, kemarin dua hari gak ketemu aja urung-uringan!" teriak Arkan cukup keras, tidak sadar kini mereka sedang berada di koridor kelas sebelas.

Langkah kaki Salma langsung terhenti. Matanya tertutup rapat dengan mulut yang menahan rasa kesal. Sial, Salma lupa bahwa Davin sekarang sudah membangun aliansi bersama Arkan. Davin adalah sumber informasi tentang Salma. Dengan wajah yang memerah padam karena menahan malu kini ia menjadi pusat perhatian, Salma berjalan berbalik lalu menarik lengan Arkan cepat.

ARKANWhere stories live. Discover now