[CH 7] Nurut-nurut aja

1.1K 268 176
                                    

"Astaga, lo kenapa Won? Kok bisa lebam gitu lehernya?" Ujar jaebeom menyerobot.

Sunoo dan Kyungmin menatap khawatir penuh penasaran, ini tidak biasanya. Lebamnya bukan memerah lagi namun banyak bercak bekas garis darah dan membiru.

Jungwon berkilah sembari tersenyum santai, "Nggak kok. Ini bekas cakar kucing aja yang lagi berantem sama doggie."

"Tapi ini kayanya bukan dari binatang, gak mungkin sampe separah itu. Pasti ulah tangan orang kan? Ayo ngaku Wonie." Akhirnya Sunoo bersikap lebih tegas. Ia tidak ingin Jungwon mendapatkan kekerasan lagi oleh seseorang, kendati ia tak mengetahui siapa orangnya.

"Emang keliatan jelas? Aku udah pakai dalaman berleher lho."

"Wonie." Jungwon menatap Sunoo sedikit meluruh. Tidak bisa, mereka tidak boleh tahu.

"Gak percaya? Kalian gak percaya sama aku? Terserah aja."

Mereka bertiga meringis bingung, Jungwon hari ini sedikit sensitif rupanya dengan bekas leher itu. Mereka pun mencoba melupakan tudingan barusan, kemudian duduk di tempat sambil menunggu guru datang ke kelas.

Walaupun sesekali Kyungmin menatap punggung Jungwon dengan pandangan tak terartikan.

▪︎▪︎▪︎

"Ayo Noo."

"Hei! Jae, Min. Kita duluan ya."

"Hati-hati kalian!"

Sepeda berjalan menyusuri pekarangan sekolah, menatap penjaga sekolah yang tersenyum memandangi dua murid yang pulang memakai sepeda. Seperti mengingatkan ia dengan masa dulu. Bernostalgia karena mereka berdua tidak masalah bukan?

"Noo, kamu laper gak?"

Di senja menjelang malam, Sunoo menatap susuran trotoar khusus pengendara sepeda dengan melihat pohon juntaian helai daunnya berkelakar di tepi trotoar. "Emangnya mau ditraktir?"

"Iya, kalau kamu laper. Kita sama, aku juga laper."

"Makannya ditempat kerja sampingan aku aja, mau nggak?"

Jungwon mengernyit halus, Sunoo bekerja ditengah masih pelajar? "Kamu kerja? Buat apa, rumahmu besar. Keluargamu banyak sodara yang udah dewasa, ortu kamu juga punya profesi."

"Aku mau mandiri tanpa ambil uang dari ortu atau kakak-kakak aku. Siapa tau aku bisa bayar bulanan sekolah juga? Semakin menabung bisa aja cukup, walaupun sekolah masih dibayar sama ortu sih. Tapi seenggaknya, uang sendiri lebih enak dibanding meminta."

Jungwon terdiam, itu benar. Uang sendiri lebih enak dibanding meminta. Relung hatinya seolah mendapat cahaya.

"Aku boleh punya kerja sampingan kaya kamu disana? Biar kita bisa bareng buat dapetin gaji sendiri."

Sunoo tersenyum ceria, Jungwon tertarik rupanya. "Boleh aja kok! Nanti kita pulang pergi bareng pakai sepeda. Nanti ajarin aku juga ya, biar gak kamu aja yang jadi supir sepeda."

Jungwon menoleh sebentar pada Sunoo dengan memamerkan cengiran khas bercampur dimple nya. "Siap, tuan."

▪︎▪︎▪︎

"Makasih ya udah anterin aku tiap pulang sekolah, aku jadi gak enak. Pasti berat kan boncengin aku terus?" Sunoo merenggut bibirnya melengkung ke bawah. Jungwon tertawa jenaka, "Nggak lah. Aku suka kalau ada yang nemenin aku pulang, jadi gak sendiri."

"Kamu mau mampir gak nih? Takutnya istirahat dulu sambil minum?"

Jungwon menarik sudutnya kecil lalu menggeleng. Sunoo menarik helaan sejenak, "Yaudah, hati-hati Wonie. Bay bay!"

"Dahhh!"

Sebenarnya Sunoo hanya alasan saja dengan perkataan barusan, karena Sunoo sebetulnya ingin mengobati bekas lehernya Jungwon. Ia pun masih penasaran soal itu, mengapa ada lagi luka pada tubuh Jungwon?

Waktu ada dirumah Sunoo, ia baik-baik saja. Ia tidak paham, sungguh.

Sunoo masih berdiam ditempat sambil memandang jejak Jungwon yang sudah menghilang. Akhirnya ia membuka gerbang utama dan masuk ke rumah, Sunoo mencoba menghapus pikiran buruk tentang itu.

Sunoo berdoa agar Jungwon selalu baik-baik saja.

▪︎▪︎▪︎

Di rumah tidak ada Mama dan Papa, hanya para maid dan mungkin saja kakaknya ada disini.

Ia menyapa beberapa maid di ruang tamu yang sedang berjaga serta bebersih ruangan dan perabotan.

"Den Jungwon udah pulang ternyata, saya lupa buat siapkan air hangat. Maaf Den." Ucap salah satu maid merasa bersalah sembari membungkukkan setengah badannya.

"Nggak papa mba Hena, aku bisa sendiri."

"Oiya, kak Jun udah pulang juga mba?"

Mba Hena mengangguk pasti. "Iya, Den. Udah dikamar dari tadi. Mungkin jadwal kuliahnya hanya 2 jam kelas."

"Oke mba. Aku ke kamar dulu ya."

"Baik, Den."

Memang sebagian kalimat mba Hena betul, namun bukan di kamar sendiri melainkan kamar Jungwon. Yeonjun sedang duduk bersila di tengah ranjang sembari memainkan ponsel. Terdengar seperti bermain mobile game.

"Aku kira kakak ada di kamar sendiri."

Yeonjun terusik, jelas sedikit terkejut. Membuat permainannya di ponsel menjadi game over. "Anj*ng, bisa gak sih gausah ngagetin gue."

Sepertinya Jungwon mendapat masalah lagi dengan kakaknya.

"Suka-suka gue mau di kamar sendiri atau disini. Lo cuma numpang marga doang, inget gak tuh? Jadi gausah sok ngatur gue."

"Maaf. Yaudah jadi aku-"

Yeonjun menatap sinis pada Jungwon, "Lo di kamar mandi, jangan dibawah kasur. Sampe besok."

Jungwon melotot, masa iya selama belajar dan tidur di kamar mandi? Tidak etis sekali. "Kak Jun! Jangan gitu. Aku gak bakal ganggu kakak k-"

"Oon banget sih, gue bilang di kamar mandi ya di kamar mandi. Gausah bantah," Tiba-tiba tangan Yeonjun mencekik leher-tepatnya di area luka Jungwon. Adiknya meringis menahan sakit, tidak boleh keluar ringisan nanti Yeonjun akan tahu bekas lehernya dari ulah sang Papa. "Nanti lo tersiksa dibawah kasur karena gue suka injek-injek karpet. Mau badan lo gak sengaja terus kena injek? Udah baik gue bilangin di kamar mandi, ngeyel."

Jungwon memilih mengalah saja, hingga akhirnya cekikan itu terlepas dari lehernya. Benar-benar meresahkan batin. Lalu ia mengambil beberapa buku untuk besok ia pelajari, alat sekolah dan pakaian baru.

Jungwon ke kamar mandi tanpa melihat Yeonjun yang tertawa tanpa suara, seolah puas menjahili. "Bego banget sih jadi adek, nurut mulu sama gue. Payah."

.
.
.

[Tbc.]


And i'll see you guys in next chapter! Pay pay 💜

Best Regards,

© NovarrShinHye

[1] Sudah Menjadi Keluarga yang Baik? | I-LAND ft. ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang