[CH 13] Mengingat satu masa

2.1K 276 411
                                    

"Bunda?!!! Bunda Emi??!!!" Suara berderap langkah kaki seseorang meributkan suasana pada koridor ruang tengah.

Membuat sang empu yang sedang menyuapkan makanan pada anak lain, pun menengok dengan gesit kala sosok anak kecil yang begitu dikenalnya, menyangga kedua tangan dilutut seraya terengah-engah.

"Ada apa sayang?? Jangan lari-lari, kalau kamu sesak gimana? Bunda jadi khawatir." Pekik Bunda Emi dengan sehalus mungkin agar perkataannya tidak menyakiti anak kecil itu.

Anak kecil tersebut, Taeyong. Memberi gestur terburu-buru layaknya ia sedang dikejar serigala di hutan.

"Maaf Bunda, Tapi! Ada anak laki-laki kecil di luar panti! Taeyong mau membantunya untuk masuk kesini, karena tubuh dia penuh luka dan pakaiannya penuh hitam abu. Tapi dia berkicau ketakutan pada Taeyong. Bunda, tolong dia Bunda..." Jelas Taeyong penuh panik, gelisah, khawatir, itulah yang terpancar pada wajahnya yang peluh akan keringat.

Selepas Taeyong mengatakan semua itu, membuat Bunda Emi dirundung kekhawatiran. Bagaimana tidak khawatir, bila Bunda Emi selaku menjaga dan merawat anak-anak panti disini tak lantas membuatnya hanya bergeming?

Lalu Bunda Emi memberi amanah pada Taeyong untuk menjaga anak yang disuapi makanan olehnya. "Kamu disini aja ya, jaga Hyuka. Dia baru aja sembuh dari demam. Taeyong ngga boleh kemana-mana ya?"

Taeyong mengangguk cepat, ia melihat punggung Bunda Emi dari kejauhan dengan sedikit berlari. Lalu ia memegang tangan mungil Hyuka yang sedikit mendingin sehabis pulih dari demam. "Hyuka sama abang Taeyong disini ya. Bunda sedang jadi ambulans dulu, kalau udah nolongin orangnya nanti Hyuka bakal diajak main lagi sama Bunda. Mau abang Taeyong suapin sambil nunggu Bunda?"

Hyuka yang paham mobil ambulans saja, membuat ia mengangguk antusias. Setelahnya Taeyong tersenyum saat tangannya melanjutkan suapan pada Hyuka.

Dilain sisi, Bunda Emi menengok kanan hingga kiri di luar pekarangan namun sosok anak kecil yang dijelaskan Taeyong tidak terlihat pada pandangannya. "Taeyong berbohong padaku atau nggak?"

Tiba-tiba suara gemerisik mengusik kedua rungunya. Lantas ia mendekati arah tong sampah besar berwarna hitam.

Bunda Emi terkejut saat ia menemukan anak kecil yang dicarinya sedang berjongkok persis disamping tong sampah. Bajunya penuh lusuh bak hitam abu, rambutnya yang acak-acakan serta sekujur tubuhnya yang penuh luka.

Tanpa serangan apapun, kedua matanya seketika memanas seperti dihujani kilatan benda tajam ketika ia melihat sosok anak kecil yang butuh adanya pertolongan. Tanpa sadar ia memanggil, "N-nak?"

Hal itulah yang membuat atensinya terlihat, wajah anak itu penuh memerah bekas darah. Menggigil kala sosok Bunda Emi ada tepat dihadapannya. "Ng-nggak!! A-angan dekat-dekat! Unie dah kabul, Unie gak unya uang! Tolong a-angan bunuh Unie."

Seakan diberi sejuta listrik, Bunda Emi membeku. Anak ini sepertinya baru saja mengalami kejadian parah. "Aku gak akan bunuh kamu kok. Gak akan mencuri uangmu. Tolong tenang, aku orang baik." Yakinnya sembari mencoba menyematkan jemari mungil itu pada tangannya.

Namun tangannya dihempaskan. Anak itu menggumamkan diri, kedua tangannya menutup telinga yang berdengung seakan merusak area sensitifnya.

"Ya Tuhan. Nak?! Jangan seperti ini. Aku betul-betul orang baik, hiks tolong jangan sakiti diri kamu, sayang." Bunda Emi akhirnya meluruhkan air mata pada pelupuknya yang sejak tadi sudah ia tahan.

Tak lama, anak kecil itu berangsur surut akan ketakutan. Ia mencoba mendongak, merasa bersalah ketika menatap Bunda Emi yang menangisi dirinya. "M-maaf ibu! Unie alah, Unie alah. Hiks! Halusnya Unie nggak main auh-auh ma akak. Unie alah, umah kita diculi, umah kita ada bakal-bakal. Hiks."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[1] Sudah Menjadi Keluarga yang Baik? | I-LAND ft. ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang