32 - Permintaan Tertolak.

2.3K 405 70
                                    

Jangan singgah jika tak sungguh.

***

"

GUE cabut duluan, bray." Gibran yang duduk di tribun lapangan indoor pun mengangguk ketika teman basketnya menepuk punggungnya, menandakan ia pamit untuk berganti baju lebih dulu.

Gibran mengelap peluh keringatnya dengan telapak tangannya, sembari menatap beberapa siswa yang masih asik memantulkan bola basket di lapangan.

"Nggak ganti baju?" Gibran terkejut ketika seorang perempuan duduk di sampingnya.

Gibran langsung bangkit, berniat pergi sebelum ia naik pitam, lagi. Namun Airel menarik tangannya dan memintanya untuk duduk kembali.

"Gue tau lo belum makan dan nggak bawa minum, kan? Duduk dulu, gue bawa makanan." Airel menyodorkan sebungkus roti coklat beserta air mineral.

"Gue bisa beli sendiri." ujar Gibran menolak. Padahal Gibran memang sedang menahan lapar, akibat ia harus menghemat uang jajan karena tentu keuangannya tak seperti waktu ia berada di rumahnya.

"Lo boleh marah sama gue, tapi tolong jangan tolak makanannya. Lo butuh, gue tau itu, Gib."

"Buat lo, gue nggak laper." sangkal Gibran, lagi.

"Terima aja. Di makan ya, gue mohon." Airel langsung menaruh roti beserta air minum itu ke arah Gibran membuat cowok itu mau tak mau menerimanya.

"Jangan sok baik, lo tetep nggak akan bisa merubah keputusan gue." cerca Gibran tanpa melihat Airel, dan fokus pada lapangan di depannya.

"Kalau emang lo nggak bisa maafin gue, setidaknya gue bisa nebus kesalahan yang udah ngehancurin hati lo."

"Nggak perlu. Gue nggak butuh lo, dan seharusnya lo nggak butuh gue di hidup lo. Gue mau lo hilangin perasaan lo. Secepatnya."

"Hati nggak bisa di atur-atur, Gib. Gue nggak bisa maksa hati gue buat pergi dari lo gitu aja."

Gibran menghela napas panjang. "Ngapain masih berharap? Gue nggak bakal bales perasaan lo."

Airel mencoba untuk tersenyum, merendam semua rasa sakitnya. "Gue sadar, perasaan gue nggak butuh untuk di bales, tapi yang mau lo tau kalau gue beneran sayang sama lo, Gib,"

Gibran tertawa miris. "Hati batu kayak lo bisa sayang sama orang lain?"

Airel menghembuskan napas pelan. "Gue juga nggak percaya, gue udah nutup hati gue serapat itu, tapi karena lo, perlahan gue sadar kalau nggak ada gunanya kita terus-terusan terkurung sama lingkaran yang kita buat sendiri,"

"Gue inget dimana lo bantu gue keluar dari masalah gue waktu itu, dimana gue masih sekeras batu, nggak tersentuh, lo rangkul gue dan jadiin gue anggota Asgard. Disana gue ketemu temen yang bener temen, tanpa memandang apapun. Gue di perlakuin sangat baik."

"Waktu dimana gue makin deket sama lo, disitu juga lo selalu memperlakuin gue layaknya ratu, Gib. Lo mau tau kenapa gue pura-pura nggak sadar? Karena gue takut, takut kalau gue jatuh ke lubang yang salah. Salah gue juga terlambat buat sadar sama perasaam gue sendiri."

"Tapi lo tau? Gue nggak pernah nyesel jatuhin perasaan gue ke lo, karena gue tau lo nggak sekeras ini. Gue tau hati lo nggak akan mampu nyakitin gue sejauh ini, iya kan?"

Gibran terdiam, cowok itu terlihat berpikir. "Kenapa gue nggak mampu? Bahkan gue bisa nyingkirin lo sejauh mungkin."

"Intinya, gue tetep sayang lo, mau di bales ataupun nggak, gue nggak peduli, Gib." Gibran menatap Airel, mendengar ucapan itu keluar dari bibir Airel membuat hatinya bergetar sekaligus sakit. Ia tahu cewek itu sangat berat mengatakannya, ia pasti mengesampingkan egonya sendiri demi mengatakan hal itu.

DEAR US (SELESAI)Where stories live. Discover now