35 - Solidaritas.

2.1K 419 126
                                    

Punya temen sedikit itu nggak papa yang penting selalu ada, dari pada banyak tapi bertopeng semua

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Punya temen sedikit itu nggak papa yang penting selalu ada, dari pada banyak tapi bertopeng semua.

***

"AIREL kamu dapet skors 2 hari." Bu Deli menghela napas panjang lalu melanjutkan. "Untuk kamu Gilang, maaf, kamu harus berurusan sama kepala sekolah untuk pengeluaran dari sekolah. Karena tindakan yang kamu lakukan itu sama sekali tidak bisa di anggap wajar." Gilang, cowok itu hanya bisa diam, hatinya merasa sangat dendam kepada Airel, Darlena, dan Gibran. Tentu ia akan membalas itu suatu hari nanti.

"Tolong jangan skors Airel, dia yang nyelamatin saya, Bu." Darlena menyahut, merasa tidak terima, karena kemaron dengan jelas Airel telah berhasil menyelamatkannya.

"Airel tetap masuk pelanggaran kekerasan. Jadi, mau tidak mau harus tetap skors 2 hari." Airel hanya diam, cewek itu bahkan tak tahu harus berkata apa lagi untuk membela dirinya. Rasa kesal ada, entah perjuangannya kemarin malah berdampak pada dirinya sendiri.

"Tapi, Bu, kalau nggak ada Airel saya bisa kehilangan masa depan saya. Airel berperan besar sama masalah saya kemarin." Darlena masih berusaha membantah.

"Darlena, ini keputusan dari sekolah. Tolong tetap diikuti. Kekerasan tetap kekerasan."

Darlena masih terkejut mendengar itu, peraturan yang menurutnya sama sekali tidak benar. Cewek itu menatap Airel yang hanya diam. "Rel, kok kamu diem aja, sih? Kamu nggak salah--"

"Ngapain lagi sih, Dar? Buat apa terus ngelak kayak gitu? Percuma." Gibran, yang juga ada disana sebagai saksi ikut terkejut mendengar penuturan Airel, cewek itu bahkan tak ada keinginan untuk membela dirinya sendiri.

"Tetep hukuman itu nggak adil, Bu. Tanpa ada Airel mungkin--" Perkataan Gibran terpotong.

"Saya terima hukumannya dengan senang hati." Airel lantas berdiri, lalu beranjak pergi dari sana. Darlena yang masih tak terima pun ikut bangkit, diikuti oleh Gibran.

"Rel! Kamu nggak salah, kenapa kamu diem aja?" Darlena meraoh tangan Airel, hingga cewek itu berhenti dan menatapnya.

"Mau gue salah atau nggak, hukuman tetep hukuman. Gue udah biasa."

"Ta-tapi--"

"Jaga diri lo aja baik-baik, jangan sampe pelecehan itu terjadi lagi." Airel mengusap pundak Darlena, memberikan keyakinan kalau ia memang tak mengapa.

Sebelum Airel benar-benar berbalik pergi, ia kembali di hentikan. "Makasih."

Airel menoleh, menatap Gibran yang baru saja mengatakan hal itu. "Makasih, tanpa lo mungkin Darlena bakal kehilangan masa depannya." lanjut Gibran.

Gibran tak menanyakan soal dirinya? Atau sekedar menanyakan apakah ia baik baik saja? Tidak, itu ekspetasi yang terlalu tinggi.

Airel menyelipkan anak rambutnya ketelinga, lalu memaksakan diri untuk tersenyum. "Tugas gue. Gue nggak mungkin diem aja ngeliat perempuan di lecehin."

DEAR US (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora