"Kau sudah bangun?" Tanya Latisha ketika melihat Arual menghampirinya di pantry.
"Kepalaku pusing." Rengek Arual sambil memijit-mijit kepalanya. Rambutnya yang ikal bergelombal menyala tetap terlihat anggun meski baru bangun tidur. Bintang ternama memang beda, pikir Latisha.
"Siapa suruh minum-minum? Ini air madu. Minumlah. Aku sudah memanaskan scotel smoked beef yang kau bawa. Kau tinggal menyajikannya saja. Aku pergi dulu ya. Pastikan kau telepon asistenmu sebelum kau berencana tidur kembali."
"Kau cerewet sekali. Dan mau kemana kau pagi-pagi?" Tanya Arual sembari menarik baki alumunium foil scotel yang bau keju dan beefnya sangat menggoda.
"Ini sudah jam 9 Madam dan aku harus wawancara kerja. Apa kau ingat? Kau memasukkan CV ku ke perusahaan pacarmu."
"Oh, itu. Jangan khawatir. Kau pasti akan lulus. Wawancara itu hanya formalitas. Aku sudah bicara pada HRDnya. Perusahaan itu akan menerimamu. I guarantee that."
"Owh, Arual. Kenapa aku punya malaikat sebaik dirimu?" Peluk Latisha sesaat karena lalu menyadari bau alkohol yang menyeruak dari mulut malaikatnya.
"Karena Tuhan tahu kau akan membalas kebaikanku suatu hari nanti. Bukan begitu?"
"Tentu saja. Apapun akan aku lakukan untukmu my dear Arual." Sahut Latisha sambil menyampirkan tas bermerk bekas yang sangat ia sukai. Hey! Setidaknya itu bermerk.
"Good. Now off. Jangan sampai terlambat."
Latisha merangkul bahu Arual sekali lagi dan mengecup pipi kiri sahabat baiknya itu.
"You're the best."
Dan Latishapun pergi meninggalkan malaikat cantiknya yang kemudian mulai memotong scotel yang ia beli dari toko pastry ternama.
***
Latisha melompat-lompat kegirangan di dalam lift setelah mendapatkan ucapan selamat bergabung dari petugas HRD perusahaan. Persis seperti yang dikatakan Arual. Dia pasti akan diterima kerja. Dan per besok, Latisha si Artis kacangan akan beralih profesi sebagai sekretaris junior seorang CEO. Mendengar nama jabatannya saja Latisha sudah merasa seperti orang penting. Sekretaris Junior CEO. Bukankah itu terdengar hebat?
Ting.
Latisha yang masih melompat-lompat auto berhenti ketika pintu lift yang ia naiki terbuka dan mencoba bersikap setenang mungkin saat melewati pengguna lift yang masuk setelah ia melangkah keluar. Dia tidak tahu saja, kalau orang monitor CCTV lift sedang menertawakan tindakannya.
Pukul 12.30
Latisha tiba di apartemen dan mendapati keramaian di sana. Sepertinya tim management Arual sudah datang. Dan benar, Latisha melihat sang manager yang sibuk berbicara di telpon, make up artist yang sedang sibuk dengan wajah Arual, ada juga hair stylist dan si Asisten latah yang selalu menemani Arual saat ada kegiatan.
"Oi, Latisha. Rambut kamu udah mulai panjang. Wanna cut Babe?" Tawar hair do Arual yang selalu mengucapkan nama Latisha dengan ala-ala Italia yang sangat berlebihan.
"Hmm. Boleh, potong bob ya, biar kelihatan rapi."
"Sure. Bentar ya, aku urus Queen dulu. Tinggal bentar kok."
"Santai saja. Kalian sudah pesan makan siang? Mau aku yang pesenin?"
"No no no. Kami udah terlambat. Begitu Arual rapih, kita mau langsung cus ke bandara. Ada pemotretan di Bandung dan gala dinner malamnya. Kinda busy today."
Latisha mengangguk mendengar ocehan sang manager. Sedang Arual hanya terdiam. Ketika make up, dia pantang berbicara.
*
Tak lama Arual dan timnya pergi kecuali fashion stylist dan hair do. Latishapun tanpa sungkan menikmati gilirannya potong rambut gratis sebelum mereka kembali ke markas mereka masing-masing. Sang Fashion stylist yang adalah wanita kurus kering menawarkannya pakaian, tapi tidak. Gaya pakaian Arual yang berani bukanlah gaya berpakaiannya. Dia hanya akan memotong rambutnya dan itu sudah cukup baginya.
*
"You know. Kamu itu ayu, well, agak chubby tapi tetap cute. Asal kamu perawatan seperti Queen, aku rasa pasaran kamu pasti naik." Ucap sang hair do yang adalah lady boy, sembari memangkas rambut sepunggung Latisha yang akan dipotong bob.
"Tapi aku nggak hoki jadi artis. Aku nggak punya aura bintang kayak Queen. Anyway, aku akan jadi pekerja kantoran dan mempertahankannya sebisaku." Balas Latsiha penuh keyakinan, walau jujur, dia tidak yakin berapa lama dia sanggup mempertahankan pekerjaan kantorannya itu.
"Hmm. Okelah. Good luck ya."
Latisha menatap tampilan barunya di cermin. Dia memang tidak secantik dan semenawan Aural, tapi dia sangat puas dengan tampilannya yang sekarang. Fresh dan terlihat percaya diri. Latisha tersenyum. Entah kenapa dia merasa akan betah di tempat kerja barunya nanti. Apapun yang akan terjadi.
***
"Hey rambut bob, kau diterima kerja? Sekretaris junior, huh?"
Latisha seperti biasa agak terkejut ketika pria tampan itu lagi-lagi mengganggu mimpi damainya. Meski begitu, Latisha tak keberatan diganggu oleh si Tampan.
"Yup! Apa kau pikir semua akan baik-baik saja?" Tanya Latisha sambil menatap pria tampannya dengan mata yang berkilat. Membuat si Tampan merasa geli.
"Tentu. Asal kau positif thinking, semua akan baik-baik saja."
Latisha mengangguk percaya. Ya. Semua pasti akan baik-baik saja.
"Hey, aku memimpikanmu lagi. Tiga kali berturut-turut." Ucapnya membuat si Tampan mendelik.
"Tidak mengejutkan."
"Berarti kita jodoh."
"Seperti kata orang." Si Tampan kini sudah terkekeh bahagia. Latisha selalu saja polos dan menggemaskan.
"Apa menurutmu aku akan bertemu denganmu di dunia nyata?"
"Entahlah. Apa kau bisa mengingat wajahku saat kau terbangun nanti?"
"Rasanya tidak." Jawab Latisha kecewa.
Si Tampan terkekeh lagi. "Lalu bagaimana kau bisa mengenaliku kalau kau bahkan tak bisa mengingat wajah tampanku ini?"
"Uhmm."
Pria tampan berpakaian putih itu menarik pundak mungil Latisha dan mengangkat dagu wanita pendek itu. Latisha menatap si Tampan dengan rasa penyesalan yang besar. Sepertinya mimpi hanya akan menjadi sebuah mimpi.
"Jangan bersedih. Lagipula kalaupun kau bisa bertemu dengan wajah tampan ini, belum tentu aku sebaik aku yang sekarang. Kau belum tentu menyukaiku yang di dunia nyata. Bukankah begitu?"
Latisha mengerucutkan bibir dan menghela nafas. Si Tampan benar. Pria tampan dan menawan di hadapannya ini hanyalah karya cipta imajinasinya. Dalam dunia nyata tak ada Si Tampan yang sempurna ini.
"Kau tahu. Kalaupun nanti aku tidak mengenalimu, kurasa hatiku pasti bisa merasakan keberadaanmu."
Si Tampan menarik tangan dan alisnya bersamaan. "Oh ya?"
"Ya. Saat ada wajah yang membuatku membeku, waktu terasa berhenti, kurasa saat itulah aku menemuimu."
"Okay. Lalu kalau bukan pria idamanmu bagaimana?" Tanya si Tampan dengan melipat tangannya di dada.
"Well, akupun bukan wanita idaman. Jadi entahlah. Biar Tuhan yang mengaturnya. Benarkan?"
"That's my girl." Kecup Si Tampan yang lalu meraup Latisha dalam pelukannya.
Itu adalah kali terakhir Latisha memimpikan si Tampan. Karena hari-hari berikutnya, Latisha hanya tidur dengan tenang sebelum badai datang menyapanya. Bukankah hidup memang seperti itu?
Bagaimana denganmu? Apa kalian siap jika badai kehidupan datang tanpa diundang?

YOU ARE READING
BUKAN ISTRI IDAMAN
RomanceTentang dia yang berjuang sendirian. Tentang dia yang tak pernah diidamkan. Tentang dia yang mencintai tapi tak dicintai Latisha artinya kebahagiaan yang besar, tapi kenapa kebahagiaan justru tak pernah menyapanya? Tentang dia... Latisha Fimay