Dua bulan kemudian.
"Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat?" Tanya CEO perusahaan tempat Latisha bekerja, usai mereka makan siang bisnis bersama kolega perusahaan.
"Saya baik-baik saja. Hanya sedikit pusing. Bapak juga kelihatan pucat. Apa Bapak baik-baik saja?"
Latisha melihat senyum getir atasannya. Sungguh itu mengiris nurani Latisha. Dia bukannya tak tahu apa yang mungkin sedang dialami Bossnya itu.
"Apa kau tahu rasanya mencintai seseorang tapi orang itu justru membencimu?"
Kali ini Latisha lah yang tersenyum getir. Tentu saja dia tahu. Dia lebih dari tahu akan hal itu.
"Tidak ada yang sekeras sekaligus selembut hati. Siapa yang tahu kapan rasa benci itu akan berubah jadi cinta. Bukankah begitu?"
"Tapi bagaimana kalau kita telah melakukan kesalahan yang mungkin tidak akan ia maafkan?"
Latisha tersenyum. Lihatlah betapa tulusnya pria yang sedang dikerjai Arual dan Wira. Pria dihadapannya ini akan menang. Latisha yakin akan hal itu. Ini sudah dua bulan dan mereka belum mendapatkan hasil apapun.
"Tidak ada kesalahan yang tidak dapat dimaafkan. Itulah kenapa dinamakan kesalahan, kalau disengaja itu namanya kesengajaan, pak."
Kini pria matang di hadapan Latisha tersenyum tenang. Apa kata-kata Latisha telah membuatnya lebih baik?
"Kau benar. Kau tahu. Aku ini anak tunggal, tapi memiliki sekretaris sepertimu membuatku merasa memiliki seorang adik."
Mata Latisha tergenang. Lihatlah apa yang dilakukan pria yang tengah ia jebak ini. Di saat Latisha berakting agar mendapat jepretan yang bagus, pria matang ini malah menganggapnya sebagai adik.
"Hey, what happen?" Tanya Si Boss sembari memberikan tissue pada sekretaris juniornya yang di posisikan di lapangan alias menemaninya saat ada meeting luar.
"Anda mengatakan seorang yatim piatu seperti saya adalah adik anda. Bagaimana saya tidak terharu? Jangan khawatir Anda akan bahagia. Semua akan baik-baik saja. Orang tulus seperti anda, Tuhan pasti akan melindungi."
"Dasar cengeng. Cepat rapikan berkasmu. Aku akan pulang lebih cepat. Istriku terlihat murung akhir-akhir ini, aku akan menemaninya."
'Tidak akan kubiarkan mereka memisahkan anda dan istri anda pak. Aku tidak akan membiarkannya. Aku sendiri yang akan memastikannya.'
***
Keesokkan harinya.
Wira sedang berada di rumah sakit menemani ibunya, dan juga menjenguk wanita yang selama ini mengisi hatinya. Dia baru saja masuk ke pintu lobby ketika dia melihat Latisha yang sepertinya baru selesai menebus obat, entah obat apa.
Wira bisa melihat Latisha terkejut tapi wanita itu dengan cepat menguasai dirinya. Dengan cepat ia menundukkan wajahnya dan berpura-pura tidak melihat Wira. Yang benar saja.
Wira yang tiba-tiba merasa gemas menarik lengan Latisha hingga plastik obat yang dibawa wanita kikuk itu terjatuh.
"Apa kau gila?"
Wira hanya berdiri sambil melipat tangannya di dada. Menikmati tontonannya. Apa sakit wanita di hadapannya ini parah? Kenapa obatnya sangat banyak?
"Apa begitu caramu menyapa pria yang pernah berbagi malam denganmu? Kau bahkan menganggapku tak ada."
"Bukan urusanmu. Minggir."
Wira tahu tidak seharusnya dia mengganggu wanita galak yang jelas berpura-pura tidak tertarik padanya itu, tapi mungkin ini bisa sedikit menghibur dirinya yang sedang kesal. Bagaimana tidak? Sudah dua bulan dan rencananya untuk merebut kembali kekasihnya masih belum membuahkan hasil. "Kau sakit?"
"Bukan urusanmu. Urus saja rencana jahatmu dengan Aru. Aku sudah dua bulan difoto untuk rencana jahat kalian, aku bahkan dipaksa agar terlihat intim difoto, tapi lihat, betapa wanita yang kau cintai itu tak terpengaruh sedikitpun. Apa kau yakin dia mencintaimu?"
Wira yang tadinya gemas naik pitam. Ia pun mencengkram lengan Latisha yang membuat Latisha meringis kesakitan.
"Tutup mulutmu. Kau tidak tahu apa-apa. Apa kau tahu? Istri Bossmu itu keguguran dan aku serta teman licikmu akan memanfaatkannya untuk memisahkan mereka. Lihat saja! Boss kesayanganmu itu pasti akan menceraikan istrinya, dan aku akan menjadi sandarannya."
Mata Latisha terbelalak. Rencana keji apa itu? Keguguran? Ya Tuhan!
"Kenapa kau diam sekarang? Kau sudah jadi anak baik dengan berakting sekelas oscar, dan jangan khawatir, kau bisa bebas sebentar lagi. Aku dan Nayla akan bahagia di Prancis, sedang kau dan Arual, seperti katamu. Bukan urusanku." Ucap Wira dingin lalu menghempas lengan kurus Latisha. Membuat Latisha membeku di tempat.
'Tidak. Ini tidak benar. Apa aku sudah terlambat?'
Latisha melangkah dengan cepat. Ada yang harus ia temui.
***
Di sebuah cafe.
"Maaf meminta anda datang secara mendadak."
Seorang pria berpakaian serba hitam duduk di hadapan Latisha. Pria itu tak mengenal Latisha, tapi Latisha mengenalnya, karena dialah merekomendasikan pria itu kepada atasannya. Detektif swasta terbaik yang direkomendasikan di situs rahasia online ternama.
"Tidak masalah. Bukankah anda sekretaris pak Fabian? Apa ada yang bisa saya bantu?"
Dan mengalirlah semua. Wira dan Arual boleh yakin mereka akan menang, tapi Latisha yakin, kebenaran akan selalu selangkah di depan. Mungkin setelah ini Pak Fabian akan membencinya, Arual akan menendangnya ke jalan, dan Wira, ah sudahlah, Latisha tidak ingin berharap apapun dari pria jahat itu. Dia hanya ingin terbebas dari kebusukan mereka dan Latisha berharap, dia belum terlambat.
Author note :
Jujur aku suka cover yang ada di promote, cuma takut kena copyright karena pakai artis Indonesia 😂😂 Tahu sendiri warga +62 suka meributkan hal sepele😞😝😝. Jadi demi kesejahteraan bersama 😂😂 Ganti deh 😢😤
Btw, aku tulis buku kedua di cover, biar yang terlanjur baca duluan & agak bingung dengan alurnya bisa cek dulu buku satu gitu 😂😂
Sumpah, ini chapter flat gak ada rasa pisan, tapi harus ada, bagaimana dund? 😞😞😂😂😂😂😝😝😝😝😝
See you next chapter 😝

KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN ISTRI IDAMAN
RomanceTentang dia yang berjuang sendirian. Tentang dia yang tak pernah diidamkan. Tentang dia yang mencintai tapi tak dicintai Latisha artinya kebahagiaan yang besar, tapi kenapa kebahagiaan justru tak pernah menyapanya? Tentang dia... Latisha Fimay