Gadira [part8]

236 88 47
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-o0o-

Tanggal 12 November hari yang ditunggu-tunggu. Hari yang mana di peringati sebagai hari ayah.

Selama tiga hari ini Adira sudah menyiapkan pidato singkat tetapi sangat menggambarkan bagaimana perasaannya.

Adira memandang wajahnya pada pantulan cermin, ia menggunakan baju dan rok yang terbilang simpel tapi menawan dengan rambut yang tergerai indah.

Sedikit memoles bibir mungilnya agar tidak terlihat kering, "Perfect!"

Adira berjalan mendekat ke arah panggung ia mengintip di balik celah melihat apakah Papa dan Mama nya hadir. Matanya menatap ke semua orang beda di dalam aula namun nihil.

Menekan dua belas nomor yang sudah di luar kepalanya, "Halo Ma," ujar Adira.

"Ini Papa, kenapa?" suara bas terdengar dari sebrang sana.

"Pa-Papa," mendadak Adira menjadi gugup.

"Kenapa?" ulangnya.

"Papa engak balik ke Bandung?" tanya Adira mengecilkan suaranya.

"Papa masi ada kerjaan, kenapa?"

"Adira hari ini lomba," cicitnya.

"Papa tau."

Adira menarik kedua ujung bibirnya membuat lengkungan manis, "Teryata Papanya masi ingat."

"Papa enggak pulang buat nonton Adira tampil?" ujarnya.

"Buat apa?" pertanyaan itu membuat Adira kembali menurunkan lengkungan manis bibirnya.

"Kalaupun Papa kesana kamu yakin bakal menang?" ucap suara bas tersebut membuat Adira menjadi down.

"Papa tidak yakin kamu belajar dengan benar selama papa, mama tidak dirumah." kekeh sang Papa.

"Pulang malam dengan laki-laki, benar Adira?"

"Adira pulang kerja kelompok pa," sanggah Adira.

"Sampai malam? dengan laki-laki? kerja kelompok apa? coba jelaskan?" terdengar nada sebuah tuntutan dari sang Ayah.

"Pa-" ujar Adira terpotong.

"Sekarang terserah kamu, Papa tidak akan perduli lagi dengan apa yang kamu lakukan."

Air mata Adira jatuh saat itu juga ia mengusap dengan kasar tak perduli dengan penampilannya sekarang.  "Papa masih banyak pekerjaan harusnya kamu tau."

Adira mengangguk bersamaan dengan air matanya yang terus berjatuhan. "Kamu harusnya paham, Papa tidak akan datang hanya untuk lomba kamu."

"Sia-sia, pokus ke lomba kamu. Tunjukan jika kamu benar-benar belajar, papa tidak suka ucapan tampa bukti."

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang