Gadira [part33]

131 30 33
                                    

Takdirnya bertemu tapi tak bersatu.

-o0o-

Coba bayangkan ketika ayahmu meninggalkan ibumu demi wanita lain, kamu suka? Jelas tidak. Begitu juga yang Adira rasakan saat ini.

Adira sudah memutuskan untuk selalu mendukung apa yang akan di putuskan Mamanya walaupun ada ketidak relaan dalam hatinya yang terdalam.

Sarapan terasa amat hampar pagi ini apalagi ditambah hubungan mereka yang di renggang kehancuran.

"Makan Ra," tegur Seren dengan senyuman.

Adira mengangguk kecil bahkan di saat seperti ini Mamanya masih bisa tersenyum seperti itu.

"Aku mau ngomong empat mata," ujar Seren ketika mereka selesai makan malam.

"Ya."

Zaim memberi kode pada Latifa lewat gerakan matanya Latifa mengangguk meninggalkan mereka berdua larat mereka bertiga diikuti Anan dan Anna dibelakang.

"Adira?" tanya Zaim.

"Biar," ujar Seren.

Zaim mengangguk menunggu Seren mengatakan sesuatu, "Kenapa?"

"Aku mau kita pisah."

Zaim sedikit terkejut mengubah wajahnya sedatar mungkin menatap Seren yang tampak melihatnya lurus.

"Kenapa?"

"Papa budeg ya?" jawab Adira.

Zaim menoleh pada gadis yang berada di samping Seren. Gadis itu menatap nyalang ke arahnya tampa rasa takut.

"Oke, kamu minta cerai aku setuju." Jawab Zaim tampa dosa membuat kebencian Adira semakin menguat.

"Tapi, hak asuh Adira ada ditangan aku." Lanjut Zaim membuat kedua perempuan tersebut menatapnya.

"Apa!?"

"Ya, kamu sama Papa." Ujar Zaim.

"Gak." Tolak Adira mentah-mentah.

"Udah ada Anan sama Anna, kenapa harus Adira juga?" tanyanya dengan nafas mulai mengebu.

"Kamu bisa mengajari Anan," ujarnya santay.

"Ha?" beo Adira.

"Ya, menurut Papa Anan tak sepintar dirimu jadi kamu bisa mengajari nya."

"Apa Papa berubah jadi orang miskin sekarang sampe engak sanggup bayar guru les?" kekehnya.

"Jika ada kamu kenapa tidak? Sayang uang yang saya gunakan untuk bayar belajar kamu selama ini jika tidak dimanfaatkan."

"Bajingan!" maki Seren menatap tajam ke arah Zaim.

Zaim terkekeh, "Benar kan?"

"Adira kira dulu Papa bayar les Adira karna bentuk keperdulian Papa teryata-"

"Itu dulu sekarang konsepnya berbeda." Potong Zaim.

Adira memalingkan wajahnya, "Aku pernah mengira tentang seseorang yang seakan-akan terlihat sangat mencintai ku, namun teryata di sisi lain ia sebenarnya mencintai orang lain."

Zaim berhedam, "Carilah yang sepaham, karena yang sejalan belum tentu memahami."

"Dan sepertinya kita tidak termasuk, carilah laki-laki yang lebih baik." Ujar Zaim.

Adira mengepalkan tangannya ia adalah saksi perpisahan Mama dan Papanya sendiri. Ia marah, kecewa, emosi menjadi satu tapi tak ada yang bisa ia lakukan disini.

GadiraWhere stories live. Discover now