7

875 211 10
                                    

Minjeong turun dari mobil Eric ketika mereka sampai di depan gedung apartemen tempat Minjeong tinggal.

"Yakin nih gak mau mampir dulu?" tanya Minjeong.

"Kapan-kapan ya? Aku mau nganter Mama ke rumah nenek." jawab Eric sembari menunjukkan cengirannya.

Minjeong pada akhirnya mengangguk sekaligus tersenyum. "Oke, salam ya buat Mama."

Pada akhirnya mobil Eric berjalan meninggalkan gedung apartemen Minjeong. Membuat Minjeong akhirnya masuk ke dalam.

Sekarang sudah pukul enam sore, Minjeong pulang lebih cepat dari biasanya. Dan khusus hari ini Minjeong diantar oleh Eric karena Minjeong gak bawa mobil.

Ketika Minjeong sampai di depan unit apartemennya, Minjeong menoleh sekilas ke unit apartemen Sungchan yang sunyi dan terkunci rapat. Minjeong ingin bertanya kepada Sungchan mengenai wawancara asisten dosennya hari ini. Dan sekaligus mau ketemu sama Chan juga.

Tapi Minjeong mengurungkan niatnya, takutnya malah mengganggu Sungchan. Atau juga bisa-bisa Sungchan belum pulang.

"Mamiiii, Minjeong pulang!" kata Minjeong sambil meletakkan sepatunya di rak.

"Udah makan?" tanya Mami.

"Udah tadi, sama Eric." jawab Minjeong.

Minjeong memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan segera mandi. Setelah Minjeong bersih-bersih dan mengganti pakaiannya, Minjeong berniat untuk belajar belajar untuk praktikum histologi besok.

"Ah anjir, atlas histologi nya kan di mobil." keluh Minjeong ketika menyadari atlas histologi yang ia beli di toko buku tempat Sungchan bekerja itu masih di dalam mobilnya.

"Miii, aku ke parkiran dulu yaa. Atlas histologi ku ketinggalan di mobil." kata Minjeong sembarih meraih kunci mobilnya di laci ruang tamu.

"Hati-hati." pesan Mami.

Setelah mengenakan cardigan dan mengenakan sendal santainya, Minjeong keluar dari unit apartemennya. Baru melangkahkan kaki ke luar, Minjeong sudah mendengar suara tangisan bayi.

"Chan?" tebak Minjeong ketika mendengar tangisan bayi yang semakin menjadi-jadi itu.

Minjeong mengetuk pintu unit apartemen Sungchan. Tak perlu waktu lama untuk pintu apartemen itu terbuka.

Minjeong melihat Sungchan yang terlihat sangat kebingungan. Rambutnya acak-acakan. Minjeong merasa ada yang tidak beres.

"Gue tadi mau ke bawah, terus denger Chan nangis. Kalian baik-baik aja?" tanya Minjeong.

"Chan dari tadi gak berhenti nangis. Gue gak tau kenapa." jawab Sungchan.

"Gue boleh masuk gak?" tanya Minjeong.

Sungchan menggangguk sebagai jawaban, lalu ia membuka pintu rumahnya. Sebagai tanda ia mengizinkan Minjeong untuk masuk.

Minjeong masuk ke kamar Sungchan dan melihat Chan berbaring di atas kasur kamarnya. Begitu menghampiri Chan, Minjeong langsung memegang pipi anak itu. Minjeong langsung terbelalak.

"Sungchan lo gimana sih?! Ini adek lo demam! Ya pantes aja dia rewel!" omel Minjeong.

Sungchan mengusap kepalanya frustasi. Ia sudah menduga kalau Chan pasti tidak enak badan. Tapi sungguh, Sungchan tidak tau harus berbuat apa jika Chan sakit.

"Ayo, bawa Chan ke rumah sakit. Biar gue anter." kata Minjeong.

"Jangan." tolak Sungchan.

"Lo gila ya?! Kalo Chan gak ditanganin dia bisa kenapa-kenapa! Emangnya lo bisa nanganin?" omel Minjeong lagi.

"Gue gak punya duit, Minjeong." balas Sungchan.

"Ya terus?! Gue yang bayar! Buruan!"



"Selamat malam Dokter Jinyoung." kata Minjeong kepada Dokter Jinyoung yang hendak masuk ke UGD.

"Selamat malam, Kim Minjeong. Siapa yang sakit?" tanya Dokter Jinyoung.

"Tetangga saya, Dok. Umurnya 2 tahun. Tolong ditangani ya, Dok." jawab Minjeong.

"Baik, saya periksa dulu ya. Kalian bisa menunggu di luar." kata Dokter Jinyoung.

Baik Minjeong dan Sungchan kini tengah menunggu di luar UGD. Minjeong dapat melihat Sungchan terlihat risau sembari mondar-mandir di depan UGD.

"Sungchan, lo tenang aja ya. Chan pasti baik-baik aja kok." kata Minjeong sembari meminta Sungchan untuk duduk dan menenangkan diri.

Sungchan tidak bisa tenang. Sungguh, kalau sesuatu terjadi kepada Chan, Sungchan tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Sungchan benar-benar Ayah yang gagal.


Setelah sekitar lima belas menit, akhirnya Dokter Jinyoung keluar dari UGD. Sungchan dan Minjeong spontan berdiri dari duduk mereka.

"Pasien menunjukkan gejala tifus. Syukurnya, kalian cepat membawa pasien ke rumah sakit." kata Dokter Jinyoung.

Dokter Jinyoung menoleh ke arah Sungchan. "Kalau boleh tau, orang tua pasien ke mana ya? Apa sudah dikabari?" tanya Dokter Jinyoung.

Sungchan terbungkam kala Dokter Jinyoung menanyakan itu kepada Sungchan. Minjeong menyikut pelan lengan Sungchan, meminta Sungchan untuk menjawab pertanyaan Dokter Jinyoung.

"Saya ayahnya, Dok." jawab Sungchan.

Kala Sungchan menjawab seperti itu, keadaan menjadi hening. Dokter Jinyoung terlihat cukup terkejut. Dan jangan tanya Minjeong bagaimana.




Minjeong sama sekali tidak bereaksi, ia harap ia salah dengar. Ia sangat tidak mempercayai apa yang ia dengar barusan.

"Selama ini Chan adalah anaknya Sungchan... bukan adiknya. Sungchan adalah seorang ayah... Jadi ini alasan kenapa Sungchan hanya tinggal berdua... Dan ini alasan kenapa Sungchan bekerja sangat keras." gumam Minjeong dalam hati.

"Ah begitu. Ya sudah. Saya sudah meminta suster untuk menyiapkan ruang inap. Pasien untuk sementara waktu dirawat di rumah sakit ya, sampai pulih." kata Dokter Jinyoung.




Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝟒𝟖𝟔 ㅡ sungchan,winter ✓Where stories live. Discover now