New place : PARADISE

389 88 6
                                    

story by

❄ @.anonim

— P A R A D I S E —

Delapan belas tahun, tapi Hyunjin sudah menerima berpuluh-puluh luka yang tertoreh dalam hidupnya. Sengaja atau tidak, baik fisik, mau pun batin, Hyunjin itu sebenarnya tidak baik-baik saja. Sama sekali tidak. Remaja laki-laki itu sungguh butuh ruang baru untuk menggantikan ruang lama yang telah usang dan terasa sesak.

Hyunjin ingin pergi sejauh yang ia bisa; ingin berlari secepat yang ia bisa; dan Hyunjin ingin menangis sekencang yang ia bisa.

Sakit rasanya melihat dua orang yang paling disayang terus bertengkar karena perkara mereka yang tidak lagi saling cinta, berakhir jadi saling menyakiti sampai lupa ada Hyunjin berdiri di antara keduanya. Jadi pendengar setia teriakan kasar, tidak peduli meski terkadang tubuhnya yang jadi pelampiasan amarah mereka berdua.

Mama, dan papa.

Sungguh, Hyunjin tidak bohong mengatakan ia menyayangi keduanya. Namun ia pun manusia biasa yang kadang kala butuh tempat untuk istirahat barang sejenak.

Dan Hyunjin mendapatkannya.

Tempat itu, bersama seorang pemuda lucu yang selalu memakai kain panjang berwarna merah yang melilit leher sampai setengah wajah mungilnya.

Yang Jeongin—tapi Hyunjin lebih senang memanggil bocah yang umurnya lebih muda setahun darinya itu dengan panggilan Ayen.

Jeongin itu kecil sekali, tidak lebih tinggi dari Hyunjin dan pipinya gembul dengan rona merah yang sangat lucu. Hidung mancungnya pun kerap ikut memerah kalau kedinginan, sedang jemari mungil Jeongin selalu terbalut sarung tangan rajut yang terasa hangat.

Bermula dari pertemuan tidak disangka yang terjadi pada Hyunjin dan Jeongin beberapa tahun lalu. Kala itu salju pertama turun di ibu kota. Hyunjin yang baru pulang dari les matematika tak sengaja menangkap eksistensi seorang anak lelaki yang tengah berjongkok di bawah pohon angsana dengan setengah wajah yang tenggelam dalam balutan kain merah.

Hyunjin kira anak itu kehilangan barangnya, namun ketika Hyunjin hampiri, rupanya si anak tengah asik mengelus seekor anak kucing yang kedinginan. Tapi karena malu dan gengsi, Hyunjin tidak berani mengajak anak itu bicara. Yang ia lakukan hanya diam, perhatikan gerak-gerik si anak tanpa mau menyapa.

Kejadian itu rupanya terulang dikeesokan harinya, lalu lagi dan lagi sampai satu bulan berlalu, akhirnya Hyunjin tau siapa nama anak tersebut,

"Jangan diam aja dong, kalau kakak mau berteman dengan ku harusnya kakak ajak aku kenalan. Nih asal kakak tau, nama ku Yang Jeongin."

Begitu ucap Jeongin dengan raut wajah menggemaskan yang sukses buat jantung Hyunjin berdebar karenanya.

Sejak hari itu mereka mulai berteman, dua bulan Jeongin bilang dia mau jadi sahabat Hyunjin. Kemudian satu tahun, Hyunjin yang ternyata menyukai Jeongin memberanikan diri untuk mengajak Jeongin berpacaran.

Oh, tentu saja Jeongin terima. Lima belas tahun umurnya, Jeongin sudah paham soal dunia percintaan. Ia menyukai Hyunjin juga, dan akhirnya mereka menjalin hubungan asmara tanpa memberitahukan hal tersebut kepada siapa pun. Cukup mereka berdua saja yang tau, orang lain tidak perlu.

"Kak Hyunjin ganteng banget, nggak rugi aku jadi pacarmu!" ini kalimat yang Jeongin ucapkan dikencan pertama mereka setelah pacaran.

Hyunjin ingat, dulu ia tertawa keras sembari mencubit pipi Jeongin tanpa rasa ampun saking gemasnya, "alus banget mulut mu, dek. Untung aku kuat jantung,"

[ii] Erster SchneeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang