Sesal

1.6K 133 32
                                    

○○○
*Arka Point Of View

"Pipin gak mau nikah sama Kang Arka.."

Gue bisa denger pipin bilang gituh. Tapi gue udah janji dengan ayahnya Asti. Gue harap pipin ngerti posisi gue saat ini. Tanpa menoleh gue menyalakan gas motor dan meninggalkan pipin di tempatnya. Saat sampai, gue segera berlari memasuk rumah sakit ibu dan anak, bergegas menuju bagian informasi.

Gue berlari memasuki lorong menuju kamar Asti dirawat. Saat di depan pintu kamarnya, gue bisa melihat Asti tidak sendiri. Ada Lucky disampingnya. Gue bisa melihat Asti tersenyum dan terlihat lelah. Dia asyik berbincang dengan Lucky.

Gue membalikan badan gue. Gue berjalan menuju lorong dan parkiran motor. Pipin bener, menjaga Asti sekarang bukan kewajiban gue. Tugas itu sudah berpindah kepada Lucky suaminya. Entah kenapa, setelah menyadari kenyataan ini seolah-olah beban dipundak gue hilang.

Oh iya, pipin.

Gue mencoba menelpon pipin tapi nomor diluar jangkauan. Gue mencoba menelepon Fauzan kebetulan dia hadir saat acara pelantikan tadi.

"Udah beres acaranya? Oh.. Loe gak liat pipin, Oke. Thanks jan."

***
Besok paginya gue mencoba naik damri karena gue yakin pipin gak mau ikut gue meski gue jemput kerumahnya. Gue sengaja dateng pagi banget biar gue bisa duduk di bangku favorit dia.

Tapi sampai damri ini akan berangkat pun tidak ada Pipin. Gue mencoba menguhubungi dia tapi tidak ada jawaban. Gue bener-bener menyesal gak dengerin Pipin kemarin. Kenapa gue baru sadar setelah semua ini terjadi?

Kenapa penyesalan datangnya belakangan?

Damri sudah memasuki area kampus. Saat sampai di fakultas mipa gue bergegas berdiri dan turun dari damri ini. Gue mencoba mencari Pipin dijurusan dia gak ada. Lalu gue mencoba mencari dia di laboratorium pun gak ada. Saat ke kantin gue melihat dia sedang fokus menulis log book nya sambil memakan gorengan.

"Pin.."ujar gue sambil menghampirinya.

○○○
*Pipin Point Of View

Gara-gara kemarin malam puncak gue belum buat logbook. Hari minggu gue pake tidur dan nangis gak jelas, abisnya malam minggu kan bergadang, terus orang itu pergi seenaknya. Untung bapak mau ngaterin gue ke kampus jadi gue bisa dateng lebih pagi dan ngisi log book sebelum praktikum dimulai.

"Pin.." suara itu.

Kata orang, menunjukan kita baik-baik saja dan bahagia adalah cara terbaik balas dendam pada orang yang sudah menyia-nyiakan kita. Gue menarik napas lalu menatap orang itu. Gue mencoba menunjukan gue baik-baik saja dan tersenyum. Kayanya dia sadar deh kalau itu senyum terpaksa.

"Boleh akang duduk?"tanya orang itu hati-hati.

"Duduk aja kang, kenapa harus minta izin?"ujar gue mencoba gak peduli.

"Soal kemarin, akang mau minta maaf.."

"Iya udah pipin maafin kok Kang.. ada lagi?"sahut gue sambil menatap matanya.

"Marah ya?"matanya terlihat nanar.

Gue menyimpan alat tulis gue. Mencoba fokus pada orang di depan gue. Gue menarik nafas mencoba menguatkan diri.

"Jujur pipin marah, tapi pipin mau berterimakasih malah."

Kang Arka terlihat keheranan. Dia menatap gue kebingungan.

"Sikap Kang Arka kemarin membuat Pipin yakin, bahwa kita memang ditakdirkan buat berteman saja kang."ujar gue.

"Akang udah gak punya perasaan apapun sama Asti."

Orang KetigaWhere stories live. Discover now