Bagian 7 : Keputusan?

4.2K 447 19
                                    

"Ini kapan mau pulang sih???" gerutu Arvie, dia sedang duduk di atas brankar

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

"Ini kapan mau pulang sih???" gerutu Arvie, dia sedang duduk di atas brankar. Tangannya sendiri mengacak-acak rambut. Bosen banget dia, sudah kepingin rebahan di rumah. Di rumah sakit fellnya itu berbeda, kurang enak katanya untuk rebahan.

Dua orang yang ada di ruang itu menengok ke arah Arvie, "Bentar yah, Papa panggil dokter dulu buat cek kamu."

Lepas mengatakan itu, Sebastian meninggalkan ruangan. Namun baru beberapa meter ia melangkah, ada seseorang yang Sebastian kenal mendekat.

"Sebastian!" pemilik nama menengok ke sumber suara.

"Beneran Arvie dirawat disini?" ujar seseorang itu sembari berlari kecil mendekat pada Sebastian.

"Iya, Har. Tapi cuma semalem, siang ini mau pulang."

Yang memanggil Sebastian tadi itu bernama Harris, ia adalah sahabat sekaligus sepupu Sebastian. Dia seorang dokter di sini lebih tepatnya dokter spesialis paru-paru.

"Terus, ini lo mau kemana?"

"Panggil dokter, buat periksa Arvie." ketika akan melangkah, Harris kembali menghentikan Sebastian itu.

"Eh-eh.. Arvie biar gue yang periksa." Sebastian menurut, toh Harris juga dokter yang handal. Untuk hal semacam pemeriksaan biasa seperti ini pasti bisalah.

Srett

Sebuah suara pintu terbuka dan membuat dua orang di ruangan tersebut menengok bersamaan ke arah pintu.

"Halo, Arvie..."

Harris menyapa si keponakan yang terlihat uring-uringan. Dia paham, pasti ini anak sudah kebelet pengin pulang.

"Pengen pulang yahh?" padahal sudah tahu iya tapi malah masih bertanya, itu membuat tambah kesal si Arvie.

"Itu taukk."

"Tapi om periksa dulu yah."

Arvie disuruh baring, dia menuruti saja titah si Om. Ngomong-ngomong dia masih pakai baju kemarin sore. Belum sempat ganti, mau ambil ke rumah juga percuma.

"Kayanya baru bisa pulang minggu depan dehh, Vie." ujar Harris meledek si keponakan dengan raut sok sedihnya.

"Ommm!" Arvie teriak kesal.

"Arvie, jangan teriak gitu." peringatan itu meluncur dari mulut si Opa.

"Canda Arvie..." memang si Om ini sifatnya jail, sekarang gantian tangannya yang usil mengacak rambut Arvie.

Arvie diam, malas menanggapi dia. Jika dia mencak-mencak malah nantinya dia harus berurusan dengan si dua singa itu. Siapa lagi jika bukan Sebastian dan Opa Gibran.

"Udahkan. Pah, ayok pulang!"

Si Arvie main turun-turun saja, Sebastian panik takut anaknya oleng terus jatuh. Lebay memang, tapi mau bagaimana orang Arvie anak satu-satunya. Kesayangan dia lagi.

When Your Father Was a SuperstarKde žijí příběhy. Začni objevovat