Bagian 2 : Wawancara

8.1K 655 22
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Arvie... Mau yaa??"

"Sayangkan sama Papa?? Oke cuma satu jam aja gapapa, mau yah?" kalimat bujukan itu terus terlontar dari seorang pria dewasa. Ia tampak sedikit kusut, lalu menghela napas untuk melanjutkan kalimatnya.

"Arvie... sayang denger Papah ngomongkan? Papah kurangin lagi deh cuman setengah jam yah."

Pria itu mendengus kesal karena bujukannya tidak digubris sama sekali. Hampir satu jam lebih dia berdiri disana, membujuk si pelaku Arvie namun tidak respon. Memejamkan matanya sebentar untuk meredam sedikit emosinya.

"Arvie. Mereka itu udah nunggu kamu lama, disini yang capek bukan Papah aja mereka juga. Keluar Arvie." habis sudah kesabaran pria tersebut yang tidak lain adalah Sebastian namanya. Ia tengah membujuk sang anak untuk keluar kamar.

"Kamu jangan nakal Arvie, cepat-" ucapannya terhenti saat pintu kamar mulai terbuka. Menampilkan seorang remaja cowok dengan kaos oblong hitam dan celana cargo pendek.

"Apasih Pah! Arvie ga mau, udahlah sana pergi." saat akan menutup kembali pintu, Sebastian bergegas menggendong sang putra.

"Nah, akhirnya keluar juga." ujarnya sumringah.

"Arghh.. turunin gak Pah! TURUNINN!"

Sebastian tidak menjawab, dia malah mempererat genggaman tanggannya untuk menopang tubuh Arvie yang digendong seperti karung beras. Sebelum sampai di tempat tujuan, Sebastian berhenti sejenak dan mengganti posisi Arvie menjadi gendongan di depan. Sang anak hanya diam setelah tadi memberontak meminta turun tapi tidak digubris, matanya sedikit sembab menahan tangis dan rasa kesal.

"Maaf menunggu lama, Arvie sedikit tidak enak badan." ujar Sebastian dan diangguki oleh beberapa jurnalis di sana.

"Oh gapapa kok pak, memang dek Arvie tidak apa-apa ikut syutingnya pak?" tanya seorang jurnalis perempuan, jika dilihat usianya mungkin sudah dua puluh lima tahun lebih.

"Tidak apa-apa, bisanya mungkin cuma satu jam saja."

'Anjirrr, bohongkan!' Arvie berujar sebal dalam batin. Lagi-lagi Papahnya berbohong.

"Pah!" matanya yang sudah merah sembab menatap Papahnya. Sebastian hanya melirik sebentar lalu kembali berujar.

"Lebih baik dimulai sekarang saja." perintah dari Sebastian langsung dilaksanakan oleh jurnalis-jurnalis tersebut. Dihitung mungkin ada sekitar delapan orang jurnalis yang terdiri dari dua wanita dan sisanya laki-laki.

Mereka datang dari sebuah stasiun televisi hendak melakukan wawancara untuk sebuah acara. Ada salah satu dari para jurnalis tersebut meminta agar Arvie ikut dalam syuting.

Selama proses wawancara, Arvie cuman diem, masih kesal dia ke Papahnya. Matanya memang sudah tidak sembab karena sebelum pengambilan video dia sedikit mendapat polesan untuk menghilangkan mata sembabnya. Awalnya menolak keras namun Sebastian memberi tatapan datar penuh ancaman yang menambah rasa kesal Arvie. Pengin banget dia bicara kasar saat itu juga.

When Your Father Was a SuperstarWhere stories live. Discover now