Bagian 8 : Perjanjian

3.3K 423 18
                                    

Disebuah ruangan sunyi, terdengar suara lirih lenguhan Arvie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Disebuah ruangan sunyi, terdengar suara lirih lenguhan Arvie. Indra pendengaran Jensen merasa terusik olehnya membuat dirinya terbangun. Matanya langsung terbuka lebar saat mengingat dia sedang menjaga anak majikannya. Jensen tidak sadar dirinya ikut terlelap disofa, bahkan handphonenya masih menyala.

"Duhh.. Lowbat." ujar kesal Jensen mendapati telepon pintarnya hanya menyisakan baterai 12%.

Sekarang netranya melihat ke arah ranjang. Tuan mudanya, yaitu Arvie sudah terduduk dengan kepala yang bersender.

"Tuan muda, anda sudah terbangun? Apa anda membutuhkan sesuatu?" Jensen memberikan pertanyaan ke Arvie. Tapi yang ditanya malah diam, matanya menatap kosong ke depan.

Sepertinya Jensen si pengawal pribadi melupakan sesuatu. Barulah beberapa saat kemudian, disaat Arvie masih diam tidak menjawab pertanyaannya tadi, Jensen baru ingat jika anak majikannya ini mempunyai kebiasaan unik. Saat baru bangun, Arvie punya kebiasaan melamun, tatapannya kosong sayu, disaat momen itulah dia sebenarnya sedang mengumpulkan nyawanya. Jadi jika ada orang yang memanggil atau bertanya ke dia sewaktu baru bangun tidur pasti tidak akan dijawab. Biasanya terjadi selama lima sampai sepuluh menit.

Sadar dengan kebiasaan si Arvie, Jensen akhirnya diam menunggu sabar majikannya ini sadar.

"Emmm.. Om." sepertinya Arvie sudah mulai sadar, terbukti dia mulai bersuara.

"Ya tuan? Anda butuh sesuatu?" Jensen berucap sopan.

"Ishh, jangan pake embel-embel tuan napa om. Udah sering bilang juga." Arvie tidak suka dipanggil seperti itu, terlalu formal baginya.

"Memangnya kenapa kalo saya memanggil dengan embel-embel tuan?" tanya sopan Jensen.

Arvie beranjak dari pembaringannya lalu berucap, "Jadi keliatan jelas kalo om itu babu aku."

Sadis, turunan Opa Gibran memang. Sekalinya berucap langsung membuat lawan bicaranya tertohok. Jensen yang mendengar pernyataan anak majikannya itu tersenyum miris. 

'Gini amat nasib..'

"Om!" seru Arvie, Jensen tersadar dari lamunannya.

"Ehh iya tuan muda, ada apa?"

"Papa mana..?"

Sebelum Sebastian benar-benar pergi, dia kembali ke kamar Arvie tadi dan memerintahkan Jensen untuk menyampaikan ke Arvie dia sedang ada urusan sebentar. Jensen mengangguk saja, dia tahu sebenarnya Sebastian akan pergi kemana. Hanya saja Jensen tidak diperkenankan untuk bicara jujur ke Arvie.

"Om, kok malah ngelamun sih. Papa mana?" tanya Arvie dengan mata menatap selidik ke pengawalnya.

"Em-maaf. Kata Tuan Sebastian, tuan muda harus mandi dulu baru dia akan menemui anda." Jensen berucap santai untuk menghilangkan rasa curiga Arvie.

When Your Father Was a SuperstarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang