6 - On Air

31.5K 5.1K 182
                                    

"Hai DJ Al, apa kabar?"

"Hey, nice to hear your voice again, Author? I'm good, walau tadi sempat ada sedikit trouble, but well ... that's life, right? Kalau udah nggak punya masalah berarti seseorang itu udah nggak ada, alias mati. Setuju?"

Aku sedikit mengernyit heran dengan pertanyaan DJ Al. Kenapa jadi tiba-tiba membahas kematian? Tapi kujawab juga pertanyaan itu. "Nope. Karena setelah meninggal kita masih harus ketemu Munkar Nakir."

"What?"

"Bener, 'kan? Kalau kita meninggal nanti masih akan ditanya-tanya oleh malaik─"

"Okay, okay ...," potong DJ Al nggak membiarkan menyelesaikan kalimatku, "tadinya, cuma mo buat suasana sedikit lebih akrab dan mencair, karena takutnya lo masih ... sedih gitu. Tapi dari cara lo jawab pertanyaan gue barusan ... kayanya lo udah baekan, betul?"

Aku menghela napas lega, karena kami bukan benar-benar akan membahas alam barzakh. Aku tersenyum, sedikit terhibur dengan usaha DJ Al memilih topik pembuka obrolan kami. "Much better. Gue udah, umh ... melanjutkan hidup."

"Glad to hear that. Jadi, masih mau sharing pengalaman lo di sini? Karena, asal lo tau, banyak banget yang nungguin cerita lo. Banyak juga yang penasaran nanya akun sahabat ... sorry, ex-sahabat lo maksud gue. So?"

Lagi-lagi aku tersenyum mendengar cara DJ Al meralat kata sahabat dengan menambahkan prefiks ex, tadi. Artinya dia mengingat obrolan terakhir kami kemarin lusa.

"Iya, gue tetep mo sharing di sini kok. Kalau soal akun ex-sahabat yang malah playing victim itu, hm ...," sengaja kugantung perkataanku, sedikit memberikan efek dramatis untuk menambah rasa penasaran pendengar, "gue pertimbangkan dulu."

Sebenarnya, sebelum tersambung ke DJ Al, aku sempat mendapat arahan dari produser acara yang dipandu DJ Al ini. Mas Anton─nama produser itu─yang tadinya aku panggil Kak, tapi dia memintaku mengubah jadi Mas. "Biar lebih akrab," katanya. Dia bertanya soal kesediaanku menceritakan pengalaman ini secara bersambung. Karena melihat animo pendengar yang tinggi di media sosial ProFM.

Kurasa nggak akan ada masalah kalau aku menerima tawaran itu. Malah bagus, bisa meluapkan kekesalanku pada para pengkhianat itu lebih lama. Iya, 'kan?

Tawa DJ Al kembali menyapa telingaku. Sepertinya orang ini gampang sekali tertawa, atau karena tuntutan profesi, dia harus selalu ceria seperti itu, ya?

"Okay, lo bisa mulai cerita lo. Anytime ...."

Aku pun mulai menceritakan bagaimana awal mula perkenalanku dengan Arlin, yang di kisah kali ini hanya kusebutkan inisialnya, begitu pun dengan Egha.

"Jadi sebenernya, si A ini udah naksir E sejak lama?" DJ Al sedang membacakan pertanyaan yang masuk sebagai balasan di postingan Twitter ProFM.

"Umh ... jujur aja gue nggak tau. Dia sama sekali nggak pernah bilang. Even, sebelum gue jadian sama si E dia nggak pernah sebut-sebut soal perasaannya. Tau-tau setelah ke-gap dia malah playing victim dengan nge-twit kaya gitu. Bilang kalau justru guelah yang ngembat gebetannya. Kan gila? Sapa yang nggak kesel coba?"

"Iya juga sih. Gimana kata-katanya waktu itu?"

"Something like, sahabat itu nggak akan ngerebut gebetan sahabatnya sendiri."

"Woi! Yang ada juga sahabat itu nggak akan ngerebut pacar sahabatnya! Jadi ikut emosi gue." Racauan DJ Al malah justru membuatku tertawa kecil.

"Sebenernya ya, Al. Gue tuh udah mau move on, ngelupain semuanya. Tapi tiba-tiba, baca postingan kaya gitu, sapa yang nggak kesel coba? Dia yang berbuat, malah sok jadi korban. Ditambah lagi si E malah enak banget ngomongnya ...."

Cwtch (Completed) ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant