8 - Mistrust

30.2K 4.8K 196
                                    

"Trust dies, but mistrust blossoms." Sophocles Quote.

***

"Jadi gue beneran nggak boleh tau nama asli lo, ini?" tanya DJ Al di sela jeda iklan dan pemutaran musik.

Seperti rencana semalam, sebelum siaran dimulai tadi, aku sempat ngobrol banyak dengan Mas Anton dan DJ Al. Masalahnya aku belum pernah melakukan hal-hal semacam ini sebelumnya. Mas Anton sebagai produserlah yang lebih banyak bicara. Meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Justru—masih kata Mas Anton—ini saatnya buatku mengetahui sisi lain dari mantanku.

Padahal aku tau, Mas Anton cuma nggak mau kehilangan narasumber saja. Secara antusias pendengar masih sangat ramai di media sosial. Netizen memang paling suka sama keributan, 'kan?

Aku pribadi, sebenernya sudah nggak terlalu mempermasalahkan. Malahan, nggak terasa udah seminggu berlalu sejak insiden pelemparan kue tart ke muka Egha dan Arlin sekaligus. Ish! Aku bergidik, jijik sendiri kalau mengingat apa yang mereka perbuat.

"Bukan nggak boleh sih, mungkin nanti. Soalnya ... sekarang-sekarang ini gue masih susah percaya sama orang lain, no offense ya, Al."

"None taken, don't worry. Tapi jangan sampe kejadian ini bikin lo insecure sendiri," sahut DJ Al. Seperti biasa saat tanpa pendengar dia berbicara lebih relaks.

"I know, I just need sometimes. Karena selain masalah ama mantan pacar, mantan sahabat ... masalah lain tuh, kayanya dateng barengan juga.

"Kerjaan, keluarga. So, that's why. Untuk saat ini, cukup panggil gue Author," terangku panjang lebar. Entahlah DJ Al ini memang seperti punya kekuatan magis, membuat lawan bicaranya merasa leluasa saat ngobrol dengannya. Dalam hal ini bukan cuma aku. Tapi banyak.

Masih jelas banget di ingatan, waktu ada bapak-bapak beristri, yang curhat punya dua orang pacar dan semuanya dia sayang. Hadeh! Waktu itu aku sempat memandang remeh pada DJ Al dikarenakan saran yang dia berikan sangat absurd.

"Okay, Thor, as you wish," balas DJ Al, "kenapa jadi kaya manggil Thor-nya Avanger, ya?"

"Hah?"

"Forget it! Jokes gue garing," lanjutnya lagi. Aku memutar bola mata, meskipun kutahu dia nggak bisa melihat. Apaan sih?

Nah iya, satu hal lagi. Kadang aku susah mengikuti ritme bicara atau cara bercanda DJ Al. Apa aku yang terlalu kudet, ya?

"Tapi banyak juga masalah hidup lo, ya? Eh, tapi tunggu deh, kerjaan? Maksudnya kerjaan lo sebagai penulis ini?" tanyanya lagi.

"Ya, adalah kerjaan lain—"

"Eh, sepuluh detik lagi kita masuk," potong DJ Al, memberi kode saat kami harus on air lagi.

Acara curhat pun ditutup dengan cerita soal pesan masuk dari nomor asing—yang kuyakini dari Egha—menanyakan soal curhatan ke stasiun radio ini.

"Nggak lo bales?" tanya DJ Al, sekalipun sebetulnya dia udah tau bagian ini.

"Nggak! Langsung gue blok!" Kujawab dengan tegas. "Udah males nanggepin, nggak penting lagi."

Dari DJ Al, aku tahu kalau cerita ini semakin viral di Twitter. Banyak sekali postingan dengan hashtag save Author. Bahkan sampai masuk ke trending topic. Gila sih ini. Keputusanku benar dengan nggak membagikan nama asliku. Nggak lucu banget dikasihani se-Indonesia gara-gara cintaku kandas.

Cwtch (Completed) ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ