14 - He or Him?

28.3K 4.3K 99
                                    

Dear heart, he or him? - Illy

***

"Stooop!" teriakku pada mereka berdua. Mereka ini ya, kan bisa diobrolin dulu, bukannya malah saling dorong gini.

"Siapa dia, Kak?" tanya Dimas, malah sempat-sempatnya menarik kembali tanganku dari Axel. Diperebutkan dua cowok ganteng sih menyenangkan, tapi masalahnya, ini tuh perebutan yang nggak penting banget.

"Kak?" gumam Axel.

"Iya, Kak! Dia adikku. Dan kamu ...," usai menjawab Axel langsung kugunakan jari tanganku yang bebas untuk menunjuk muka Dimas, "dia atasanku! Anak buah Papa juga! Jangan main dorong seenaknya! Nggak sopan!" hardikku padanya.

Akhirnya Dimas bersedia melepaskan tanganku, lalu menggaruk-garuk tengkuknya, yang entah beneran gatal atau hanya karena salah tingkah saja.

"Sorry, gue ...." Axel sendiri bahkan nggak sanggup menyelesaikan kata-katanya. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu menggeleng kecil. Dan entah kenapa Dimas masih melihatnya dengan pandangan kurang suka.

"Aku balik, Kak," pamit Dimas padaku, "ati-ati ... banyak cowok nggak bener di luaran," lanjutnya, lalu berjalan mengitari mobil dan masuk ke kursi pengemudi.

"Barusan itu, dia nyindir gue?" Mendengar pertanyaan Axel, membuatku refleks menoleh ke arahnya, dan tampaklah dia yang sedang mengernyit bingung.

"Mana kutau, situ ngerasa, nggak?" tanyaku balik, sambil ngeloyor meninggalkannya masuk duluan ke gedung kantor, tapi ternyata dia mengekor di belakangku.

"Gue nggak tau lo punya adek, nggak pernah kelihatan," komentarnya ketika kami berdua sama-sama berada di lift yang membawa kami ke lantai tiga.

Awalnya aku malas menanggapi, jadi butuh beberapa saat sampai akhirnya kubuka mulut, memberi tahu sekilas tentang Dimas. "Dia di US dua tahun terakhir ini. Kuliah di sana, jadi ... ya nggak pernah ke sini."

Dari sudut mata kuperhatikan Axel sedang manggut-manggut. Dan tepat saat pintu lift terbuka di lantai tiga, kudengar dia bergumam, "Pantesan, gue juga baru dua tahunan di sini."

Aku melangkah mendahuluinya, tapi gumaman dari Axel kembali terdengar. "Nggak mirip."

Aku sempat berhenti tepat di pintu lift, sekaligus menahannya untuk menutup. "Step brother, maybe that's why," ucapku santai sambil mengedikkan bahu, lalu melanjutkan langkah menuju ruangan kami. Kali ini, Axel menyejajari langkahku.

"Step brother yang nampaknya sangat protektif, ya?"

Aku tersenyum tipis mendengar pertanyaannya.

"Dan kenapa seolah tadi dia nyindir gue, ya?" lanjutnya.

"Mas Axel bakalan kaget kalau tau aku dari mana?"

"Dari mana?" Axel menengok ke arahku, sementara aku hanya melihatnya sekilas, lalu kembali memandang ke depan.

"Jemput Dimas─adekku tadi─di kafe di Cilandak sono, karena dia abis gebukin Egha."

"What?!"

Aku mengangguk, tanpa melihatnya.

"Seriously?"

Sekali lagi kuanggukkan kepala tepat saat kami sampai di pintu ruangan marketing.

Axel masih menggeleng kecil, nggak percaya mungkin dengan yang barusan kukatakan. Tapi nggak bertanya lebih jauh juga tentang hal itu. Aku langsung berbelok ke mejaku, sementara dia langsung masuk menuju ruangannya.

Cwtch (Completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang