9 - Closer

30.2K 4.7K 167
                                    

If you have a secret, people will sit a little bit closer - Rob Corddry

***

"Illy, lo bisa kerja nggak, sih? Dipercaya nyusun set aja nggak becus!" Seketika kutegakkan badan. Belum selesai mengatasi keterkejutan tragedi makanan yang berantakan, aku dikagetkan bentakan Axel di belakangku.

Kami saling bertatapan setelahnya. Rahangnya mengeras karena emosi.

Sama, mataku pun membelalak saking emosinya. Bisa-bisanya dia menyalahkan tanpa melihat kejadiannya dari awal.

"A-anu, Mas. Bukan Illy, gue yang nggak sengaja ...." Toni si fotografer sampai ketakutan saat melaporkan kejadian yang sebenarnya pada Axel. Dia bahkan nggak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

Bahkan setelah mendengar penjelasan dari Toni, sepertinya kemarahan Axel belum juga reda. Dia masih menatap tajam padaku. Sebenarnya ada apa dengannya? Kenapa sepertinya sensi banget sama aku?

Kukepalkan tangan, menahan amarah. Karena kalau nggak, pasti udah kurapalkan sumpah serapah padanya. Jangan dikira aku takut. Aku menahan diri hanya demi nama baik Papa aja. Akhirnya, kuputuskan pergi dari hadapannya. Yang waras ngalah! 

"Chef─"

"Segera saya siapkan gantinya, Mbak." Aku mengangguk dan tetap berdiri di posisiku. Meskipun Chef yang bertanggung jawab sudah berlalu ke dapur untuk menyiapkan menu pengganti, bahkan sebelum kuminta. 

Aku hanya butuh menenangkan diri. Menghela napas sejenak. Dua pekan yang sedikit berat untukku. Ayo Illy, kamu kuat! Jangan kalah dengan sikap bos arogan seperti dia. Kuembuskan napasku kembali secara perlahan. Hanya makanan berantakan dan teriakan seorang Axel nggak akan menjatuhkanku. Ini nggak ada apa-apanya dibanding persoalan Egha dan Arlin kapan hari.

Kurogoh ponsel di saku blazerku, dan  langsung menggulir untuk menemukan satu nama. Segera kuketikkan pertanyaanku di sana. Gimana mengatasi rasa kesal yang teramat sangat ke seseorang?

Sayangnya, balasannya nggak kunjung datang, bahkan setelah dua menit berlalu. Kuputuskan melanjutkan pekerjaan saja daripada berlarut-larut merasa kesal. Akhirya, kuhampiri Toni yang sedang merapikan sisa-sisa bencana kecil tadi. "Ton─"

"Illy, gue minta maaf, ya. Gara-gara gue, malah lo yang kena omelan Mas Axel," potong Toni sebelum aku sempat mengungkapkan pertanyaanku.

Aku menggeleng pelan dan mencoba tersenyum tulus padanya. "Its okay, Ton. Namanya juga nggak sengaja. Dia aja tuh kali yang lagi PMS," jawabku sambil mengedikkan dagu ke arah Axel, yang sepertinya nggak merasa berdosa sama sekali.

Saat ini Axel sedang membahas sesuatu secara serius dengan Ivan. Sementara aku mencoba menenangkan Toni, khawatir kalau-kalau kecemasannya akan mempengaruhi hasil bidikan kameranya nanti. 

"Eh, kita punya tablecloth cadangan nggak, sih?" Kali ini giliranku menanyakan hal yang sempat tertunda tadi, dan ganti mendapat gelengan dari Toni yang semakin terlihat lesu. "Gue cari sesuatu dulu, deh. Lo lanjutin beresin ini ya, sambil nunggu obyek yang baru dari Chef."

Di lantai dasar tempat di mana restoran utama berada, kuperhatikan pengunjung lumayan ramai. Sayangnya konsep restoran kami memang tanpa menggunakan taplak meja, tapi nggak ada salahnya bertanya pada salah satu staf. "Mas, kita punya tablecloth nggak, sih?"

"Nggak ada Mbak, nggak pernah nyimpan." Aku tersenyum mendengar jawabannya, setelah itu dia pun kembali ke kesibukannya melayani para tamu. 

Kugosok mukaku, sedikit frustrasi. Lalu pandanganku jatuh ke tirai hiasan berwarna perak yang menempel di dinding restoran bagian tengah.

Cwtch (Completed) ✔Where stories live. Discover now