Chapter 12 : Siapa Namamu?

611 139 18
                                    

Cail mengekang energinya yang tak menuruti kehendaknya, kemudian mengarahkan energi itu untuk menyalurkan kekuatan asing lain demi membunuh mereka yang datang.

'Ayo berikan sebanyak yang kalian bisa.'

Energi diperlukan untuk menggunakan kekuatan, dan Cail mempunyai cadangan energi berlimpah dari banyak sumber contohnya udara.

Hanya ada satu makna dari itu, Cail tak bisa mati dengan tenang. Bila dia mati, energinya akan lepas kendali dan menghancurkan apapun yang dilintasi layaknya tornado.

Cail memakai kekuatan asing yang baru, manipulasi partikel nano. Dia mengubah senjata penyerang menjadi debu dalam satu kedipan mata.

Musuhnya membeku di tengah serangan, Cail tidak ragu menghabisi setengah dari mereka, karena merepotkan jika dia yang mendapat pukulan ketika dia merasa ingin pingsan.

Sakit kepala berdenyut terus-menerus. Setengah musuh menyerah dan pergi dengan ekor di antara kaki, selain satu orang, yaitu Evans.

Evans tidak takut, dia malah bertanya-tanya pengorbanan macam apa yang dialami orang berjubah itu demi kekuatan menyeramkan ini?

Bulu kuduk Evans berdiri, dan telinganya terangkat saat Cail menatapnya dari balik jubah. Evans memperhatikan mata merah gelap yang mengintip, lalu wajah yang masih muda.

'Dia anak kecil? Ini tidak masuk akal!' jerit Evans dalam hatinya.

Cail memang berpenampilan muda, tetapi usia jiwanya lebih tua dan pengalaman kehidupan sebelumnya selain membaca novel tidak berguna.

"Apa aku menang?" tanya Cail sesudah menikmati darah dari musuhnya.

Penjaga itu mengangguk lembut. "Tentu saja, sekarang pilihlah budak mana yang kau inginkan." Anehnya suara penjaga juga berubah lembut.

Cail berkedip beberapa kali. Mengambil napas dalam-dalam, rencana melepaskan protagonis berhasil.

...

Rui mengamati orang berjubah merah dengan lambang serigala perak yang bersimbah darah di depannya. Kerah Rui dihancurkan dan dia bebas. Akan tetapi, Rui entah mengapa tidak senang.

Seolah dia lebih mempedulikan hal lain. Yaitu siapa orang berjubah ini, Rui menahan diri untuk tidak menarik tudungnya terbuka lalu melihat wajah orang gila yang mau melepaskannya.

Di sisi lain, Cail mengagumi penampilan protagonis yang dia impikan. Mereka berada di ruang khusus yang disediakan penjara agar dapat berkomunikasi.

"Kau bebas, pergilah," kata Cail dengan suara selembut mungkin.

Penderitaannya terbayar. Dia merasa lega jauh di lubuk hati.

Kelelahan segera menyusul, rasa sakit kepala belum juga hilang, dorongan kehilangan kesadaran nyaris menelannya.

Rui menggunakan Observer Eye lagi dan hasilnya tetap sama. Dia menyipit, sakit hati bukannya bahagia.

"Kenapa?" tanyanya dengan suara dingin.

Cail menarik tali kesadarannya kuat-kuat sambil menjawab, "Aku tidak punya alasan memberitahumu."

Rui melangkah mendekatinya, Cail tidak bergerak. Pakaian biru dan hitam Rui kusut jika dilihat dari dekat seakan Rui telah mengalami serangan mendadak.

Rui menghentikan langkahnya di depan Cail, Rui lebih tinggi darinya sehingga puncak kepalanya jelas terlihat.

"Kau harus menjawabnya."

Cail membalas dengan pertanyaan, "Mengapa kau ingin tahu?"

Menurut pikiran Cail yang tidak jernih, seharusnya protagonis ini langsung pergi tanpa embel-embel. Suasana ini menyulitkannya.

Kebahagiaan Protagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang