29. Wisuda

8.9K 1.5K 337
                                    

Ada beberapa bagian yang aku kasih warning di sini. Seperti biasa, tolong jadilah pembaca yang bijak ya ^^ 🔞

□□□□□

Kembali ke Kanada untuk menyambut semester terakhir.

Di titik inilah Heya harus banyak-banyak sabar menghadapi Mark. Semester terakhir menjadi ajang uji kesabaran Heya karena Mark akan sangat menyebalkan dan sulit diatur. Suaminya itu terlalu sibuk mengurus nasib tugas-tugas terakhirnya belum lagi sidang kelulusannya yang tak lama lagi akan dilaksanakan. Mark lebih dahulu dipanggil dan diberi tahu soal pengumuman sidang dan pengumpulan tugasnya. Profesor yang sekaligus menjadi dosennya berkata, bahwa nilai Mark sangat baik di setiap semesternya. Kesempatan untuk lulus sudah terlihat di depan mata.

Tetap saja satu semester ini terasa begitu lama dan menjengkelkan. Heya rasanya ingin makan hati tapi ia tak bisa bertindak seenaknya begitu saja. Mark butuh semangat dan lebih banyak dukungan darinya, semua ini demi kelancaran semester terakhirnya.

Seperti pagi ini, Heya tengah sibuk menyiapkan sarapan dan bekal untuk Mark. Ia bolak-balik di sekitar dapur demi menyiapkan yang terbaik. Sejak minggu lalu, Mark sering melewatkan sarapannya ataupun hanya membawa bekalnya untuk dijadikan sarapan.

Dari arah anak tangga, Heya sayup-sayup mendengar suara kaki yang beradu di sana. Mark sudah turun setelah bersiap-siap dari dalam kamar.

"Radhea, aku pergi ya."

Sudah saatnya.

"MAS!!"

Buru-buru Heya memblokir segera jalan pintu rumah mereka. Mark terkejut bertepatan ia yang hendak meraih gagang pintu, membuat ia lantas mundur melihat wajah garang Heya di pagi ini.

"Nggak! Nggak! Sarapan dulu! Jangan sok-sokan mau dateng cepet."

"Loh!? Aku mau ngejar—"

"Nggak ada gunanya ngejar dunia. Kejar tuh akhirat!"

Mark meneguk ludahnya. Heya menghadang pintu rumah mereka dengan cepat, tak lupa ia mencabut juga kuncinya dan memasukkan di kantong celemeknya. Mark hanya dibuat kebingungan karena ini pertama kalinya ia melihat Heya melarangnya keluar.

"Radhea, aku mau pergi," mohon Mark.

"Nggak, sarapan dulu. Udah seminggu lebih Mas ngelewatin sarapan. Alasannya ngejar inilah, ngejar itulah," tegas Heya.

"Tapi aku tuh sibuk, Radhea."

"Tapi jangan pernah lewatin sarapan, please. Aku tahu kalo Mas tuh ngambis, tapi jangan lupa buat sekedar sarapan juga di rumah."

Heya berlalu kembali ke dapur. Mark menghembuskan nafasnya dengan pelan, ia ikut berjalan menuju meja makan. Ada benarnya juga, jika selama ini ia sudah jarang sarapan di rumah karena memilih terus-terusan sibuk untuk tugas akhir semesternya.

"Mas, dunia emang berlalu dengan cepat, tapi Mas juga harus ngambil jedah di setiap langkahnya." Heya berjalan menuju meja makan sambil membawa sepiring nasi goreng untuk Mark.

"Semua bakalan baik-baik aja, Mas. Nggak ada yang perlu ditakutin, kita punya Tuhan di setiap langkah kita. Lagian aku juga rindu Mas sarapan lagi di rumah karena dulu Mas selalu aja sibuk di luar," tambah Heya.

Mark terdiam mencerna baik-baik kalimat tersebut. Ia dapat melihat wajah Heya dengan penuh sungguh-sungguh, memintanya untuk bertahan sebentar demi memakan sarapan buatannya itu.

Mark mengangguk sambil tersenyum tipis, "Kamu benar, aku harus ngambil jedah."

Ini adalah sarapan pertama setelah seminggu lebih Mark memilih pergi cepat dari rumah. Heya setia menemaninya dan ia juga menyelipkan beberapa obrolan santai di saat sarapan berlangsung. Setelah sarapan selesai, maka Heya langsung menyerahkan bekal buatannya kepada suaminya itu untuk makan siang di kampus.

me after you [UNDER REVISION]Where stories live. Discover now