20. Rumit

1.4K 152 71
                                    

Mencintai adalah seni sederhana untuk menyakiti diri sendiri.


-Aku dan Luka.
>,<

•Part sudah direvisi•

Happy Reading!

Cuaca malam yang dingin memang sangat cocok untuk minum kopi hangat dan di temani dengan cemilan.

Seperti sekarang ini, Ervin dan Delvin sedang berada disebuah cafe yang terkenal di kota Jakarta. Dengan secangkir kopi yang berada di tangan mereka masing-masing.

"Lo ada masalah?" tanya Delvin setelah meletakkan kopinya. "Sampe nyuruh gue kesini malem-malem."

Ervin diam, menatap lurus pada kopinya yang berada di atas meja. "Gue bingung. Gue, gue gak ngerti," katanya frustrasi.

Delvin menaikkan sebelah alisnya. "Bisa langsung ke topik? Ngh, maksudnya langsung aja gak usah bertele-tele. Gue gak paham apa yang lo maksud."

Mungkin Delvin memang cowok yang suka becanda. Tapi itu tidak membuat Delvin lupa kapan harus becanda dan kapan harus serius. Dan ia juga adalah pendengar yang baik sekaligus sahabat yang bisa diandalkan.

Delvin tidak mengerti kenapa sahabatnya sejak tadi terlihat sangat gusar.

Ervin menyukai rambutnya kasar. "Gue bingung sama perasaan gue sendiri, Vin. Rasanya kalau di setiap gue deket sama Stela, gue selalu ngerasa bersalah sama dia."

Oke. Delvin sepertinya paham kemana arah topik percakapan yang dimaksud Ervin.

"Sekarang gue paham apa yang lo maksud." Delvin mengangguk seolah mengerti kegusaran Ervin. "Gue rasa, sebaiknya lo jangan terlalu buat dia baper berlebihan. Ya ... kalau emang niat lo dari awal cuma buat jadiin dia-"

"Wah! Bisa-bisanya kalian nongki gak ajak gue," seru Alvin yang tiba-tiba muncul dan segera duduk di antara mereka.

Ervin berdecak pelan. Padahal dia sedang mengeluarkan apa yang membuat pikirnya terganggu selama ini pada Delvin. Bukan, bukan maksud Ervin tak percaya bila bercerita masalahnya juga pada Alvin. Tapi untuk yang satu ini mungkin lebih baik hanya dia, Delvin dan Tuhan yang tahu.

"Gak ngajak? Trus tadi gue ke rumah dan lo gak ada itu apa ya?" sindir Delvin. Rencananya memang ketika dirinya menerima pesan dari Ervin untuk segera datang ke cafe yang sudah di tentukan, akan mengajak Alvin juga. Karena Alvin tidak ada, ya sudah.

"Ehehe, sorry dah," ucap Alvin cengengesan. "Tadi gue ke apartemen Abang gue."

"Hah? Abang?" beo delvin dan Alvin berbarengan.

Alvin mengangguk santai. Belum menyadari ucapannya.

"Abang siapa yang lo maksud? Bukannya lo bilang kalau lo anak tunggal? Yang artinya kalau lo gak punya Abang ataupun adik," tanya Delvin bingung. Ervin hanya menyimak.

Sial! Gue keceplosan. Mereka, kan gak tau kalau gue punya Abang. Batin Alvin panik.

"Ah, maksud gue. Emm, Abang sepupu. Yah, Abang sepupu gue," alibi Alvin cepat.

Delvin dan Ervin ber'oh'ria sebagai jawaban. Tidak ada rasa curiga sedikitpun.

Jika kalian bertanya mengapa Alvin tidak memberitahukan saja kalau ia memiliki seorang Abang pada Ervin dan Delvin. Jawabannya simpel, itu semua atas kemauan Abangnya sendiri.

Sebenernya Alvin juga sempat menolak kemauan Abangnya itu. Akan tetapi Abangnya tetap kekeuh ingin menyembunyikan identitasnya di sekolah. Satu sekolah pun tidak ada yang tahu kalau mereka saudara kandung. Padahal mereka sekolah di sekolahan yang sama.

Story StelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang