Pelarian yang Tak Pernah Usai

7.9K 1.4K 99
                                    

"Makasih, Alf." Anabela tersenyum pada Alfarez karena sudah memberikan Evan biskuit seperti yang dijanjikannya.

Alf hanya mengangguk dan menyunggingkan seulas senyum. Seperti kata Senja, memandang Anabela memang tidak pernah membosankan. Menurut Alf sendiri, manik mata hijau Anabela benar-benar menakjubkan. Hampir mirip seperti warna mata asli Wendy, tapi Wendy sering menutupinya dengan lensa kontak berwarna gelap karena matanya terlalu mencolok.

"Kenapa pria itu memandangi kita sedari tadi?" tanya Evan dengan mulut penuh.

Alf menoleh dan melihat seorang pria setengah baya bertubuh gemuk dengan kacamata bulatnya sedang membaca koran-atau lebih tepatnya sedang pura-pura membaca koran karena sesekali mata pria itu terlihat melirik mengawasi ia, Elfrey, Senja, dan Wendy yang sedang makan.

"Biar aku cek."

Dalam sekejap mata Anabela sudah berdiri di samping pria itu dan melihat halaman koran yang dibacanya. Matanya membulat, ia cepat-cepat kembali ke samping Alf dan Senja.

"Dia memata-matai kita!" lapor Anabela.

"Siapa yang memata-matai kita?" sahut Senja yang baru selesai dengan makanannya.

Anabela mengendikkan kepalanya memberi petunjuk untuk Senja.

"Kita harus pergi dari sini!" Alf segera berkemas.

"Hah, tapi kenapa?" Wendy menolak karena pesanannya baru saja datang.

"Ada seseorang yang mengawasi kita," bisik Senja yang juga mulai beranjak.

Elfrey segera paham dan mengikuti Alf serta Senja meninggalkan foodcourt. Baru beberapa meter mereka melangkah, seorang laki-laki berjaket hitam menghadang mereka. Mata mereka saling beradu. Hanya dari tatapannya saja Alf langsung tahu kalau orang itu adalah polisi.

"Lari!" Alf merarik tangan Senja menerobos beberapa orang yang sedang berkerumun memburu diskon.

Suasana di mall itu mendadak khaos. Mereka terus berlari menembus kerumunan, menuruni tangga menuju pintu keluar. Beberapa pengunjung yang lain bahkan juga ikut mengejar mereka. Sepertinya mereka terlambat menyadari bahwa para polisi itu sebenarnya sudah bersiap dan menyamar sebagai pengunjung pusat perbelanjaan.

"Tunggu Alf!" Senja melepaskan tangan Alf yang sedari tadi menggenggamnya.

"Kenapa?"

"Wendy sama Elfrey mana?" tanya Senja dengan napas ngos-ngosan.

Alf ikut celingukan mencari Wendy dan Elfrey. Tanpa mereka sadari, mereka sudah terpisah satu sama lain. Senja menggigit bibirnya panik. Ia sangat khawatir, bagaimana kalau Elfrey dan Wendy tertangkap?

Dugaannya benar. Senja melihat dua orang polisi tiba-tiba muncul dari balik lift dengan Wendy dan Elfrey yang sudah mereka ringkus. Mata Senja membulat tak percaya. Alf menarik pergelangan tangan cewek itu supaya Senja berdiri di belakangnya.

"Gue nggak apa-apa, kalian harus pergi!" Elfrey memberi isyarat dengan matanya.

Alf menggeleng. Senja mengepalkan tangan geram melihat polisi itu terlalu keras mencengkeram Wendy hingga sepupunya itu meringis kesakitan. Kenapa tak ada yang mempercayainya? Kenapa mereka tak memberinya waktu untuk membuktikan kalau dia tidak bersalah? Senja mengedarkan pandangannya ke sekitar, kenapa tak ada siapapun yang menolongnya? Kenapa semua orang hanya menonton?

"Gue nggak tahan lagi, Alf." Senja menundukkan wajahnya.

Tepat setelah mengatakan itu, lampu di mall mendadak padam. Semua orang menjerit panik. Mall itu mendadak gelap gulita, bahkan lampu emergency pun tidak menyala entah karena alasan apa. Wendy merasakan cengkeraman di lengannya mendadak terlepas, begitu pula Elfrey. Dalam kegelapan dia menghampiri Wendy yang berdiri tak jauh di sampingnya dan merengkuhnya ke dalam pelukan.

High School and Rebellion [Misteri Gedung Olahraga]Where stories live. Discover now