Part S

507 23 3
                                    

Mohon maaf gengs, kemarin lupa upload. Jadi, mumpung inget, author langsung up part yang seharusnya di-up kemarin. Sekalian part hari ini yaah. Happy reading!

#####

Aku berjalan keluar kelas dengan langkah gontai. Masih tidak percaya kalau aku kehilangan dua orang sahabat sekaligus. Dan itu semua karena perbuatanku sendiri. Mungkin bukan cuma dua, aku juga kehilangan Shila yang biasanya menemani hari-hariku.

"Gue minta tolong banget sama kalian, jangan sampai kejadian ini kedengeran guru," ucapku pada teman kelas sebelum aku benar-benar keluar. Mereka mengiyakan tanpa bertanya macam-macam. Kecuali Iqbal, aku tak tahu apa yang akan cowok itu lakukan.

Aku berjalan menuju parkiran dan berpapasan dengan para murid yang baru sampai di lingkungan sekolah. Ini masih jam setengah tujuh, jadi belum banyak yang berangkat. Mereka menatapku sambil menunjukkan wajah bertanya-tanya, mengapa aku pulang saat mereka baru berangkat. Mereka juga pasti heran melihat tampilanku yang acak-acakan.

Aku mencoba mengabaikan pandangan orang terhadapku, walau sebenarnya terjadi pergolakan batin yang sangat luar biasa. Satu sisi aku tertekan dengan kejadian barusan, dan di sisi lain aku selalu benci saat jadi perhatian semua orang. Belum lagi pikiran akan kemana aku selepas ini. Tidak mungkin aku pulang. Tidak mungkin juga pergi ke rumah seseorang karena hampir tidak ada teman dekat selain Ardi dan Pram. Satu-satunya harapanku adalah Adit. Lelaki itu pasti bisa membantuku meringankan beban.

Aku menaiki motor dan memutuskan untuk melajukanya menuju bengkel Adit. Lelaki itu bilang dia menginap di sana. Kemungkinan besar Adit masih di tempat itu.

Setelah melewati kepadatan lalu lintas pagi hari, akhirnya aku sampai di depan bengkel Adit. Kondisi tempat itu masih tertutup rapat. Aku ragu Adit ada di dalam. Tanpa banyak membuang waktu, aku menelfon lelaki itu.

"Kakak dimana?" tanyaku tanpa salam basa basi.

"Eh?" suara Adit tampak terkejut mendengar suaraku yang tidak ada ramah-ramahnya. "Di bengkel, Rif."

"Aku udah di depan bengkel. Tolong bukain pintunya, Kak."

"Hah?! Oke bentar-bentar."

Sesaat kemudian, aku bisa mendengar suara pintu bengkel terbuka. Selanjutnya Adit muncul dengan wajah khas orang baru bangun tidur. Lelaki itu mendekat, dan matanya langsung melotot melihat tampilanku.

"Kamu kenapa?!" panik Adit.

Aku menggeleng. "Nggapapa, Kak."

"Kita masuk dulu." Adit merangkul bahuku kemudian menuntun masuk. Setelah sampai di sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar, Adit menyuruhku duduk di atas karpet.

"Bentar, aku ambil minum." Aku mengangguk. Bayangan wajah Pram dan Ardi yang menatap kecewa terus menerus terlihat. Ada penyesalan yang teramat besar, mengingat hubungan kami bukan sekedar teman biasa. Mereka sudah seperti saudara bagiku.

Adit kembali dengan segelas air putih. Tanpa berniat menolak, aku meminum beberapa teguk. "Makasih, Kak."

"Kamu kenapa bisa kayak gini?" tanya Adit khawatir.

Tak menjawab pertanyaan Adit, aku langsung memeluk lelaki itu. Membenamkan wajah di ceruk lehernya. Aku memerlukan sandaran saat kondisi seperti ini. Adit mengelus kepalaku.

Cukup lama aku dalam posisi memeluk Adit. Dadaku sesak, nafasku tak teratur, emosiku membuncah. Aku berharap bisa menumpahkan semua yang ku rasa melalui tangisan. Tapi sangat sulit rasanya untuk sekedar menitikkan air mata. Semuanya terasa tercekat di tenggorokan. Begitu menyesakkan. Adit masih mengelus kepalaku dan mempererat pelukan.

LingkupWhere stories live. Discover now