Part I

722 38 0
                                    

"Kalau udah nemu cowok yang lo suka, bilang sama gue. Ntar gue kasih tau siapa cowok yang gue suka," ucapku ngawur. Secara tidak langsung ucapanku mendukung Adit untuk belok.

Adit tersenyum. "Kita lihat aja," jawab Adit. "Tapi gue harap sih enggak."

"Maksudnya?"

"Ya gue mau yang lurus-lurus aja."

Aku mengangguk menanggapi ucapan Adit, walaupun dalam hati ada rasa tak rela dia bicara seperti itu. Untuk saat ini aku lebih baik tidak berharap lebih pada lelaki ganteng di depanku ini.

Beberapa saat, suasana hening kembali menyelimuti. Terlebih saat Adit membuka HP dan mulai sibuk dengan benda itu. Alhasil, aku ikut membuka ponsel.

Aku sedikit terkejut saat mendapati sebuah pesan dari Iqbal. Cowok itu menanyakan keberadaanku.

"Lo udah hapus chat kita di HP Iqbal kan, Kak?" tanyaku pada Adit yang sedang senyam-senyum dengan HPnya.

Adit menatapku. "Ya?"

"Lo udah hapus chat kita di HP Iqbal?"

Lelaki itu diam tak bergeming.

"Jangan bilang lo lupa ngehapus!"

"Sorry!"

Kalau saja Adit ini enggak ganteng, sudah habis ku maki-maki dia. "Kok bisa?"

"Sorry, Rif. Gue bener-bener lupa," jawab Adit dengan wajah gelisah. Mungkin dia juga sedang merasakan apa yang sedang aku rasakan. Iqbal mungkin saja berpikir macam-macam.

Dengan segera, aku membagikan lokasi kami saat ini pada Iqbal. Aku tak mau Iqbal berspekulasi yang tidak-tidak.

Tunggu. Gw kesana.

"Iqbal mau kesini," ucapku pada Adit.

"Ngapain?"

"Mana gue tau!" jawabku.

Aku bisa mendengar Adit menghala nafas. "Kenapa lo kasih tau dia?"

"Mau gimana lagi?"

"Gue takut Iqbal mikir macem-macem."

"Justru kalau gue nggak kasih tau, malah makin macem-macem pikiran dia," jelasku.

"Iya juga sih."

"Lo tenang. Kita juga nggak ngapa-ngapain kan? Kenapa harus takut?" Aku mencoba berpikir rasional. Dan faktanya memang begitu.

"Iya. Lo bener."

Tidak ada seperempat jam, Iqbal sudah sampai. Cowok itu berjalan mendekat dan tersenyum padaku.

"Hai, Rif." Iqbal duduk tepat di sebelahku.

"Hai, Bal," jawabku.

"Udah lama di sini?"

"Lumayan lah."

"Oke. Gue pesen makan bentar." Iqbal berjalan menuju ibu-ibu penjaga warung yang sedang menghitung uang.

Sekembalinya Iqbal, suasana yang awalnya memang sudah sejuk kini bertambah dingin. Terlebih si Iqbal tidak mau menatap Adit sama sekali.

"Bal," panggil Adit.

Diam.

"Bal!"

Iqbal memejamkan mata. Cowok itu lantas menatap Adit ogah-ogahan. "Kenapa?"

"Lo ngambek?" tanya Adit perlahan.

"Nggak!" jawab Iqbal

"Iya."

LingkupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang