Part K

679 35 8
                                    

Aku terdiam. Ardi bukan tidak mengetahui sesuatu. Cowok itu bisa jadi sudah mengetahui apa yang sedang terjadi pada kehidupanku akhir-akhir ini.

Ardi
Lo kemaren mau cerita apa?

Aku menatap Ardi yang masih memandangi HPnya. Padahal jarak kami tidak ada dua meter, tapi malah main WhatsApp begini.

Enggak jadi

Ardi langsung menatapku saat ku kirim dua kata itu.

"Nggak ada bahan asap, Rif?" tanya Ardi langsung. Sementara, pesan dari cowok itu masuk ke ponselku.

Ardi
Jawab nggak

"Nggak ada," jawabku mengikuti instruksi Ardi.

"Temenin gue beli, yuk."

"Mau beli dimana?" tanyaku.

"Alfa aja. Sekalian gue mau beli sesuatu."

"Oke. Bentar gue cuci muka dulu." ucapku pada Ardi. "Lo sama Pram dulu yah, Bal."

"Oh, oke." Iqbal tampak tidak menyukai keputusanku.

"Nggak lama kok, Bal. Tenang aja," ucap Ardi. Cowok itu memakai jaketnya yang tadi sempat dilepas.

"Hehe iya, Di," ucap Iqbal sambil berusaha menutupi ketidaksetujuannya.

***

Aku dan Ardi keluar dari Alfamart dengan menenteng kresek berisi beberapa snack dan minuman. Ardi yang katanya pengen makan asap ternyata sudah punya rokok sendiri. Jadi, ajakannya tadi hanya sebagai alasan agar bisa ngobrol berdua denganku.

"Kita duduk di sana dulu," ucap Ardi sambil menunjuk area depan toko yang kebetulan sedang tutup.

"Oke," ucapku. Aku mengikuti Ardi yang sudah berjalan duluan.

"Lo sama Iqbal pacaran?" tanya Ardi saat kami sampai di tempat yang dia maksud. Langsung to the point, tanpa tedeng aling-aling! Aku sampai kaget karena ditodong pertanyaan semacam itu di tempat seperti ini.

"Kalo ngomong liat-liat tempat, cuk!"

Tersadar, Ardi langsung memperhatikan sekeliling kami. "Eh iya. Sorry sorry."

Aku memutar bola mata. Untung situasinya nggak terlalu ramai.

"Jadi, lo sama Iqbal?"

Aku menggeleng. "Enggak."

"Jangan bohong!"

"Sumpah!"

"Oke." Ardi mengangguk. "Tapi sedang menuju tahap itu?"

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan Ardi. Aku sendiri bingung mau bagaimana ke depannya.

"Right?"

"Gue nggak tahu, Ar."

"Kok bisa?" tanya Ardi.

"Gue nggak ada rasa sama Iqbal," jawabku.

"Terus yang kemaren nganterin lo berangkat sekolah sama pulang sekolah itu maksudnya apa?"

"What's wrong?"

Ardi mendecak. "Oke. Itu nggak salah. Tapi kalau pagi-pagi gini tuh anak lagi nongkrong di rumah lo, apa itu wajar?"

"Lo mau ngomong apa sih sebenernya?!" tanyaku. Dari tadi ucapan Ardi muter-muter nggak jelas.

Ku lihat Ardi menghembuskan nafas kasar. "Gue cuma takut Pram kecewa sama lo," ucap cowok itu sambil menatapku.

Sekarang aku paham kemana maksud omongan Ardi. Tiba-tiba pikiranku terasa penuh, memikirkan hal itu. Aku duduk di lantai teras toko. Ardi ikut duduk di sampingku.

LingkupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang