Part N

639 34 12
                                    

"Karena gue nggak suka cara dia natap lo!"

"Hah?!" Aku cengo mendengar ucapan Adit.

"A-anu."

"Lo nggak suka Lintang natap gue?"

"I-itu maksud gue." Adit tergagap. "Maksud gue, gue takut Lintang punya ilmu hipnotis, terus lo kena tipu. G-gue nggak mau HP atau dompet lo ilang."

Aku mengernyit. "Emang cowok itu punya ilmu gituan?"

"Iya," jawab Adit. "Makanya gue langsung tonjok dia." Adit tertawa hambar.

Dari cara bicara dan tatapan matanya, sangat ketara kalau lelaki itu sedang berbohong. Tapi aku tidak tahu apa motivasinya tidak mau berkata jujur. Bisa saja aku menganggap kalau Adit cemburu padaku, tapi aku belum siap kecewa. Kemungkinannya sangat kecil lelaki itu menyukaiku. Kalau emang Adit cemburu ya sukur, kalau enggak, setidaknya aku tidak akan terlalu sakit ketika dugaanku salah.

"Atau lo cemburu karena Lintang ngeliatin gue?" Aku menatap Adit tepat di bola matanya.

"Ya enggak lah. Ngaco lo!" jawab Adit dengan pandangan mata entah kemana.

"Gue di sini, Kak! Kok malah ngeliatin dinding sih?"

"Ah iya." Lelaki itu menatapku.

"Apa lo cemburu sama gue?"

Adit mengelak dari pandanganku lagi.

"Kak, please. Tatap mata gue. Gue tahu lo bohong."

Adit menurut. Untuk sesaat, lelaki itu kembali menatapku. Namun tanpa ku duga, Adit kemudian bangkit dari sofa dan meraih jaket yang ada di belakangnya.

"Gue pulang dulu, Rif," ucap lelaki itu sambil melangkah menuju pintu. Aku terkejut. Aku tidak bisa membiarkan lelaki itu meninggalkanku begitu saja.

"Tunggu, Kak!" Aku berhasil mencekal lengan Adit. Tetapi lelaki itu melepaskan tanganku dari lengannya dan tetap berjalan menjauh.

Melihat itu, aku langsung berlari menuju pintu, lantas menguncinya dari dalam. Aku memasukkan kunci itu ke dalam kantung celanaku.

"Gue mau pulang."

"Gue butuh penjelasan."

"Penjelasan apa?"

"Perasaan lo."

Adik mendecak. "Gue nggak ada rasa apapun sama lo."

"Lo bohong!"

"Gue nggak bohong."

"Kalau lo nggak bohong, tatap mata gue!"

Adit masih enggan untuk menatapku.

"Kak!"

"Sini kuncinya! Gue mau pulang!"

"Nggak, sebelum lo jujur sama gue."

"Gue udah jujur!"

"Lo bohong, Kak!"

"Gausah kepedean! Lo berharap gue suka sama lo?"

"Bukan gitu. Gue cuma minta lo ngomong nggak suka sama gue sambil tatap mata gue. Itu doang!"

Katakanlah aku terlalu memaksa. Tapi aku tidak bisa mengabaikan ini begitu saja. Aku hanya butuh kejujuran dari Adit. Seandainya dia tidak menyukaiku, aku tak masalah. Asalkan dia jujur.

"Gue mau pulang, Rif. Sini kuncinya!"

"Nggak!"

"Sini!"

LingkupWhere stories live. Discover now