Part C

1K 55 14
                                    

Aku menunggu Iqbal di ruang tengah sambil menikmati kopi. Acara televisi yang membosankan itu tak ku lirik sama sekali.

"Eh, lo Kak." Aku bisa mendengar Iqbal berucap.

"Jam segini pintu udah di kunci aja." jawab seseorang yang aku yakin itu adalah orang yang tadi memencet bel.

"Kan lo yang sering ngingetin gue supaya jangan lupa ngunci pintu."

"Serah lo, Bal."

Aku mendengar langkah kaki bergerak mendekat ke ruangan tempatku duduk. Sesosok laki-laki berjaket hitam muncul dengan langkah yang lumayan lebar.

"Mas Adit?"

Dia tampak terkejut mendapatiku di sana. "Loh? Kamu?"

"Kalian saling kenal?" tanya Iqbal yang muncul di belakang Adit.

Saling kenal dia bilang? Baru aja ketemu tadi.

"Tadi dia ke bengkel gue," jelas Adit. "Lo temennya Iqbal? Kok gue baru liat?"

"Iya. Temen sekelas," jawabku rada kikuk.

"Ooh gitu. Yaudah, gue cuma mau ambil gitar," ucap Adit. Lelaki itu berjalan menuju sebuah kamar. Beberapa saat kemudian ia keluar dari ruangan itu dengan gitar cokelat di tangannya.

"Jaga rumah ya, Bal."

"Iya." jawab Iqbal.

"Gue duluan yah," pamit Adit. Entah pamitan kepadaku atau Iqbal.

Setelah Adit keluar dari rumah, Iqbal bergerak ke ruang tamu untuk mengunci pintu depan. Setelah itu, ia kembali duduk di sampingku.

"Itu kakak lo?"

"Iya."

"Dia nggak tinggal di sini?"

"Dia tinggal di sini. Cuma lebih sering tidur di bengkel."

Aku sedikit terkejut. "Jadi bengkel itu milik dia?" tanyaku. Aku kira dia hanya karyawan saja. Ternyata owner? Keren juga.

Iqbal mengangguk. "Mau lanjut?"

Aku berpikir sejenak. "Kapan-kapan aja yah, Bal."

"Kenapa?"

"Takut kakak lo balik lagi."

Iqbal tersenyum simpul. "Ngga bakalan. Kalo dia udah bawa gitar, pasti dia bakal nginep di rumah temannya."

"Lo yakin?"

"Iya, Rifkiii."

Aku terkekeh mendengar Iqbal memanggilku seperti itu. "Yaudah. Oke."

"Jadi, kita lanjutin?"

Aku menatap manik mata Iqbal, lantas mengangguk.

Mata Iqbal berbinar. Secepat kilat dia langsung tancap gas menuju bibirku. Disesapnya perlahan, kemudian sesapan itu berubah menjadi hisapan yang membuatku melayang. Aaah. Ini teramat nikmat untuk diungkapkan.

Tangan Iqbal mengelus kejantananku dari luar celana. Benda itu sudah sangat keras. Ia meremasnya perlahan kemudian tangannya berusaha melepas ikat pinggangku. Setelah benda itu berhasil terlepas, kini kancing celanaku yang berhasil ia lepaskan. Hingga akhirnya, dia menurunkan resletingku.

"Ngghhh." Aku melenguh setelah Iqbal mendapatkan milikku. Ia menyusup ke celana dalamku dan dapat ku rasakan kehangatan tangan cowok itu.

Aku tak ingin tinggal diam. Miliknya sepertinya sangat merindukan belaian. Oke, baiklah. Aku akan memanjakannya.

LingkupDove le storie prendono vita. Scoprilo ora