VI

454 113 48
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

Kami menemukan satu-satunya pohon yang tumbuh di sekitaran sini, yaitu pohon zaitun. Daunnya cukup rindang untuk melindungi kami dari sinar matahari yang semakin terik. Aku merendahkan tubuhku agar Bailey bisa turun perlahan, sementara Avior sudah sibuk dengan ranselnya.

“Lukanya terlihat lebih baik. Apakah masih terasa?”

“Apanya?” tanya Bailey.

“Perihnya,” jawabku seraya mencoba meredakan keram yang kurasakan sejak beberapa menit lalu. Arctur bilang, ia akan menggantikanku untuk menggendong anak itu jika ramuan yang akan Avior buat belum bereaksi.

Omong-omong bereaksi, sesuai yang dikatakan sebelumnya bahwa ia perlu meracik terlebih dahulu. Helios mengumpulkan beberapa ranting kering untuk membuat api seperti yang diminta Avior. Sementara Wiles, ia mencari lebih banyak ranting lagi untuk Corvius dan Arctur memasak makan siang.

“Aku akan membantu Wiles. Tak apa kan kalau kau sendirian?”

“Apa maksudmu sendirian? Mereka juga meracik dan memasak di sini.” Bailey tampak keheranan.

“Maksudku, sendiri karena yang lain sibuk melakukan sesuatu,” jawabku malas kemudian pergi memungut ranting yang terlihat.

Wiles menatapku dengan mata menyipit. “Kulihat fisikmu cukup kuat.”

“Soal menggendong Bailey? Kalau kau ingin membuatku membahas tentang pekerjaan itu, maka aku tidak memiliki jawabannya,” ucapku tanpa basa-basi.

Wiles kembali membungkuk saat matanya melihat ranting lain di tanah. “Tetapi kau cocok.”

“Kau pasti paham risikonya, Wiles.” Aku menghela napas berat seraya mendongak memperhatikan buah zaitun di pohon. “Memutuskan hal itu bukanlah sesuatu yang mudah.”

“Setidaknya kau mau mempertimbangkannya terlebih dahulu.”

Aku beralih pada Wiles. Arctur sepertinya benar, bahwa anak ini akan mengikuti jejak ayahnya.

“Ah, jangan salah paham!” Wiles berkacak pinggang. “Aku tidak memaksamu. Lagi pula Stellios sendiri yang akan menilai bakatmu,” lanjutnya.

“Ya, ya. Aku tidak salah paham,” cibirku.

Benarkah ia tidak memaksa? Bagaimana bisa begitu? Bukankah ia baru saja memintaku untuk mempertimbangkannya?

“Sudah cukup. Sekarang kita bawa rantingnya,” ucap Wiles yang melewatiku begitu saja. Aku mengedik namun tetap membuntutinya mendekati Arctur dan Corvius yang sudah menyiapkan makanan kaleng untuk dipanaskan.

“Ramuannya belum selesai?” tanyaku menghampiri Avior.

“Bisakah kau membantuku?”

“Oh, ya. Apa saja,” anggukku bersedia.

Wizards Journey : The Cursed VillageWhere stories live. Discover now