6. Susu, Sapu Tangan, dan Telepon

2.4K 305 108
                                    

Malam harinya, Soraya ragu untuk kembali mengunjungi oma atau tidak. Dia berdiri gusar di dapur, memikirkan makanan apa yang tepat untuk dia bawa ke atas. Walaupun sikap oma terhadapnya tidak bisa dikatakan baik, tetapi kerja tetaplah kerja. Soraya harus bersikap profesional dan melayani oma sebaik mungkin.

Karena penderita stroke tidak boleh sembarang mengonsumsi makanan atau minuman, dan bertepatan dengan kondisi malam yang dingin. Soraya pun berinisiatif membawakan minuman hangat untuk oma. Soraya yakin, susu jahe dengan uap yang mengepul cocok dinikmati saat ini.

Saat Soraya hendak menaiki anak tangga pertama, panggilan Bi Ida membuat gadis itu menoleh sejenak.

“Kamu yakin, Ray?”

Soraya mengangguk. “Ini sudah jadi tugas Raya, Bi. Malah nanti Raya salah kalau nggak ngelayanin oma.”

“Tapi, kan, Ray, kamu tau sendiri oma semarah apa kalau lihat kamu. Kamu mau tadi pagi ke ulang lagi?”

Soraya meletakkan segelas cairan putih kental itu ke atas meja. Dia tersenyum, menatap Bi Ida tenang. “Apa pun yang terjadi, itu sudah jadi risiko Soraya. Kalau memang oma bertindak seperti itu lagi sama Raya, ya Raya terima, Bi. Tapi Raya akan berusaha yang terbaik dulu."

Wanita seumuran Yanti yang lebih muda sedikit itu menggeleng. Namun, Soraya sudah kembali memegang gelasnya. “Bi Ida tenang aja, Raya pasti baik-baik aja."

Setelah itu, Soraya menaiki anak tangga. Sepanjang perjalanan, mulutnya tidak berhenti menggumamkan doa supaya oma bisa menerima kehadirannya.

Pintu terbuka, gelap mendominasi kamar. Hanya lampu tidur sebagai sumber cahaya yang menerangi ruangan dengan remang-remang. Mata Soraya terpaku pada oma yang sedang seperti menggapai sesuatu di bawah kursi roda. Soraya menyipitkan mata, sebuah buku tergeletak di lantai dan itu adalah barang yang sedari tadi nenek itu gapai-gapai.

Dengan sigap Soraya meletakkan susu jahenya di meja nakas kemudian menghampiri oma dan membantu mengambil buku.

Nenek itu tiba-tiba mendongak. Bibirnya mulai mengeluarkan erangan. Soraya meneguk saliva guna membasahi tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering. Diulurkannya buku itu perlahan-lahan sembari berusaha menyunggingkan senyum.

“Ini oma.”

Oma menilai sekujur tubuh Soraya sebelum pada akhirnya merampas bukunya dengan kasar. Soraya sempat kaget, tetapi kemudian senyum mengembang karena erangan oma tidak lagi terdengar.

Soraya pun mengambil susu jahe, dengan semangat menyerahkannya pada oma.

“Susu jahe, semoga Oma suka.”

Dahayu tidak merespons. Dia tetap memandang buku kecilnya yang Soraya tidak tahu berisi apa. Soraya tidak menyerah begitu saja, dia terus membujuk oma agar mau minum susu jahenya.

“Sudah hangat oma, pas buat diminum. Oma cobain, ya?”

Wanita lanjut usia dengan kulit-kulit mengeriput itu tetap bergeming dengan pandangan yang masih fokus ke arah buku. Sama sekali tidak menganggap kehadiran Soraya di kamarnya.  

“Susu jahe bisa menghangatkan tubuh om--“

Nenek di depan Soraya itu tiba-tiba membanting tongkat yang bersender di kursi rodanya. Membuat gadis yang masih berusaha menawari minum itu sedikit terlonjak.

Tatapan oma tadi pagi kembali Soraya jumpai. Pandangan penuh kemarahan yang menginginkan dia untuk pergi. Tidak ingin memicu emosi oma, Soraya segera meletakkan susu jahe di meja terdekat dan pamit untuk keluar kamar.

Soraya menghembuskan napas lega ketika sudah sampai di luar. Ada sepercik rasa bahagia di hatinya. Walaupun oma masih belum bisa menerima dengan sepenuhnya, tetapi Soraya cukup senang bisa berinteraksi.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang