15. Cemburu

2.6K 257 225
                                    

Setelah memulaskan lipstik ke bibir, Pastika memandangi dirinya di cermin. Muda, cantik, seksi. Namun, mengapa itu belum cukup untuk menarik perhatian seorang Brama?

Pastika mengembuskan napas gusar. Rutinitas sehari-hari sebelum berangkat kerja adalah meratapi nasibnya yang tidak bahagia dalam masalah percintaan. Walaupun banyak pria yang mendekatinya bahkan secara terang-terangan ada yang langsung melamarnya, mulai dari karyawan kantoran, pengusaha, bahkan CEO, tetapi tidak dihiraukan sama sekali oleh Pastika karena hanya satu pria di dunia yang dia inginkan.

Brama Adirespati.

Laki-laki incaran Pastika sejak kuliah. Kakak tingkat satu fakultas yang selalu dia amati pergerakannya. Brama merupakan seorang mahasiswa lulus dengan predikat cum laude yang mengukir kenangan indah bagi wanita cantik itu.

Pernah suatu ketika dia menolong saat heels yang dikenakan Pastika patah dan laki-laki itu membelikannya sepatu. Membuat gadis berambut coklat mengembang itu jatuh cinta pada pandangan pertama. Oleh karena itu, setampan, sekaya, dan sebaik apapun pria yang mendekatinya, tidak akan bisa melawan rasa cintanya pada Brama.

Pastika keluar kamar. Duduk di kursi makan dan mulai mengoles krim pada roti tawar untuk dijadikan sarapan. Semenjak tadi, Gie sudah nangkring di depannya masih dengan piyama melekat di tubuh.

"Lo nggak ngampus?"

"Nanti."

Pastika mengunyah rotinya dengan sangat anggun sembari mengangkat alis kiri tinggi.

"Gue mau nunggu cewek kampung itu dateng dulu. Biar bisa siap-siap ngasih dia pelajaran." Gie menyunggingkan senyum miring. Membayangkan sebentar lagi nasib Soraya akan menderita. Gadis itu berdecih, siapapun yang berani mengusiknya terlebih mengenai Revan akan berurusan dengan seorang Gieshella Adara Ganendra.

"Terserah lo, deh. Semoga lancar aja." Pastika beranjak. Menepuk puncak kepala Gie pelan sebelum meraih kunci mobilnya di meja.

"Hati-hati, Kak."

Pastika berjalan keluar dari kediaman orang tuanya yang elegan itu. Rumah megah dengan cat dinding putih tulang sangat kontras dengan mobil hitam mewah milik Pastika. Gadis itu mulai melajukan kendaraannya menuju kantor di mana pujaan hatinya berada. Pastika selalu semangat bekerja karena posisi itu tidak dia dapatkan dengan mudah.

Sesampainya di kantor, Pastika dengan gaya anggun dan angkuh berjalan bak model yang menunjukkan lekukan tubuh. Pandangan-pandangan memuja dari kaum pria sudah menjadi hal biasa baginya.

Pastika memutar bola mata. Laki-laki mana yang tidak akan terpesona dengan kemolekan wajah dan tubuhnya?

Ah, ya, hanya Brama.

Setelah tiba di lantai tiga, gadis itu memegang gagang pintu yang dingin. Merapikan sekilas penampilannya sebelum menarik pintu ke dalam. Sepatu hitam hak tingginya memberikan suara ketukan seiring Pastika masuk ke ruangan Brama.

"Selamat Pagi, Pak Brama."

Dari posisi Pastika, terlihat direktur utama itu sedang memainkan ponsel dengan senyuman mengembang di bibirnya. Namun, lengkungan senyum seperti bulan sabit itu seketika luntur saat matanya menyerobok netra hitam Pastika.

"Pagi. Ada perlu apa kamu kemari?"

Pastika sebisa mungkin menyunggingkan senyum manis, walaupun sebenarnya dia sangat penasaran apa yang bisa menyebabkan seorang Brama tersenyum.

"Mau sarapan bersama?" Pastika melangkahnya kakinya mendekati direktur utama itu. Seperti biasa, menyenderkan tubuh ke meja sembari memandang Brama.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang