Season 2 | Chapter 15

834 84 5
                                    

Ulang repost?? Lisa minta maaf ya udah nyampahin notif kalian:")

Hei, enjoy reading cantik✨

==========================

2 jam sebelum ujian lantai 21..

Percaya atau tidak, Hansung benar-benar dibuat kaget. Si maniak kopi tersebut menatap gadis yang duduk berada di depannya, ditemani dengan segelas kopi hangat. Hansung menyeringai. "Kau benar-benar melakukannya, tetapi sayang caramu sangat berlebihan."

[Name] menyesap kopi hangat tersebut dengan raut datar. Sesekali ia menatap Hansung yang penampilan tak ada perubahan sedikit pun. "Aku tidak peduli, mau caraku terlalu berlebihan atau tidak. Sekarang aku benar-benar bebas dari belenggu tersebut."

"Ah, kau ini," Hansung beranjak dari tempat duduknya, lalu ia berahli duduk disamping gadis tersebut. "Apa kau sudah siap menjalani peraturannya, hmm?"

Suara berat Hansung menginterupsinya, sekilas beberapa rule yang ia ingat membuatnya mendecih sebal.

"Ya, akan aku lakukan apapun untuk bertemu dengan kakakku."

Hansung mengeluarkan botol yang berisi cairan. Hansung menjelaskan kegunaan botol tersebut, cairan ungu yang terdapat di dalamnya merupakan sihir untuk merubah penampilan, dan hanya orang yang memiliki hubungan khusus bisa melihat siapa dirinya yang sebenarnya.

"Ta-tapi tuan!! Bagaimana kakak akan mengenali diriku."

"Bukankah sudah kujelaskan, bahwa hanya orang yang memiliki hubungan khusus denganmu dan bisa melihat siapa dirimu yang sebenarnya."

Hansung terkekeh, namun terkesan mengejek. "Rendah." Katanya membuat [Name] menatapnya tajam.

"Bisakah kau menjelaskannya kepadaku, bahwa mengapa kau sangat ingin menyusul dewa kami?" Hansung berpangku tangan, menatap wajah gadis yang hampir serupa dengan Baam.

"Tentu saja, aku ingin bertemu dengannya." Jawab [Name] tegas.

"Tidak semudah itu." Lanjut Hansung.

"Aku tau, aku akan melakukan apapun agar bisa bersama kakak kembali."

"Dan aku juga melakukan apapun agar kau tidak bisa bertemu dengan kakak mu kembali." Hansung berbicara, menatap lamat [Name].

Tunggu sebentar.

"Apa maksudmu?"

Hansung mulai beranjak dari duduknya. "Kalian tidak ditakdirkan untuk bersama. Kalian hanya akan membawa kehancuran bagi kami."

Tunggu??

Apa??

Kehancuran??

Apa maksudnya ini??!

"Setidaknya jelaskan padaku, tuan hansung!"

"Masih banyak yang harus kau raih selain itu [Name]. Kau harus bisa mencari kebahagiaan dirimu sendiri."
Nada bicara Hansung berubah pelan ketika ia menatap gadis itu dengan wajahnya yang penuh tanda tanya.

[Name] mendekati Hansung, ia menarik kerah membuat jaraknya dengan Hansung terkikis sedikit demi sedikit.

"Tuan Hansung aku masih tidak mengerti apa yang kau katakan! Tuan!!!"

Hansung diam, amarah terpampang jelas di raut wajah [Name]. Hansung segera menepis tangan [Name] dari kerahnya. "Tch."

Hansung menyentil dahi gadis tersebut. "Jangan terlalu fokus pada apa yang kau punya."

[Name] terdiam sejenak, getaran aneh yang belum ia rasakan kini merasuki tubuhnya kala Hansung menyentil keningnya tadi.

"Aku ingatkan. Jangan terlalu fokus dengan satu kebahagiaan saja. Ingatlah [Name] aku mengatakan ini, karena aku menginginkan yang terbaik untukmu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
"[Name].." lirih Viole hampir seperti bisikan menatap berkaca-kaca gadis yang ada di hadapannya.

Gadis itu merasakan jantungnya memompa berkali-kali lipat. Hatinya berdesir begitu Viole menatapnya penuh tatapan kerinduan. Hei kakak, ingin sekali ia berucap, sekali lagi ia diingatkan dengan kondisi yang saat ini sama sekali tak mendukungnya.

Bertahun-tahun tidak bertemu, namun sampai sekarang [Name] harus merasakan pahitnya semu.

"Rule pertama, jika kau bertemu Viole maka bersikap seolah-olah kau tak mengenal nya."

"Kau siapa?"

Meski begitu pahit, ia harus menjalani rulenya. Lidah dipaksa berkata, walau hati merasakan sakitnya. [Name] menelan salivanya kasar, berjengit dalam hati bahwa ia tak suka ini.

Viole terkesiap beberapa saat, suara yang terdengar terasa berbeda dari adiknya. Tatapan mata yang terasa familliar saat Viole kembali menatapnya, "ah, aku pikir kau--

"VIOLEEEEE!!" 

Dari kejauhan Wangan menghampiri Viole. "Apa-apaan kau ini! Kau berbicara pada musuh kita tau." Cicit Wangan di akhir kalimat menatap salah satu pria bertubuh tegap; Gerald.

Wangnan segera menarik Viole menjauh dari sana. Bukan apa-apa, hanya saja saat Viole mendekati gadis bersurai darah itu, Wangan merasakan perasaan yang tak biasa. Wangnan berharap semoga tidak ada kejadian buruk yang datang padanya.

Viole terdiam saat di tarik Wangnan, siapa kau? Kata-kata itu terngiang di kepalanya. Seketika beribu-ribu bayangan adiknya terlintas di benak.

"Bagaimana kabarmu disana.." Viole berbisik pelan, air mata hampir bergelimang di pelupuk mata. Kenapa? Ada apa dengannya? Mengapa ia menjadi seperti ini?

Hei, [Name] bagaimana kabarmu?

Apa kau merindukan aku?

Apa kau baik-baik saja disana?

Bagaimana dengan tuan Khun? Apa dia menjagamu dengan baik selama ini?

Begitu banyak yang ia ingin tanyakan.  Dirinya hanya mampu berkata dalam hati, dan berharap semoga adiknya baik-baik saja.

"Viole.." suara kecil Miseng menyadarkannya, "kau tak apa?" Miseng bertanya, menatap khawatir Viole.

Viole diam, mengangguk sebagai jawaban. Rekan-rekannya pada bingung dengan sikap Viole yang sedikit 'aneh', walaupun begitu mereka tak berani menanyakan.

"DOR!!"

Tiba-tiba segerombolan regular tak dikenal merusuh di tempat. Wanita cantik yang berbalut gaun hitam menawan, paras cantik yang dpaat mengalihkan dunia, berjalan kearah Viole dengan tatapan nakal.

"Viole sayangku, senang bertemu denganmu."

TBC
Jangan lupa tinggalkan jejak^^

Our Destiny |Tower Of God Fanfiction|Where stories live. Discover now