Chapter 8

979 244 114
                                    

Rekorr terpecahkan! Aku up hampir tiap hari:> demi apa:v

Putar lagu yg ada diatas ya^^
Dan bacanya perlahan dan seksama biar makin dapat feel nya:v

"Bukankah anak ini sangat manis?"

"Iya, dia mirip seperti ayahnya."

"Ah, aku jadi ingin mempunyai anak sepertimu."

"Kau tau, mungkin keadaan saat ini aku tak bisa mengurus anakku. Jadi, aku berharap bahwa kau ingin merawat anakku seperti anak sendiri."

"Tidak bisa."

"Kenapa? Kenapa bisa begitu?"

"Sebentar lagi aku akan meninggalkan dunia ini."

"Ta-tapi, bukankah kau berjanji untuk selalu bersamaku! Kenapa kau pergi?"

"Aku tak bisa memberitahunya. Tapi, suatu saat anak ini akan menemukan bayangan 'diriku' yang lain."

.
.
.
.
.

'Kau akan di benci jika seperti ini.'

"Khihihihihi.. ne, ne, ne~, selepas babak ini aku akan ikut menghabisi mereka."

'Kau telah tersulut dengan keinginanmu.."

"Aku tak sabar, khihihi.."

'Jika kau melakukan ini, akan terasa sangat menyakitkan.'

"Akan ku cincang tubuhnya, lalu memberinya ke belut zirah yang dia temui tadii!!"

'Apa yang kau perbuat akan mendapatkan konsekuensi nya.'

"Maka dari itu, Baam akan membenciku dan juga membencinya!!!"

'Jika kau memang menginginkannya, terimalah rasa sakit ini.'

.
.
.
.
.
.

Dibawah menara, tempat yang begitu kumuh juga gelap. Minimnya penerangnya, Cahaya kecil menerobos di balik lubangnya bebatuan.

"[Name], kau sudah sadar?" Manik cerah itu mengerjap beberapa kali. Tatkala dirinya membuka mata, rasa tak percaya saat sang eksistensi kakak tengah memeluknya erat.

"K-kakak?" Pelukan hangat ia rasakan. Ini bukan sekedar ilusi ataupun mimpi. Jatuhnya setetes air mata, rasa bahagia bahwa semua ini realita. Sudah berapa lama ia tak merasakan kehangatan ini.

Baam melerai pelukannya. Iris milik sang kakak menatap lamat wajah yang hampir serupa dengan dirinya.

Perlahan, Baam mengusap air mata [Name] dengan lembut. "Kenapa kau menangis?" ucapan Baam begitu pelan namun lembut, menatap damba adiknya.

Lekas [Name] tersenyum manis, seraya menggelengkan kepalanya dan berkata, "aku tidak apa-apa."

Hendak Baam mencium kening adiknya. Menuai rasa kehangatan penuh kerinduan. lekas menatap iris [e/c] yang menurutnya begitu sangat indah.

Kedua tangan hangat itu menangkup wajah mungil [Name]. Mencium telak di kening adiknya sedikit lama, lalu berkata seraya membelai pipi [Name]. "Maafkan aku,"

Jantung [Name] berpacu dua kali lipat dari biasanya. Iris milik Baam memaksanya untuk berlabuh kedalam seolah menjelajah di setiap bagiannya.

Tangan Baam masih setia menyapu setiap inchi pipi gembulnya, sesekali Baam menyubit kecil sebab gemasnya pipi adiknya.

Our Destiny |Tower Of God Fanfiction|Where stories live. Discover now