60 | Snow White and the Handsome Sitter

5.6K 1.3K 101
                                    

Guys, coba dibaca lagi chapter 59-nya ya. Kemarin ada beberapa kalimat yang hilang di awal-awal. Jadi kesannya Evan "ngapa-ngapain" Aeris padahal CUMA BENERIN SELIMUT huhu T..T maafin typo-ku yang fatal kali ini.

Alright, enjoy!

___

Cuaca yang semakin tidak stabil membuat kondisi kesehatan Aeris menurun. Sebenarnya, sudah dari dua hari lalu gadis itu merasa tenggorokannya terasa tidak nyaman. Aeris pikir, besoknya akan sembuh karena mungkin ia hanya kurang istirahat berkat guntur yang kerap menemaninya pekan ini. Namun, bukannya membaik, keadaannya justru semakin memburuk.

Ketukan pintu kamar yang disusul oleh suara berat Evan setelahnya membuat Aeris terperanjat di tempat. Terlebih dulu Aeris berdeham samar, mencoba mengatur suaranya agar terdengar baik-baik saja. "Iya? Ada apa?" tanya gadis itu, tanpa berniat beranjak dari ranjang.

"Kamu nggak kuliah? Natasha dan Laura udah siap-siap tuh."

Aeris menatap daun pintu yang menghalangi sosok Evan dengan mata memanas. Seluruh tubuhnya benar-benar terasa tidak enak. Aeris bahkan tidak yakin ia sanggup membasuh dirinya tanpa menggigil nanti meskipun dengan air hangat.

"Aeris? You alright?"

"Ng... nggak apa-apa kok."

Tanpa Aeris ketahui, Evan tersenyum di balik pintu. "No you're not. Boleh buka dulu pintunya?"

Mau tidak mau, Aeris pun bangkit. Dan betapa terkejutnya ia saat merasakan kaki-kaki telanjangnya tersengat saat menapak lantai yang persis seperti es.

Sambil menahan dingin, Aeris memutar kunci pintu dan menampakkan diri. Ia tidak membukanya lebar-lebar seperti biasa, seolah melarang Evan untuk masuk ke dalam. "I-iya?"

Evan mengernyit. Aeris memang terkadang gugup dengannya. Tapi suara lembut gadis itu barusan bukan terdengar seperti ia yang biasanya. Lebih terdengar seperti...

"Kamu kedinginan ya?" Tanpa menunggu jawaban Aeris, Evan mengulurkan tangannya. Menyentuh dahi Aeris dengan telapak tangannya yang besar. "Are you not feeling well?"

"Aku nggak apa-"

"Udah jelas kamu demam, Aeris." Evan menegaskan, tapi sedetik kemudian ia menyadari keanehan di balik omongannya barusan. Kalau memang sudah jelas suhu tubuh gadis itu sangat tinggi, kenapa masih bertanya?! "Ya udah, nggak usah kuliah dulu," lanjutnya, mengabaikan sekaligus menutupi kebodohannya yang bahkan Aeris tidak sadari.

Aeris hanya mengangguk lemah. Ia tidak mungkin memaksakan dirinya dengan kondisi seperti ini untuk menyerap pelajaran di kelas. Yang ada, ia hanya merepotkan Natasha dan Laura nantinya.

Evan tersenyum karena Aeris kali ini menyetujuinya. "Nanti sehabis ngantarin Natasha dan Laura, saya janji bawain makanan biar kamu selera. Kamu lagi mau apa?" tanya Evan, karena dirinya kebetulan tidak memasak hari ini. Beberapa menit lalu ia hanya membuatkan roti isi untuk anak-anak sarapan.

"Yang berkuah-kuah." Aeris menyentuh lehernya. "Tenggorokan aku nggak enak."

"Oke. Sekarang istirahat ya. Saya usahain sampai di rumah secepat-"

"Ris!" Suara Natasha, disusul sosok gadis itu-yang sudah rapi-datang menghampiri pintu kamarnya dan berdiri di samping Evan. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya, cemas.

"Cuma nggak enak badan..." lirih Aeris, tidak ingin membuat kakaknya panik.

Kemudian Natasha memanggut-manggut dengan bibir membentuk bulatan kecil. "Pantas aja dari semalam, perasaan gue sama Laura nggak enak. Gue sampai telfon Papa, takutnya si Mama kenapa-kenapa."

The Triplets and Nathan! [✓]Where stories live. Discover now