Bab 8 - Tiba (?)

131 23 3
                                    

Written by Anuna13


Akhirnya Ziana menduduki tempat duduknya—yang tinggal satu di kelas itu—sebelum dosen killer—panggilan khusus untuk dosen aritmatika yang terkenal pelit nilai dan disiplin—memasuki ruang kelas.

"Tumben banget, sih, telat?" seloroh Adelina yang menduduki kursi di sebelah kanan Ziana. FYI, yang menelepon Ziana adalah Adelina.

Respons Ziana hanya dengan dehaman pelan karena fokusnya bukan lagi di kelas ini. Ya, fokusnya pada pemuda yang baru saja ia jumpai tadi.

Klaus? Hm, aku tidak salah lihat, wajahnya begitu mirip dengan Allan. Seperti copy paste. Atau kembar identik. Bahkan jiwa Elena yang berada dalam tubuhku pun spontan memanggil namanya. Hah? Jiwa Elena? Haish, apa yang kupikirkan. Batin Ziana.

Gerakan ringan menepuk kepalanya—karena baru saja memikirkan hal di luar nalar—seketika terhenti karena tepukan keras di bahunya membuat Ziana terhenyak kaget. Seraya menoleh ke arah kanan, tepatnya ke arah Adelina.

Lantas menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'kenapa?' yang kemudian dijawab oleh temannya dengan lirikan mata menuju dosen killer yang berada di depan kelas. Seolah paham Ziana kemudian menolehkan kepalanya lagi, ke arah depan kelas. Di sana terlihat dosennya itu berkacak pinggang dengan mata yang menatapnya tajam.

"Ziana Mentari Wijaya, benar itu namamu kan?" tanya dosennya masih dengan menatapnya tajam.

"I-iya, Pak. N-nama saya Ziana Mentari Wijaya." Ziana pun refleks menjawab dengan terbata.

"Apa kau bisa fokus sebentar untuk mata kuliah saya? Jika tidak, silakan keluar dari kelas saya. Pintu keluar ada di sana," ucapnya tegas mampu membuat seisi kelas diam tak berkutik.

Rupanya sejak tadi dosennya itu melayangkan pertanyaan mengenai aritmatika kepada Ziana yang malah sibuk dengan isi pikirannya.

Benar-benar killer, tamatlah riwayatmu, Ziana.

Dengan keberanian yang entah muncul dari mana, Ziana pun menjawab, "Mohon maafkan saya, Pak. Saya bisa fokus di mata kuliah Bapak." dengan sedikit menganggukkan kepalanya.

***

Kelas berakhir dengan pemberian tugas yang tidak tanggung-tanggung. Diminta membuat makalah dan ppt tentang aritmatika jam dan aritmatika modular yang nanti akan dipresentasikan secara individu, di depan kelas tentunya.

"Argh, kepalaku rasanya blank," keluh Ziana seraya menenggelamkan kepalanya pada perpotongan lengannya yang diletakkan di atas meja. "Tuh dosen killer banget, amit-amit ngulang lagi mata kuliah ini," sambungnya sembari mengetuk-ngetukkan kepalan tangannya pada meja ketika mengucapkan kata 'amit-amit'.

"Kamu, sih. Ngelamun segala. Lagi mikirin apa, sih? Sampe kena tegur gitu," sembur Adelina dengan tangan menopang dagu menghadap Ziana.

"Iya, Zi. Cerita dong sama kita," sahut Mala yang datang bersama Tasya dengan membawa pesanan mereka berempat.

Mereka sekarang berada di kantin kampus. Ziana yang masih merasa lapar meskipun sudah sarapan, langsung mengajak teman-temannya menuju kantin setelah kelas si dosen killer usai.

Ziana mengatur kembali duduknya dengan nyaman. Kemudian menatap teman-temannya satu persatu. Ia menghela nafas berat, seakan memikul banyak beban di pundaknya. Ia akan menceritakan tentang kejadian yang dialaminya beberapa hari ini.

"Aku tidak tahu harus cerita mulai dari mana, sebenarnya Pa—." Belum menyelesaikan kalimatnya, matanya bersobok dengan mata biru muda layaknya air laut yang tenang namun mampu menenggelamkan siapa pun. Tubuhnya menegang kaku, selalu saja seperti ini.

BK7 - Kumparan WaktuWhere stories live. Discover now