RENCANA

4.5K 443 27
                                    

Setelah kejadian memalukan beberapa jam lalu, sekarang pak bos mulai move on plus mukanya tanpa dosa sedikitpun. Awalnya lelaki itu memang sempat malu dari ujung rambut sampai ujung kaki karena harga dirinya sebagai bos besar dan disegani langsung jatuh begitu saja.

"Ini semua tuh gara-gara Nadya. Coba aja hari ini dia nggak pake headset, pasti aku nggak akan ikut-ikutan. Ternyata cewek muka pas-pasan kayak dia itu berpengaruh besar juga ya, sama aku?"

Waktu masih menunjukkan pukul sebelas siang, tapi entah kenapa perut sixpack pak bos terus meronta seakan para penghuni perutnya yaitu cacing sedang mengadakan perang dunia.

Karena perutnya masih meronta, bekerja pun jadi nggak fokus. Mungkin sekarang dirinya butuh cemilan ringan seperti biskuit atau mungkin minum energen untuk mengganjal rasa lapar.

"Huh, laper banget nih gue. Mau makan lontong sayur plus sate kerang, bakwan, risol sama peyek, tapi males nyebrang. Pengen makan soto, tapi mager banget buat nyuruh-nyuruh orang."

Dengan sangat terpaksa atas dasar melawan rasa mager yang menjalar di tubuh sampai ke tulang-tulang, pak bos pun keluar dari ruangannya untuk mencari salah satu karyawan yang bersedia dijadikan korban suruhannya.

Seperti biasa, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sekretaris bermuka pas-pasan tapi sangat berjasa bagi dirinya juga. Tapi kali ini sekretarisnya tidak sendirian, melainkan bersama beberapa karyawannya. Ketiga gadis di hadapannya itu sedang sibuk mengobrol, tapi entah apa temanya.

"Ekhem." Sean basa-basi dengan cara seperti ini sebelum memulai aksinya.

Sontak saja ketiga gadis itu menundukkan kepalanya hormat atas kedatangan bos besar nan killer mereka. Lidya juga langsung berdiri karena tidak mau dianggap tidak sopan. Untung saja mejanya rapi kalau tidak, manusia jelmaan setan itu akan memberi siraman qalbu sampai subuh.

"Kenapa pada kumpul di sini?" tanya pak bos.

"Kami lagi ngobrolin tentang kerjaan pak," jawab Dara.

"Iya pak, kami juga lagi ngajarin Lidya bagaimana cara menjadi sekretaris yang baik," sambung Tina. 

Sebenarnya mereka ini sedang berbohong karena yang menjadi topik utama obrolan mereka adalah gibah bosnya sendiri, lebih tepatnya saat bosnya joget-joget tadi.

"Oh, bagus dong. Siapa nama kalian?" tanya pak bos.

"Nama saya Tina, pak."

"Kalau nama saya Dara, pak."

Sean mengernyitkan dahinya,
"Dara? Dara apa nih? Dara manis atau dara pahit?"

"Itu darah, pak. Nama saya itu Dara, ujungnya nggak pake huruf h," ucap Dara.

"Oh gitu ya?" Sean manggut-manggut sok ngerti.

Para gadis itu saling berpandangan sambil kode-kode gitu. Lirikan mata mereka juga mengarah ke bos mereka seakan bertanya, sedang apa lelaki itu di sini?

Suasana jadi canggung karena mereka takut untuk buka suara. Mau mengatakan satu huruf saja rasanya segan dan pikir-pikir berulang kali. Lidya hanya menatap sekelilingnya, Tina pura-pura sibuk membaca berkas, sedangkan Dara memegang bunga di meja kerja Lidya.

"Saya bisa minta tolong?" ucap Sean yang akan meminta sesuatu.

"Minta tolong apa pak?"

"Tolong beliin saya lontong sayur bu Fatimah."

Ketiga gadis itu sempat ternganga tak percaya atas permintaan bosnya. Tumben bosnya ini mau makan makanan berlemak, apalagi murah meriah gini.

"Yang di sebrang kantor itu ya, pak?" tanya Tina.

BOS BAR BARWhere stories live. Discover now