GARING

2.5K 240 22
                                    

Karena masih pengantin baru dan lagi bucin bucinnya, mata pria berkulit putih itu tak luput memandangi istri cantiknya dari kejauhan. Bukannya bekerja, malah curi-curi pandang sambil tersenyum ala anak alay kresek.

Menurutnya, hari ini istrinya itu sangat cantik. Sebenarnya memang sudah cantik dari lahir, hanya saja bos songong keturunan sun go kong ini baru menyadarinya sekarang. Dulunya aja sok jual mahal, ujung-ujungnya malah pengen lengket terus.

Iseng-iseng enggak ada kerjaan, Sean menelpon istrinya untuk memulai tingkah kebucinan.

Lidya mengernyitkan dahinya heran.
"Bebeb? Ngapain dia nelpon?"

Wanita itu tanpa sengaja melihat suaminya cengir tak berdosa sembari memonyongkan bibirnya, lalu mengedipkan sebelah matanya.

Lidya terkejut melihat kelakuan agak gila dari suaminya. Emang sih, Sean itu agak gesrek, tapi biar bagaimana pun dia tetaplah suami tercinta Lidya.

Kok gue jadi merinding, ya? Apa suami gue kena santet estafet? Atau terlalu sering nonton video jamet kali, ya? batin Lidya.

Mencoba memikirkan apa yang terjadi pada prianya itu, tiba-tiba orangnya sudah nongol di depan mata. Kapan dia di sini? Perasaan tadi masih duduk? Emang enggak salah tebak sih, kalau pak bos itu keturunan Jaelangkung.

"Beb? Kapan kamu ke sini?" tanya Lidya agak syok meong.

"Beb, bantuin aku nyusun berkas, ya. Aku pusing ngerjain itu sendirian," bahkan nada bicara Sean sengaja dimanja manjain.

"Tapi beb, aku---"

"Aaaaa... Makasih istriku sayang. Kamu itu memang cantik dan baik hati banget. Yuk bantuin aku, yuk." Sean bersorak gembira padahal istrinya belum selesai bicara dan langsung saja menggiring ke ruangannya.

"Yok bisa yok."

Lidya menggelengkan kepalanya seribu kali sambil bersholawat agar suaminya segera normal lagi.

Baru saja duduk di sofa mewah nan mahal, Sean langsung tidur di paha mulusnya. Pria itu memejamkan matanya seraya menikmati indahnya bobok di pangkuan bidadari.

"Katanya tadi mau nyusun berkas? Kenapa jadi tiduran sih?" tegur Lidya.

"Bentar doang beb bobok disini. Aku tuh nyaman banget tau." Sean memonyongkan bibirnya gemes.

Lama-lama tak smoothing nanti bibir mu, batin Lidya.

"Beb, kamu tuh harusnya kerja. Dulu katanya prinsip kerja itu nomor satu, sekarang malah males-malesan. Awas, awas!"

"Apa beb? Kamu mau kita main lagi?" ucapan Sean malah lari dari kenyataan.

"Ya ampun beb, kita kan udah main tadi malam sampai jam dua terus tadi pagi juga. Aku malu tau kalau kita main disini," senyum mesumnya telah ditunjukkan.

Kenapa tiba-tiba Sean jadi frontal gini sih? Apakah dirinya sudah memasuki ciri-ciri orang gila?

"Kamu tuh ngomong apa sih? Enggak jelas banget," kesal Lidya.

Sean bangkit dari boboknya, lalu duduk di depan sang istri. Jarak mereka sangat dekat, bahkan deru nafasnya sangat terasa.

Senyuman mautnya sungguh menggoda iman.
"Kalau kamu mau kita main disini, aku bersedia kok. Kita bisa di sofa, di meja kerja ku, atau di kamar pribadi ku. Dengan senang hati aku akan..."

Wajahnya semakin mendekat, dengan indahnya pria itu memejamkan mata, tangannya siap mengunci tubuh mungil itu.

Tok! tok! tok!

BOS BAR BARWhere stories live. Discover now