OTTOKE

1.1K 91 8
                                    

"Memori daun pisang. Nana nana nana~~~~~"

Di pagi hari itu biasanya disuguhkan dengan suara alam yang masih natural, suara burung berkicau, ayam berkokok, atau suara kuali yang menandakan emak sedang memasak di dapur.

Tapi di keluarga ini beda cuk.

"IH ABANG JAHAT! COPET SEMPAK TETANGGA! SEMPAKNYA MALAH KENDOR! YOO!!"

Tuh kan. Malah makin ngegas. Udah gitu suaranya hampir terdengar satu rumah. Emang enggak ada malunya.

Yang punya suara emas itu adalah si papi. Ya, bapak dua anak dengan muka menolak tua lagi heboh berbagi semangat ke semua orang. Udahlah suaranya hancur, bikin budeg pula.

"Judi. Judi! Favoritnya Sean Ucok. Judi! Membang---" nyanyian papi terhenti kala mendengar suara dari anak yang kurang diinginkan kelahirannya di planet bumi.

"Heh heh heh! Hus hus hus! Berisik banget sih pagi-pagi!" itulah kata sambutan dari anak lelaki minim akhlak. Turun dari tangga dengan keadaan rambut berantakan sambil mengomel.

Papi yang lagi memegang mic warna ungu dan entah kapan, dimana, jam berapa belinya, langsung memfokuskan perhatian ke anak sulungnya.

"Eh Sean Ucok udah bangun bah. Selamat morning, cok."

Sean menggelengkan kepalanya frustasi akibat ulah kocak papinya.

"Papi berisik banget sih. Ganggu orang aja. Aku lagi kebangun jadi tidur nih."

"Kebalik goblok!" dengan geramnya si papi memukul kepala Sean menggunakan mic di tangannya.

"Aduh, sakit lho papi. Main pukul-pukul aja. Untung anakmu nggak insomnia."

"Biarin. Kalau pun itu terjadi, papi sumbangkan kamu ke malaikat maut."

Dahlah. Percakapan orang gesrek emang gitu.

Sambil mengusap kepalanya, Sean ikut duduk bergabung bersama papinya menikmati teh hangat dan biskuit gandum.

"Yang lain pada ke mana, pi?"

Perlahan menghirup aroma teh kesukaannya lalu meminumnya, barulah papi menjawab "Mami lagi keluar sama menantu kesayangan."

Sean sedikit terkejut "Hah, pantesan tadi bangun tidur, bidadari ku enggak ada di sisiku. Pergi ke mana mereka?"

Jari-jari papi sibuk menghitung jumlah biskuit, takut diambil anaconda di sebelahnya "Enggak tau. Tadi sih papi sempat nanya, cuman papi langsung ditonjok mami kamu."

Sean menyingkirkan tangan papinya supaya mau berbagi biskuit dengannya "Ditonjok? Serius, pi?"

"Iya, sumpah. Papi ditonjok pake bibir mami," jawab papi, lalu senyum-senyum kesemsem mengingat kecupan manis istri tercinta.

Sean memandang malas papinya. Dia udah serius, sedikit khawatir, eh malah bercanda. Niatnya pasti mau pamer karena istrinya tak memberikan apa-apa padanya hari ini. Pergi ke mana pun, dia enggak tau sama sekali.

"Kalau Vano ke mana?" Sean kembali bertanya.

"Pergi sama temen-temennya," papi menyimpan mic estetik miliknya ke dalam kotak.

Sean mengangguk paham "Papi enggak ke kantor?"

"Mager," jawabnya santai lalu memberikan pernyataan yang sama "Kamu enggak ke kantor?"

Sean menggeleng dan tak lama kemudian, dirinya malah kayang di lantai keramik mahal buatan Eropa "Enggak, pi. Besok aja aku ke kantor. Hari ini ada urusan lain."

BOS BAR BARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang