HEBOH

1K 80 13
                                    

"MAMI? MAMI?"

Suara teriakan dari Sean menggema di rumah mewah Wijaya. Bukannya salam dulu sebelum masuk rumah malah teriak kayak orang kesetanan. Tangan sebelah kanannya merangkul istri tercinta sembari menyusuri seluruh ruangan di lantai satu.

"Mami di mana sih? Mami? YUHUU... SPADA..."

Tap tap tap

Mami datang dengan menuruni anak tangga disusul papi juga pastinya "Ada apa sih sweety? Kenapa? Mau apa?"

Sean menoleh ke sumber suara tersebut lalu dengan cepat menarik istrinya ke seseorang yang telah melahirkannya.

"Mi, ini maksudnya apa?" Sean menunjukkan sebuah foto bukti kuat sekaligus alasan mengapa tadi pagi mami membawa istrinya pergi.

Mami dan papi memperhatikan foto tersebut dengan pandangan berbeda. Di mata mami, itu merupakan sesuatu yang berharga. Tapi di mata papi berbeda. Matanya justru menunjukkan banyak pertanyaan.

"Mami ngapain beli baju bayi satu toko? Mami hamil lagi?" tanya Sean sedikit frustasi. Gimana enggak? Yakali diusia hampir kepala tiga, dirinya mempunyai adik bayi.

Papi menatap istrinya serius. Sangking seriusnya si papi jadi lupa caranya berkedip. "Mi, kamu beneran hamil lagi? Aduh, kalau gitu tunggu bentar, ya. Papi mau cukur jenggot dulu. Takutnya anak ketiga manggil papi jadi opung."

"Ck, papi tolong serius kenapa sih!" tekan Sean hampir menggila akibat kabar burung tetangga.

"Ya, papi emang serius lo Cok!"

"Ini semua salah papi," ucap Sean menunjuk papinya sebagai tersangka utama dalam kasus ini.

Sementara papi menunjuk dirinya sendiri dan merasa nggak terima atas tuduhan si Ucok. "Kok papi?"

"Iyalah. Kenapa setiap malam papi rutin ngasih makan mami telur sama sosis? Kan jadinya mami kenyang sembilan bulan."

"Heh, kamu---"

"Sean, papi. Dengerin penjelasan mami dulu." Lidya mencoba menenangkan keadaan diantara bapak dan anak gesrek itu.

"Mami tuh enggak hamil," akhirnya mami memberikan pernyataan yang sebenarnya kepada kedua 'hakim'

"APA?!" ucap papi jablay dan si Ucok secara bersamaan. Keduanya saling melihat, memasang muka tengil, lalu membuang muka.

Mami terdiam sejenak mengumpulkan kata-kata yang sudah tersimpan di hati. Dirinya melangkah ke sebuah sofa agar lebih santai dalam menyampaikan isi pikiran. Agak pegel juga sih karena berdiri sejak tadi. Lidya juga ikut bergabung di sebelah mami, sementara dua lelaki itu duduk di single sofa.

"Akhir-akhir ini mami mimpi ketemu bayi. Mami gendong dia, mami ajak dia main, mami ketawa sama dia."

Mami berusaha mengingat sosok bayi idaman di mimpinya. Namanya juga mimpi indah. Pasti mudah dikenang, memberikan kesan manis, namun sulit diingat.

"Bayi itu enggak nangis sama sekali. Baik budi dia-nya. Wajahnya manis, senyumnya manis, persis seperti menantu mami," tangan mami terulur menyentuh dagu Lidya. Benar-benar sosok ibu yang penyayang.

"Cuma, mami enggak tau dia laki-laki atau perempuan. Pokoknya dia bayi paling gemesin deh."

Papi dan Sean setia mendengar cerita sang ibu ratu. Mereka sangat terbawa suasana sampai tidak sadar bahwa kedua tangan mereka saling menggenggam.

Kok rasanya ada yang keriput keriput berkerut, ya? batin Sean.

"Iihhh iyyuh," Sean langsung menghempaskan tangan papinya. Merusak suasana emang dia. Papi mah santai aja. Malah cengar cengar tuh orang tua.

BOS BAR BAROnde histórias criam vida. Descubra agora