Chapter 1

89.1K 6.2K 691
                                    

"Cinta Kepada Allah adalah puncaknya cinta, dan lembahnya adalah cinta kepada sesama"
-
 


Aku berlari dengan cepat. Sekarang sudah pukul 06.55, sebentar lagi pasti gerbang di tutup. Aku merutuki diriku sendiri, memang kesalahanku yang telat mandi, jadi rusuh begini deh. Jarak asrama ku dengan madrasah sekitar 200 meter, 5 menit waktu yang cukup untuk berlari. Aku berlari secepat mungkin.

“Tis’ahh.....” Teriak petugas penjaga gerbang madrasah. Petugas gerbang madrasah selalu di jaga oleh santri putra, mengingat jarak asrama mereka dan madrasah lebih dekat daripada asrama putri. Aku melihat penjaga itu. Sepersekian detik kemudian, aku menepuk jidatku.  Duh mati aku, mana yang jaga gerbang ketua OSIS. Aku mempercepat langkahku.

“Asyaroh....” Kata ketua OSIS itu. Asyaroh berarti sepuluh, artinya sudah mencapai puncak hitungan. Langkahku terhenti. Aku menghela nafas.

“Kak, saya Cuma telat 5 detik, tolong lah bukain gerbangnya,” ucapku memohon. Soal akting jangan di tanya, aku jago dalam bidang itu. Jika di madrasah ini membuka ekstrakurikuler akting, aku akan langsung mendaftar. Ketua OSIS itu menatapku. Sepersekian detik kemudian.

“Kamu? Bukannya kamu anggota OSIS juga?” Tanya nya menelisik. Aku terdiam, lalu tersenyum aneh. Rupanya dia mengenaliku, kukira dia tidak pernah memperhatikan anggotanya.

“Hehe maaf kak, tadi antrian mandinya panjang banget kayak rel kereta,” ujarku memecah suasana. Sejujurnya, aku geli mendengar ocehan recehku yang tidak lucu itu.

“Nama?” Tanya kak Farhan–si ketua OSIS.
“Hah? Namaku?” Tanyaku sekali lagi memastikan. Kak Farhan mengangguk.
“Iya, namamu, Masa nama hewan peliharaan mu,” Jawab kak Farhan membuatku sedikit bingung. Aku mengikuti arah pandangan kak Farhan. Setelah menemukan, aku langsung tersenyum.
“hehe, kalau ini namanya mochi, kak,” kataku mengangkat gantungan kunci berbentuk domba yang menggantung di tasku. Kak Farhan menghela nafas. Sekali lagi, aku merutuki diriku yang mengatakan kalimat-kalimat receh.

“Zahra firdaus, panggilannya Zahra kak, emm, emang buat apa nanyain nama saya?” Tanyaku basa basi. Kak Farhan tersenyum, senyumnya bukan senyum manis, namun senyum menyeringai.

“Di catat sebagai santri yang terkena hukuman hari ini” katanya. Aku terdiam. Sungguh memalukan, dimana harga diriku ini. Aku menunduk malu, padahal baru seminggu yang lalu kami di Lantik dan berjanji untuk mematuhi peraturan-peraturan yang ada, namun hari ini saja aku sudah melanggarnya.

“Jangan lupa, karena kamu anggota OSIS, jadi kamu kena hukuman dua kali lipat” lanjutnya dengan wajah yang datar. Menyebalkan memang, namun itu sudah kensekuensi menjadi anggota OSIS. Kak Farhan lalu menyuruh temannya membuka gerbang untukku. Kak Farhan, lengkapnya Farhan As- Siddiq. Aku sudah mengagumi nya secara diam diam sejak acara masa orientasi siswa. Hanya Mengaguminya, tanpa berani menyapanya.

Dulu ketika kak Farhan belum naik jabatan, dia masih menjadi sekertaris OSIS. Saat itu, saat masa Orientasi siswa dia bertugas menjadi MC, banyak yang membicarakannya. Bahkan, tak sedikit yang mengaku menyukainya. Aku tidak habis fikir, walaupun se penglihatanku kak Farhan cuek dengan semua fans nya, tapi aku yakin diam diam pasti dia memilih salah satu diantaranya.

Aku? Mungkin aku juga di kategorikan sebagai fans nya, namun, aku tidak pernah berbicara terang-terangan bahkan mungkin tidak ada yang mengetahui bahwa aku mengaguminya. Salah satu Alasan aku mendaftarkan diri menjadi pengurus OSIS adalah agar bisa dekat dengan kak Farhan, namun, ternyata kak Farhan mencalonkan diri menjadi ketua OSIS, dan parahnya dia terpilih. Sejak menjadi ketua OSIS, tentu semakin banyak yang mengaguminya. Dan semakin bertambah pula sikap cuek nya kepada pada pengangumnya.

Dia Bukan Hanya Ustadzku ✓[SUDAH TERBIT]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora