Chapter 5

39.3K 5K 723
                                    

"ketika menyukai seseorang, yang harus di lakukan bukanlah mengejarnya untuk mendapatkannya, tetapi menjaganya sampai waktu yang tepat untuk bertanya, 'bolehkan aku memilikimu'?"
-

"Allohu Akbar.. Allohu akbar.. Laa ilaa ha illallahu wa Allah hu Akbar, Allahu Akbar walillah Ilham"

Suara takbir berkumandang di semua masjid.

Hari ini adalah hari raya Iedul Fitri atau lebaran, hari raya Iedul Fitri adalah hari raya setiap ummat muslim. Semua ummat muslim merayakannya dengan hati yang bahagia.

Masyarakat sering menyebutnya dengan sebutan Lebaran, yang artinya menggambarkan kondisi ummat Yang sudah selesai menjalankan ibadah puasa ramadhan.

Hari raya Iedul Fitri atau lebaran ini di rayakan tepat pada tanggal 1 Syawal.

"Ayo buruan ke masjid" teriak ibu dari ruang tamu.

Ayahku masih makan di ruang makan. Sedangkan aku dan adikku masih sibuk berdandan di depan cermin. Sebelum berangkat sholat Ied di masjid, kita di sunnahkan untuk makan terlebih dahulu.

Berbeda dengan sholat Iedul Adha, kita di sunnahkan untuk tidak makan keculi pulang dari sholat Ied lalu menyantap hasil qurban nya.

Hal ini di sampaikan di suatu hadist Hasan dari riwayat Ahmad. Yang berisi :

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berangkat shalat 'ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat 'ied baru beliau menyantap hasil qurbannya." (HR. Ahmad 5: 352)

"Aku duluan sih" kataku menggeser Aufa yang sedang bercermin. Sudah hampir 30 menit dia menguasai cermin.

"Ih aku juga barusan" katanya. Hah? Barusan?

"Sampe lumutan aku nungguin kamu pergi" kataku sambil tetap menggeser tubuh Aufa yang sedikit lebih besar dari pada badanku.

"Iya iya" Aufa akhirnya keluar kamar sambil menghentakkan kakinya. Aku terkekeh. Dasar ufa!

Setelah semua siap, akhirnya tepat pukul 05.55 kami berangkat menuju masjid.

Jarak masjid dengan rumah kami tidak jauh, hanya sekitar 200 meter Dan bisa di jangkau dengan berjalan kaki.

Aku sekeluarga pun berjalan kaki menuju masjid. Ayah dan kakak laki laki ku berjalan ke shaf putra, sedangkan ibu, aku dan adekku menuju shaf putri.

-

Selesai sholat Ied kami sekeluarga pun berkeliling kampung untuk silaturahmi.

"Wah ini Zahra ya, udah gede sekarang ya , sampe pangling (istilah Jawa yang bisa di artikan tidak kenal saking bedanya antara dulu dan sekarang) aku" kata Mak Lilis sambil menepuk pundak ku. Aku tersenyum.

Mak Lilis tertawa.

"Dulu pas masih TK tuh suka nya main air di kali itu lho" kata Mak Lilis sambil membuka toples berisi kue salju.

Ibu tersenyum, "iya nih, tau tau udah gede aja, udah mau kuliah" kata ibu sambil mengelus elus pundakku.

Maklum aku adalah satu satunya putri ibu yang merantau. Kakak ku membantu bapak mengurus kebun, dan memilih untuk tidak kuliah.

"Habis itu menikah ya Bu" Mak Lilis tertawa.

"Masih lama Mak" kataku menyela.

Mak Lilis berasal dari Jawa, lebih tepatnya solo. Kata ibu, Dulu sempat menjadi baby sitter ku sampai aku umur 6 tahun, lalu menikah dengan guru TK ku dan mendirikan rumah di dekat sini.

Dia Bukan Hanya Ustadzku ✓[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now