Chapter 14

30.7K 4.1K 452
                                    

"Jika kamu tidak bisa menerimaku saat ini, maka izinkanlah aku berjuang agar kau bisa menerimaku di masa depan,"
-

Panas terik matahari semakin terasa ketika pukul 10.00. aku berjalan menuju perpustakaan untuk belajar intensif kitab kuning. Iya, sekitar 2 Minggu lagi kami akan melaksanakan munaqosyah.

Munaqosyah adalah ujian lisan dimana semua yang telah kita pelajari selama tiga tahun akan di uji. Penguji nya biasanya random satu seorang ustadzah, dan satu lagi seorang ustadz.

Munaqosyah adalah hal yang paling di takuti oleh 99,9% santri pondok pesantren. Munaqosyah di pesantren ku terbagi menjadi tiga bidang. Yang pertama, Tahfidz (ujian hafalan Al Qur'an yang sudah kami hafal selama 3 tahun) , Kitab kuning (kitab tidak berharakat), dan Bahasa asing.

Sebulan sebelum melaksanakan munaqosyah, biasanya kami di bagi menjadi beberapa kelompok belajar agar intensif dan memahami bagian kami. Angkatan kami mendapatkan bagian KitabunNikah (kitab yang membahas tentang pernikahan).

Dari semua bab nikah, aku bersama ketiga teman se kelompokku mendapat bagian Talaq. Biasanya satu maqra' terdiri dari satu kaca.

"Yang lain mana, Ra?" Tanya ustdzah Nindi ketika aku masuk perpustakaan seorang diri. Aku menggeleng lalu duduk di depan ustadzah Nindi.

"Tadi di kelas gak ada, ustadzah," jawabku sambil mengeluarkan kitab dan pena. Ustadzah Nindi pun mengangguk-angguk.

"Yaudah tunggu sebentar lagi," katanya lalu mengeluarkan ponselnya dari saku gamisnya. Waktu belajar untuk munaqosyah memang di sediakan khusus untuk kami, dan tempatnya sesuai dengan keinginan pembimbing.

Beberapa menit kemudian, Risa, Lina, dan Tiara datang bersamaan dengan wajah lesu.

"Darimana?" Tanya ustadzah Nindi berhenti memainkan ponselnya.

"Ketiduran di asrama ustadzah," kata Lina jujur. Mereka memang tidak ada di kelas sejak istirahat tadi. Ustadzah Nindi hanya menggeleng-geleng.

"Inget, 2 Minggu lagi lho,kalau kalian malas-malasan, gak bisa jawab pertanyaan nya, kalian mau ngulang?" Tanya ustadzah Nindi dengan wajah sedikit galak. Mereke meringis.

"Enggak, ustadzah, janji gak bakal di ulangin!" Kata Risa sambil mengangkat kelingkingnya. Aku tertawa melihat tingkah mereka.

Aku akan merindukan masa masa seperti ini.

-

"Eh, katanya bakalan ada wisuda penghargaan buat anak tahfidz juga," kata Rahma sambil menggoyang goyang kan tubuhku yang sedang berbaring.

"Iya, po? Tau dari mana?" Tanya ku yang langsung duduk menghadap ke arah Rahma.

"Ada pengumumannya di Mading!" Jawabnya antusias.

"Kategori berapa?" Tanyaku.

"10 juz, 15 juz, 20 juz, sama 30 juz," jawabnya sambil mengingat-ingat.

Siapa, sih yang tidak ingin tampil baik di hari wisuda nya? Apalagi orang tua datang jauh jauh untuk melihat anaknya wisuda. Pasti mereka akan bangga jika aku di wisuda dua kali. Pertama wisuda penghargaan Tahfidzul Qur'an, kedua wisuda madrasah.

Dia Bukan Hanya Ustadzku ✓[SUDAH TERBIT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن