Chapter 9

32.1K 4.1K 389
                                    

"sesungguhnya, cinta yang paling sulit adalah cinta dalam diam. Ia berkelana, namun tak sanggup menyapa"

-

Langit sore ini begitu cerah. Matahari memamerkan siluetnya seakan pamit akan terganti oleh bulan.

Setelah selesai melakukan gladi bersih, Aku berjalan pulang.

"Eh," aku memutar langkahku lalu berjalan menuju kamar Alifia. Sejak terkena cacar, Alifia di rawat di kamar khusus seorang diri. Tujuannya agar tidak ada santriwati lain yang tertular.

Tok tok

Aku mengetuk kamar Alifia.

"Masuk aja" kata Alifia yang sudah terdengar sehat.

"Eh Zahra, kenapa Ra?" Tanya Alifia. Terlihat beberapa bintik cacarnya sudah mengering.

"Gimana lif? Udah mendingan?" Tanyaku basa basi.

"Iya, beberapa masih belum kering, masih gatel gatel lah," jawabnya.

"Tapi udah gak pusing?" Tanyaku.

Alifia menggeleng.

"Alhamdulillah kalo gitu, Eh ini ada uang dari Indra, katanya untuk jajan gitu," kataku mengeluarkan titipan uang itu.

Alifia tertawa.

"Eh, kayaknya dia suka sama kamu deh," kataku.

"Dari kemarin nanyain keadaanmu terus, Terus dia pas tau kalo aku gantiin kamu kayak gak terima gitu," ceritaku pada Alifia.

"Dia sepupuku Ra," katanya sambil tertawa.

Hah?

"Oh sepupu, kayaknya dia suka kamu deh," kataku menebak.

"Mungkin, karna kita emang udah Deket dari kecil, sering main bareng, ya gitulah, sampe sekarang aja masih bareng kan, jadi petugas upacara aja bareng" Alifia terkekeh.

"Malah curhat kan, udah sana balik nanti kena marah ustadzah," saran Alifia.

Aku mengangguk.

"Yaudah aku pulang ya, cepet sembuh lif, syafakillah," kataku yang diiringi anggukan dari Alifia.

Aku pun kembali ke asrama.

-

"Aku duluan yang mandi plissss," Rahma yang tidak mendapat antrian mandi itu memohon padaku untuk memberikan antriannya padanya.

"Sumpah aku 10 menit lagi harus di lapangan raaa plisss" Rahma masih berusaha agar aku mengiyakan.

"Salah siapa bangun telat" kataku menolak. Aku juga harus berangkat pagi kali, dipikir cuman dia petugasnya. Hahaha.

"Aku kan udzur (halangan : Haid) raaa," katanya terus merengek.

"Yaudah tapi jangan lama lama," kataku sambil mengambil baju OSIS untuk di setrika.

Rahma pun langsung mengambil handuk dan alat mandinya Menuju kamar mandi. Aku yang sedang menyetrika hanya geleng geleng kepala. Udah tau jadi petugas upacara, bisa bisa nya bangun telat.

Beberapa menit kemudian.

"Ra udah buruan mandi!" kata Rahma sambil menaruh alat mandinya.

Aku yang sedang membaca teks undang undang langsung cepat cepat mengambil handuk.

"Mandi bebel?" Tanyaku terkekeh melihat Rahma yang terburu buru menggantungkan handuk. Di luar kamar ada gantungan khusus gantungan khusus untuk menggantung sesuatu yang masih basah. Seperti handuk, pakaian dalam yang habis di cuci di kamar mandi.

Dia Bukan Hanya Ustadzku ✓[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now