01.

1.4K 141 6
                                    

Satu kata yang bisa mendeskripsikan kehidupan seorang Han Jisung saat ini, menyedihkan.

Hidup miskin di tengah ibu kota yang ramai di dalam sebuah rumah sewaan kecil bersama dengan ibunya. Mereka hanya hidup berdua, sejak suami ibunya yg merupakan ayah tiri Jisung menelantarkan mereka.

Jisung benci kehidupannya. Jisung benci ibunya yang selingkuh dari ayahnya karna ingin hidup mewah, Jisung benci dengan lingkungan sekolahnya yang berisi anak anak kaya, Jisung benci dengan dirinya yang tidak bisa berbuat sesuatu untuk keluar dari kehidupan menyedihkannya ini.

Dan kini, Jisung menatap datar ruang operasi yang pintunya baru saja tertutup itu. Ibunya sedang ada di dalam sana, kritis akibat penyakitnya yg mendadak kambuh saat bekerja.

Masih berdiri di lorong menghadap pintu, Jisung mulai tertawa. Tawanya kian nyaring hingga air matanya menetes.

"Bajingan. Setidaknya kalau kau benar benar kambuh lebih baik di rumah saja agar tidak ada orang yg akan menemukanmu lalu menyelamatkanmu," gumam Jisung. Ia mulai terduduk, lalu menjambak rambutnya sendiri.

"Sekarang siapa yang akan membayar biaya oprasimu?" Kata Jisung seolah berbicara dengan pintu ruang operasi.

Sudah cukup Jisung menderita karna kehidupan sekolahnya, kini masalah baru justru muncul lagi sedangkan masalah sebelumnya belum teratasi.

Tagihan, bayar sewa, uang makan. Kini ditambah biaya operasi.

"Bangunlah dan bayar sendiri biaya operasimu," lirih Jisung.

Bagaimanapun juga, Jisung tidak benar² membenci ibunya. Jisung juga masih membutuhkan wanita itu di hidupnya, tapi dunia ini sudah cukup kejam kepadanya.

▪︎▪︎▪︎

Kalau tau akan jadi seperti ini, Jisung tidak akan mau menuruti ibunya untuk masuk ke sekolah yg terbilang elit ini. Waktu itu ibunya baru menikah, dan ayah tiri Jisung menyanggupi untuk menyekolahkan Jisung di tempat ini bahkan membayar uang bulanannya hingga lulus.

Semua berjalan baik, awalnya. Jisung punya teman teman yg sederajat, hidup enak, seolah tidak ada beban. Hingga, mereka bercerai.

Ayah tiri Jisung tentu tidak akan mengambil hak asuh Jisung karna Jisung masih memiliki ibu kandung. Tapi ayah tirinya itu sepertinya juga tidak sudi berada di sekitar mereka.

Semua harta yg memang milik ayahnya Jisung diambil oleh yg punya. Jisung dan ibunya tidak memiliki apa apa, mereka kehilangan semuanya. Bahkan Jisung, kehilangan temannya yang kemudian berubah menjadi musuhnya.

Sekolah selalu terasa seperti neraka. Jisung tidak akan terbiasa dengan ini semua meski mereka telah melakukan ini selama hampir setahun.

Bertahan hingga akhir. Hanya itu yang bisa Jisung lakukan. Ia sudah berada di tingkat akhir meski baru semester awal, menahan sedikit lebih lama hingga lulus tidak begitu sulit kan?

Meski Jisung sendiri tidak tau sampai mana batasnya.

Mereka telah mencoba semuanya. Mengacaukan tugas Jisung, menyiram dengan air pel, membuang tas Jisung, mengurungnya di toilet, tapi semua itu tidak juga membuat mereka bosan atau kehabisan akal.

Lagipula, yg menindas Jisung itu banyak. Bukan cuma satu kelompok.

Dan hari ini, Jisung kembali pulang dengan tubuh yg bau akibat tumpahan sup tadi siang, ditambah siraman cairan dari lab yg membuat tubuhnya gatal dan bau.

Jisung terbiasa dengan ini. Setelah membersihkan diri, ia mampir sebentar ke apotek untuk membeli obat pereda gatal lalu pergi ke tempatnya bekerja.

Tidak menyadari keberadaan seseorang dengan jubah hitam membuntutinya.

▪︎▪︎▪︎


Cafe akan tutup dalam hitungan menit, pengunjung pun sudah tidak lagi datang, hanya tersisa dua meja yg masi terisi pengunjung.

Jisung menaruh curiga pada seseorang dengan pakaian serba hitam yang sedang duduk sendiri. Orang itu sudah datang sejak jam kerja Jisung dimulai, hingga kini jam kerja Jisung akan berakhir. Dan herannya, pesanan yang ada di meja orang itu masih utuh. Seperti ia tidak merasa lapar sama sekali atau mungkin tidak berselera.

Pengunjung lain yg tersisa mulai beranjak pergi, yang artinya hanya tersisa satu pengunjung terakhir.

Jisung mendekat, membersihkan meja dari pengunjung yg baru saja pergi. Kebetulan, letaknya ada di seberang tempat orang dengan pakaian serba hitam itu duduk. Jisung mulai merasa ia diperhatikan.

Tapi Jisung memberanikan diri untuk mendekati orang itu, mengingatkan kalau cafe sudah waktunya tutup.

"Permisi tuan, kami akan tutup apakah masih ada sesuatu yang kau inginkan?" Dengan hati hati, Jisung bertanya.

Orang itu tersenyum kecil, lalu mendongak menatap Jisung yang masih beridir, "aku ingin bicara denganmu."

Jisung terkejut. "Aku? Ada apa? Ku rasa kita tidak pernah bertemu sebelumnya."

Masih dengan senyum seringai, ia kembali tertawa, "duduklah," dan Jisung menurut untuk duduk di hadapan pria aneh ini. Meskipun ia tampan.

"Namaku Minho."

Jisung menyambut uluran tangan Minho, "Jisung."

Kemudian Jisung bisa mendengar Minho menggumam,

"Aku tau,"

Jisung sudah menaruh curiga, bagaimana bisa orang ini tau?

"Ini bukan pertemuan pertama kita sebenarnya, aku sudah melihatmu sejak ayah tirimu meninggalkanmu dan ibumu-"

Jisung terkejut. Apa maksudnya?

"-ah, tidak. Lebih tepatnya memperhatikanmu."

Minho menyeringai, mendekatkan wajahnya pada Jisung lalu berucap tepat di depan bibir Jisung,

"Ibumu sakit, bukankah seharusnya kau di sana untuk menemaninya?"

Jisung bisa merasakan ketakutan yg muncul dalam dirinya, bagaimana Minho bisa mengetahui semua itu? Takut, dan marah. Perasaan itu bercampur ketika melihat senyuman puas di wajah Minho.

"Berhenti mengatakan omong kosong seolah kau mengerti tentangku. Pergi dari sini sebelum aku memanggil security."

Bukannya takut, Minho masih tersenyum mendengar ancaman Jisung.

"Bukankah kau menginginkan sesuatu?"

"Apa maksud-"

"Teman, uang, popularitas- oh atau mungkin, membunuh mantan teman mu? Atau bahkan membunuh ibumu?

Aku yang paling tau bagaimana kau membenci ibumu."

Jisung menatap Minho nanar.

"Kau-"

"Aku bisa mengabulkan itu."

Jisung bahkan sudah berdiri, benar benar muak dengan semua kalimat yang keluar dari mulut Minho.

"Aku bisa mengabulkan apapun keinginanmu-"

Jisung lebih dulu menunjuk pintu keluar, enggan menatap wajah Minho yang menyeringai. Ia hanya tidak ingin terpancing dan berakhir memukul orang tidak tau sopan ini.

"Keluar."

Minho tersenyum kecil, lalu ikut berdiri,

"Tenang saja, kau akan menerima tawaranku nanti, karna.... semuanya akan menjadi lebih buruk. Dan saat itulah, panggil namaku, katakan kau menerima tawaranku, lalu aku akan datang mengabulkan sebesar apapun permintaanmu-

-karna sesungguhnya, kau membutuhkanku."
















Lily kembali lagi~ tapi kali ini minsung gaes gantian hehe. Akhirnya ku publish juga setelah sekian lama...
Kali ini full baku ya gaes, sekali kali dicoba:)

Leviathan | MinsungWhere stories live. Discover now