10.

787 86 24
                                    

Plak.

Minho yang tidak tau apa apa hanya diam tanpa ekspresi ketika menerima tamparan dari Jisung. Ia baru saja kembali dari 'berburu' namun begitu memasuki kamar hotel ia disambut oleh tamparan Jisung.

Wajah Jisung memerah dan basah oleh air mata, nafasnya naik turun tidak teratur, segala emosinya untuk mengutuk Minho meledak di sini.

"Brengsek! Tidak cukup kau mengambil semua orang orang di sekitarku kini kau mengambil satu satunya yang tersisa bagiku!"

Air mata Jisung jatuh lagi, mengingat betapa malangnya nasib Juny karna harus dipelihara oleh Jisung. Kalau saja kucing itu tidak hidup bersama Jisung, mungkin ia masih hidup sekarang, bukannya mati karna tertabrak. Jisung percaya, kematian Juny adalah ulah Minho. Juny adalah pengorbanan Jisung, sama seperti Juyeon, Jeno, dan orang orang yang Jisung cintai sebelumnya.

Minho menarik senyum kecil, ia berdecih menganggap enteng kemarahan Jisung.

"Makhluk itu tidak ada artinya bagiku."

Jisung semakin terbakar amarah, Felix yang dan beberapa pelayan yang melihat dari ujung ruangan merinding.

"Asal kau tau, bagiku nyawa Juny lebih berharga daripada kau."

Setelah itu Jisung langsung keluar dari sana masih dengan amarah yang sama. Sedangkan Minho memikirkan tentang ucapan Jisung yang terakhir. Apa dia sebegitu tidak berartinya?

"Haha, baru kemarin dia bilang tidak keberatan mati bersamaku, sekarang apa?"

Pelayan yang melihat adegan itu menatap kepergian Jisung dan Minho bergantian, terselip perasaan takut setiap mereka melihat pertengkaran tuan mereka, karna Jisung dan Minho terus mengucapkan kalimat kalimat yang menyeramkan seperti membawa bawa kematian.

"A-aku akan menyusul Ji–"

"Tidak perlu."

Felix yang baru akan menyusul Jisung berhenti. Walaupun khawatir dengan Jisung akhirnya Felix diam di tempat karna Minho sekarang lebih menyeramkan.

"Aku akan mengawasinya, tenang saja," sambung Minho seolah tau isi kepala Felix.

Setelah itu Minho menyusul pergi ke luar ruangan, yang mana Felix yakin Minho tidak pergi menyusul Jisung.


...




Jisung tersesat. Tadi ia langsung bertindak implusif dengan mencegat taksi tanpa tau kemana ia ingin pergi. Dan kini, Jisung berjalan tenang di pinggir jalan melewati bangunan bangunan asing sambil menunduk. Jisung tidak khawatir meski ia tidak tau jalan pulang, ia bahkan mematikan ponselnya demi mengabaikan panggilan masuk dari Felix. Toh Jisung tau, Minho selalu punya cara untuk menemukannya Jika iblis itu memang berniat membawanya pulang.

Sepanjang jalan Jisung terus merenungkan tuduhannya pada Minho. Apakah Minho benar benar membunuh Juny? Jisung merasa tolol sebenarnya, karna buat apa juga Minho memakan Jiwa seekor kucing? tapi mengingat kutukan yang Minho bicarakan Jisung merasa mungkin saja perkiraannya benar. Jisung mencintai Juny.

Akan sangat memalukan bagi Jisung sebenarnya jika tuduhannya salah. Karna itu meski Jisung sedikit yakin kalau bukan Minho penyebab Juny mati, Jisung enggan kembali menemui Minho. Mau ditaruh mana mukanya?

Cukup lama berjalan, tiba tiba Jisung merasakan tetesan air jatuh mengenai kepalanya. Kepala jisung mendongak, rintikan air hujan semakin deras turun, dengan segera Jisung berlari mencari tempat berteduh. Mantel yang Jisung kenakan sudah setengah basah ketika jisung memutuskan untuk masuk ke salah satu cafe sebagai tempat berteduhnya. 

Menggumamkan umpatan pelan, Jisung memutuskan untuk memesan segelas kopi lalu mencari tempat duduk. Tak perlu menunggu lama, pesanan Jisung sudah sampai di depannya. Sembari menikmati segelas kopi hangatnya, pandangan Jisung tertuju ke luar jalanan. Memperhatikan orang-orang yang masih berlalu lalang, ada yang berjalan santai memakai payung, ada yang berlari dengan menutupi kepalanya menggunakan buku. 

Di saat jisung larut dengan lamunannya, seseorang dengan tiba tiba duduk di kursi kosong di hadapan Jisung.

"Kita bertemu lagi," Hyunjin, yang sedang beruntung menyapa Jisung dengan senyum paling bahagia yag bisa ia tunjukkan, sedangkan Jisung memutar bola matanya malas.

"Kalau begitu, sampai jumpa."

Tanpa ragu, Jisung berdiri meninggalkan Hyunjin. Hyunjin sendiri kaget, ia langsung bergegas menyusul Jisung sebelum si manis benar benar nekat hujan hujanan.

Jisung yang sebenarnya sudah memantabkan diri untuk hujan hujanan melangkahkan kakinya meninggalkan teras cafe, membiarkan tubuhnya diguyur hujan begitu deras. Namun baru beberapa langkah Jisung berjalan tiba tiba Hyunjin berlari menyusul. 

Jisung menatap lengannya yang dicegat Hyunjin lalu menatap payung yang Hyunjin bawa secara bergatian.

"Mendekatlah, kau bisa basah."

Jisung tidak sanggup berkata-kata. Ia masih menatap Hyunjin dengan tatapan aneh karna Hyunjin memang aneh dengan senyuman itu padahal Jisung bisa lihat bahu kiri Hyunjin basah.

 Hyunjin menuntun Jisung melangkah dengan lengan yang saling bertaut, "aku akan mengantarmu kemanapun kau pergi, sekarang katakan kau ingin ke mana?"

Helaan nafas keluar dari bibir Jisung, "putar balik."

"Huh?" Hyunjin memasang tampang bingung, tapi kemudian ia tetap menuruti jisung. "O-okei."

°°°


Pada akhirnya keduanya kembali terdampar di cafe tadi, tempat mereka bertemu dengan tidak terduga. Bisa ditebak siapa yang paling bahagia di momen ini, tentu saja Hyunjin. Sedangkan Jisung berusaha untuk menyingkirkan segala pemikiran buruknya tentang situasi ini dan berusaha untuk bersikap biasa saja walaupun sulit. Ya, Jisung merasa paling tidak untuk sekarang dia harus berhenti bersikap menyebalkan.

"Jadi, apa yang kau lakukan di Paris? sungguh kebetulan kita bertemu di sini," Hyunjin memulai percakapan, di wajahnya tentu terlihat sekali ia sedang senang.

"Hanya tentang pekerjaan," jawab Jisung singkat.

Keduanya hening untuk beberapa saat. Jisung menyibukkan diri dengan kopinya sedangkan Hyunjin masih tidak mengalihkan pandangannya dari jisung. Isi kepala Hyunjin penuh dengan pertanyaan, lama Hyunjin menimbang apakah ia akan menanyakannya langsung pada Jisung atau menyimpan pertanyaan ini sendiri. Namun karna tidak tahan dengan keheningan yang mencekam, Hyunjin akhirnya mengutarakan rasa penasarannya.

"kau dengan Lee Minho– apa dia kekasihmu? atau sesuatu semacam itu?"

Jisung tertawa kecil, "dia bilang begitu?" 

Hyunjin menggeleng pelan, "hanya penasaran, kalian terlihat dekat."

Jisung menghela nafas tipis, ia kembali teringat beberapa tahun lalu pentanyaan serupa pernah ia dengar, koreksi, maksudnya selalu. Semua orang yang berusaha mendekatinya selalu menanyakan hal yang serupa, dan ketika Jisung memberikan lampu hijau untuk mereka, ketika hubungan mereka dengan Jisung nyaris sempurna, Minho kembali merengutnya. 

Maka Jisung ingat, ia tidak memberikan lampu hijau kepada Juyeon. Jisung berbohong ketika Juyeon bertanya apakah Minho kekasihnya, Jisung jawab iya. Berharap jawaban itu menghentikan harapan Juyeon untuk menggapainya dan mejadi lampu merah bagi mereka berdua, namun jisung salah. Juyeon tetap mati pada akhirnya.

Untuk kali ini, Jisung tidak bisa membiarkan seseorang membayar konsekuensi yang seharusnya Jisung tanggung sendiri.

"Tunangan. Kami sudah memiliki rencana untuk menikah."












°°°





Tau habbit nya akun ini kan? iya, minhyunsung:)
Jangan heran klo kedepannya banyak momen hyunsung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Leviathan | MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang